dua puluh

5.3K 575 21
                                    

"Kiev... Kiev hilang?" suara Azeta terasa tercekat dan ia dapat merasakan bahwa sang Mama tengah mengangguk.

"Gimana bisa, Ma? Mama udah bener-bener nyari Kiev? Astaga," tiba-tiba ia menyesal bertanya pada sang Mama yang seolah menyalahkan wanita paruh baya itu. Harusnya ia bersyukur Mamanya selalu bersedia jika diminta tolong yang berhubungan dengan Kiev.

"Mama sekarang dimana?"

"Mama masih di sekolah Kiev."

"Oke, Zeta kesana sekarang." ia pun segera beranjak untuk menuju sekolah Kiev.

Selama dalam perjalanan, ia terus berdoa agar Kiev baik-baik saja dan selalu dalam perlindungan Tuhan. Sehingga ia dapat menemukan putra semata wayangnya itu. Ia tidak bisa membayangkan apa jadinya dirinya tanpa Kiev.

"Gimana, Ma?" tanyanya khawatir saat sudah menemui sang Mama yang tengah bersama beberapa guru Kiev dan beberapa security. Salah seorang guru Kiev yang bernama Desi terlihat tengah menelpon untuk membantu pencarian Kiev. Karna masalahnya Kiev hilang di sekolah.

"Belum ketemu. Padahal tadi Mama jemput di jam biasanya." sang Mama terlihat merasa bersalah.

"Ini Bu Desi lagi mau coba hubungin beberapa temen Kiev." ujar sang Mama lagi. Azeta jadi teringat akan Cleo. Ia pun segera menghubungi Enzo, berharap mendapatkan clue dari Cleo.

"Halo, En."

"Zet?"

"Enzo, maaf klo aku ganggu kamu."

"It's okay, it's okay. Ada apa, Zet?" Enzo dapat mendengar nada khawatir dari suara Azeta.

"Apa Cleo udah pulang?"

"Iya, dia udah di rumah." jawab Enzo.

"Apa kamu bisa tanyain ke Cleo apa dia sempet ketemu Kiev? Karna kita ngga bisa nemuin dia dimanapun."

"Oh my god, Kalau gitu aku langsung telepon Cleo dulu ya." Enzo pun segera memutus sambungan teleponnya. Beberapa menit kemudian Enzo pun menelepon.

"Zet," suaranya terdengar ragu. Tanpa sepengetahuan Azeta, Enzo meringis. Tak dapat membayangkan reaksi Azeta saat mendengar ini.

"Gimana, En? Apa Cleo tau Kiev?"

"Ya. Tapi, kamu jangan panik dulu, oke? Dia bakal baik-baik aja." Enzo memperingatkan sekaligus menenangkan.

Deg

Namun sayangnya perasaan Azeta semakin tidak enak ditambah dengan jantungnya yang berpacu lebih cepat.

"Dimana Kiev?" suara Azeta terdengar tercekat.

"Kiev sama Karel."

APA?! Ia tidak salah dengar kan? Kiev bersama Karel?

"K–Karel?"

"Ya. Cleo bilang tadi Karel disana jemput Kiev."

"Ngga mungkin." lirih Azeta. Ia hampir menangis. Ia berpikir bagaimana pria itu tau tentang Kiev?

"Zet, Kiev bakal baik-baik aja. Trust me." Enzo berusaha meyakinkan Azeta.

"Tapi gimana kalo Karel—"

"Dia ngga akan mungkin nyakitin anaknya sendiri, Zet." Azeta memejamkan mata. Enzo benar Karel tidak akan mungkin menyakiti Kiev, tapi bagaimana jika ia akan mengambil Kiev darinya? Kiev satu-satunya orang paling berharga di hidupnya.

"Zet," panggil Enzo saat Azeta tak menjawabnya. Ia ingin menemani dan menenangkan Azeta secara langsung saat ini tapi ia sadar ia tidak ada hubungannya sama sekali dengan ini.

"Zet, kamu dengar aku?" ulang Enzo cemas.

"Ya." suara Azeta melemah. "Makasih ya, En." ucap Azeta akhirnya.

