"Ya tapi kan......."

"Udahlah, nggak usah dibahas." Manda merasa percakapan ini memang tiada akhirnya kalau tak segera diselesaikan. Rasanya Manda tak tega saja jika melihat Nazwa yang terus menyalahkan dirinya sendiri. Karena memang bukan salahnya juga, salah Manda yang tak mau bercerita. Cewek itu merasa selalu bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Padahal dia butuh orang lain untuk membantunya. Karena super hero pun butuh bantuan untuk menuntaskan masalahnya. Sejatinya manusia tak bisa hidup sendiri kan?

"Yaudah, tapi nanti gue ke toko ya? Boleh kan?"

"Kok nanya-nya gitu? Ya bolehlah." Manda terkekeh ringan, disusul Nazwa yang tersenyum kian lebar. Ternyata tak selamanya kebahagiaan didapatkan dari banyak teman. Cukup dengan satu orang yang benar-benar mengerti, itu sudah lebih dari cukup.

Manda dan Nazwa sama-sama menuju kelas mereka saat bel masuk terdengar. Kantin mendadak senyap.

Hari ini kelas C ada ulangan Fisika. Karena jarang ada yang belajar, biasanya mereka nyontek.

Karena prinsipnya seperti ini. Saat Ulangan Tengah Semester atau Ulangan Akhir Semester, pasti peluang menyontek makin sempit. Karena pada tes itu pengawasan begitu ketat, tak seperti Ulangan Harian. Jadi, mereka berusaha keras mendapatkan nilai bagus di Ulangan Harian agar bisa memperbaiki nilai UTS atau UAS. Anak jaman sekarang. Cerdas.

Manda mulai duduk di kursinya. Sebenarnya cewek itu mengerti dengan materi yang akan diujikan hari ini. Tapi bukan tidak mungkin kalau soal ulanga berbeda 180 derajat dengan soal latihan. Guru kan biasanya emang gitu. Contoh soalnya gimana, latihannya gimana, ulangannya gimana. Kalau kata Adam waktu itu, "Contoh soalnya satu tambah satu, latihannya satu kali satu, pas ulangan siapa penemu satu?" Kira-kira contoh sederhananya seperti itu.

Murid-murid yang sedang mencatat rumus mulai berhenti dan kembali duduk dengan tenang saat pak Dasuki -Guru Fisika mereka--- memasuki kelas dengan membawa kertas ulangan dalam genggamannya.

"Buku cetak, buku catatan dan buku latihan dijadikan satu lalu ditaruh di depan. Jangan ada yang menyontek. Mengerti?"

"Mengerti, Pak." Memangnya ada jawaban lain selain jawaban itu?

---

Manda dan Nazwa sama-sama keluar kelas setelah bel pulang berbunyi. Keduanya langsung menuju tempat parkir, kebetulan Nazwa membawa motor jadi Manda bisa nebeng. Sebenarnya tak begitu juga, tapi Nazwa hari ini akan ikut bersama cewek itu ke toko kue. Mungkin membantu kecil-kecilan, dan abangnya bisa langsung ke sana tanpa menunggu Manda.

Sesampainya di toko kue, Nazwa dan Manda lantas segera masuk. Reza yang memang sedang berada di dalam melayani pelanggan menyapa keduanya.

Manda dan Nazwa mencium punggung tangan Reza. "Nazwa ikut juga?"

Nazwa mengangguk mantap. "Iya, Om. Tenang aja, walaupun Nazwa nggak bisa bikin kue, tapi Nazwa bisa nganter pesanan." Cewek itu berkata seolah dirinya adalah super hero yang akan menyelamatkan dunia. Padahal yang ingin dikerjakannya hanya mungkin hal kecil. Tapi biarlah, itu sudah sangat membantu.

Reza terkekeh. "Iya, Om percaya sama kamu. Tapi kamu nggak ganti baju dulu?"

"Kelamaan Om, buang-buang waktu."Sebenarnya bukan itu alasan Nazwa. Cewek itu hanya malas pulang saja dan akan membuang waktunya untuk ketemu Zafran. Kalau dia pulang dulu untuk berganti pakaian, dua puluh menit akan terbuang tanpa melihat wajah Zafran. Dan bagi Nazwa, waktu dua puluh menit itu amat sangat berharga.

"Yaudah, kamu udah bilang sama orang tua kamu?"

"Udah, Om." Reza hanya merespon dengan anggukan. Setelahnya Manda dan Nazwa bergerak cepat melayani pelanggan yang sudah datang. Zafran mungkin pulang dulu untuk berganti pakaian. Manda, cewek itu memilih tetap memakai seragam sekolah. Alasannya sederhana, Nazwa melarangnya. Katanya solidaritas.

ALLAMANDA [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now