Part 16

173K 11.1K 3.5K
                                    

"Berhenti nangis, gue jijik sama air mata lo!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Berhenti nangis, gue jijik sama air mata lo!"


****

Jeyra menggeliat pelan saat merasakan hembusan hangat menerpa wajahnya. Matanya terbuka, dan saat itu juga tatapannya langsung di hadapkan dengan bola mata kelam yang terus menatapnya tanpa eskpresi, wajah Davin berada tepat di atasnya. Entah sejak kapan Davin menatapnya seperti itu dari jarak sedekat ini.

Semalam setelah Jeyra mengobati luka Davin, mereka tidur bersama di kamar milik Jeyra, hanya tidur, benar-benar tidur, tidak lebih. Tentunya dengan posisi yang cukup intim, dengan Jeyra yang tidur di lengan Davin sebagai bantal, dan tangan Davin satunya lagi memeluknya erat.

"Vin," panggil Jeyra pelan, bukan bermaksud apa-apa, namun kedua tangan Davin memeluk pingangnya erat membuat Jeyra tidak bisa bangkit dari posisi tidurannya. Jeyra berdehem seraya mengalihkan pandangannya, meskipun bukan pertama kalinya berada satu ranjang dengan Davin, tapi ini tetap membuatnya gugup.

Terutama wajah bangun tidur pria itu yang luar biasa tampan, bahkan dengan wajah bantalnya saja Davin masih terlihat menakjubkan. Entah mengapa, tiba-tiba ada rasa bangga tersendiri pada diri Jeyra, karna ia bisa menjadi kekasih seorang Davin Askaraja.

Tatapan Davin semakin lekat, membuat Jeyra memberanikan diri untuk kembali membalas tatapan dari netra tajam itu. Jeyra tersenyum tipis, berusaha menghilangkan canggung. Namun saat tatapan matanya turun, ia meneguk ludah. Davin masih bertelanjang dada seperti semalam, memperlihatkan otot perutnya yang sedikit mengintip dari balik selimut.

Memberanikan diri, Jeyra menyingkap selimut tebal itu lalu menyentuh pelan luka Davin. Luka itu sudah membaik, lebamnya juga mulai memudar, Jeyra tersenyum senang. Akhirnya Davin tidak akan merasa sakit lagi karna luka itu. Meskipun dalam hati, Jeyra masih bertanya-tanya, siapa gerangan orang yang memukul Davin dengan benda keras itu.

"Jey?" panggil Davin dengan suara berat khas bangun tidur, membuat bulu-bulu di sekitar leher Jeyra meremang.

"Y-ya?"

"Jangan nangis," ujar Davin serius.

"Eh?" Jeyra mengerutkan dahinya tidak mengerti dengan ucapan tiba-tiba pria itu. Apa Davin sedang melindur?

Davin mengeratkan pelukannya, menenggelamkan kepala Jeyra ke dada bidangnya. Jeyra bingung, namun ia tidak menyangkal jika dirinya nyaman di pelukan tubuh kekar Davin, sebuah senyum perlahan terbit di bibir gadis itu, aroma tubuh Davin yang memabukan tercium jelas di hidungnya sekarang.

Davin mengelus lembut bahu Jeyra, kemudian berkata dengan halus namun mampu membuat Jeyra terbelalak dengan mata mulai memanas. "Mama lo ... pergi."

Jeyra berusaha mendorong dada Davin dengan kuat, namun tidak berpengaruh apapun. Tangisan Jeyra pecah, meskipun perkataan Davin masih ambigu tapi ia sudah merasa sesak. Entah pergi apa yang Davin maksud, namun yang Jeyra tau, semua kata pergi tidak pernah membuat keadaan baik-baik saja.

Dunia Davin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang