2. Kamar 7. Wulan-Juni(Wuni)

Start from the beginning
                                    

"Mbak? Hellow? Kok malah bengong sih? Jedai Patia mana? Udah telat nih, belum mandi." omel Patia dengan telapak tangan yang mengibas-ngibas angin didepan gue.

Gue merengut kesal, "Cari sendiri napa, gue bukan Ibu lo yang tau segala tentang barang lo. Udah untung gue tampung disini." jawab gue malah balik ngomel.

"Dih, mbaknya sensi." komentar Patia yang tidak gue gubris. Gak penting btw.

Gue malah beralih buka lemari es alias kulkas buat ngambil bahan makanan, "Sabun ada di lemari bawah dapur Da, ambil aja disana," perintah gue pada Ida yang masih bengong liatin gue. I know gue cantik tapi gak usah dipelototin juga wahai rakyat jelata.

"Ok, " balas Ida yang sama sekali gak gue peduliin. Gue lagi fokus milah beberapa sayuran yang bakalan dipadu menjadi satu kesatuan— sudahlah gak nyampe.

'Cintaku, tak pernah memandang siapa kamu..
Tak pernah menginginkan kamu lebih..
Dari apa adanya dirimu...
.....

Gue berdecak kesal pas ngedengar suara serak Ria memenuhi telinga gue. Gue bisa pastiin tuh anak lagi karokean di aula depan.
"Lo berangkat kerja jam berapa sih Da?" gue nanya sambil motong-motong dadu wortel yang udah gue kupas lebih dulu, "Atau gak kerja hari ini?" lanjut gue, kepo ya bu.

"Mungkin sekitaran jam satu siang mbak," jawab Ida tanpa noleh dulu, tangannya masih sibuk mencuci piring yang berserakan di wastafel.

"Kenapa mbak?" tanyanya kemudian.

Gue menggeleng, "Nanya doang," soalnya akward banget cuman berdua diruang terbuka.

"Mbak risih ya Ida numpang disini?" duh pake nanya segala. Yaiyalah risih, tapi agak bersyukur dikit soalnya piring-piring gue jadi kepake semua. Biasanya cuman pake satu biji.

"Lumayan sesak sih, maklum kamar kecil tapi ada tiga orang penghuni. Gue gak larang kok Da, santai aja asal jangan lupa pajak." ya namanya bisnis, ujung dari pembicaraan harus diselipin bahan berbau duit.

Ida ngikik bentar gue dengar, "Nanti Ida beliin jodoh deh mbak." setan bener mulutnya. Jodoh apaan? Dia aja sadgirl, mulutnya butuh shampoo biar gak ketombean kali ya?

"Silahkan angkat kaki dari kamar ini, pintu keluarnya disebelah sana." ujar gue penuh penekanan yang sialnya si lawan bicara makin ngakak.

"Mbak napa gak nikah-nikah sih? Seumuran bang Dapin kan? Udah tua loh," mulutnya itu loh udah gak manusiawi lagi tapi udah setanisasi. Sabar ya Wi, ujian dunia emang gak ada habisnya.

Gue yang ngupas bawang merah jadi ingusan, "Lagi nunggu dia yang gak peka." sungguh dramatis sekali dirimu ini nak.

"Mbak punya doi?"

"Kagak,"

"Terus?"

"Nabrak,"

"Ih serius mbak!"

"Maaf, gue udah mabok dengan kata 'serius', kata surgawi yang menjelma jadi kata jahannam."

Ida berdecak kecil, "Susah ah debat sama mbak." eluhnya

"Astaga! Jepit rambut bentuk koala warna pink Patia mana?"

Tolong ya, ini kenapa gue mendadak pengen jadi psikopat?

"TASAAAAAA! KARAOKEAN YOKKK!"

"GAK!"

Ok drama apa lagi yang terjadi di depan aula?

💎💎💎

Dewi Juniantari

Kalimat 'Jadi anak tunggal itu enak loh' mungkin menjadi kalimat yang gue benci dari dulu.

Livin with Caratto✅Where stories live. Discover now