"Nanti kamu kabarin aku lagi ya." pinta Enzo. Azeta mengangguk.

"Ya." mereka pun mengakhiri sambungan telepon tersebut. Azeta kembali pada sang Mama dan guru Kiev, memberi tahu bahwa putranya itu sudah ketemu. Lalu, ia dan Mamanya meninggalkan sekolah Kiev.

__________

Karel mengamati Kiev saat ia tengah menyetir. Tatapannya pada anak itu tampak sendu. Ia benar-benar masih tak percaya jika benar Kiev putranya.

"Biasanya yang jemput siapa?" tanyanya.

"Kadang Mommy, kadang Oma." jawab Kiev.

"Papa—" Karel menelan ludahnya. "Papa ngga pernah jemput?" tanyanya dengan susah payah. Siapa tahu Kiev sebenarnya bukan anak Azeta dan anaknya. Kiev menatap Karel dengan kening mengerut.

"Daddy?" Karel mengangguk. Sekilas ia dapat melihat kesedihan di raut Kiev. Anak itu menunduk menatap jari-jarinya yang saling memilin.

"Kiev ngga pernah ketemu Daddy." ujarnya lirih yang sontak membuat dada Karel terasa terhantam sesuatu. Ia meremas kuat setirnya. Ia merasakan sakit pada hatinya.

"Apa uncle tau Daddy Kiev?" bocah itu mengangkat wajahnya dan bertanya pada Karel dengan raut penuh harap. Pria itu kesulitan menjawab. "Kiev ingin ketemu Daddy." tambah Kiev.

Sialan Zet! Kalo bener ini anak gue... Bisa-bisanya lo setega itu.

Cengkeraman Karel semakin kuat. Rahangnya mengetat. Ia tak tahu harus menjawab apa. Jadi, ia membiarkan anak itu menunggu jawabannya. Hingga ponselnya berbunyi. Terlihat nama Azeta di layar ponsel tersebut.

"Mommy," seru Kiev dengan mata melebar saat melihatnya. Karel pun segera mengangkat panggilan tersebut. Namun keduanya terdiam selama beberapa detik hingga Azeta memulai.

"Kiev sama lo?"

"Hmm,"

"Apa—Kiev baik-baik aja?" Azeta benar-benar terdengar seperti tengah mengontrol suaranya. Begitu juga dengan Karel karena bocah laki-laki disampingnya tengah mengamatinya.

"Aman. Lo mau ngomong sama dia?"

"Ya." Karel pun menyerahkan ponselnya pada Kiev sembati tersenyum.

"Mommy," sapa Kiev. Azeta terdengar menghembuskan napas lega begitu mendengar suara Kiev. Sedangkan Karel berkedip lemah saat mendengarnya. Ternyata benar ini anak Azeta.

"Hai," balas Azeta.

"Mommy, uncle Karel ingin ajak Kiev jalan-jalan." katanya.

"Mm-hm, klo udah selesai langsung pulang, oke? Mommy tunggu dirumah Oma."

"Oke."

"Love you, baby."

"Love you too, Mommy." Kiev menyerahkan ponsel tersebut pada Karel dan pria itu segera mengakhiri panggilan tersebut. Ia pikir tak ada yang perlu mereka bicarakan disini selagi ada Kiev. Ia hanya ingin bicara face to face pada Azeta.

Setelah mengajak Kiev jalan-jalan, Karel pun jadi tahu bahwa Kiev anak yang baik. Tidak rewel dan cenderung lebih dewasa dari anak seusianya. Tidak seperti dirinya yang bandel saat seusia anak itu. Ia pun kemudian mengantar Kiev kerumah orang tua Azeta sesuai permintaan wanita itu.

Azeta dan sang Mama terlihat sudah menunggu di teras rumahnya saat mobil Karel mulai memasuki halaman rumahnya.

"Mommy," Kiev turun dari mobil dan segera menghambur ke arah Azeta. "Kiev happy sekali. Uncle Karel baik banget." Azeta mengangkat wajah ke arah Karel yang tengah bersandar di mobilnya dan menatapnya nanar. Ia mengacak rambut Kiev dan menyuruhnya masuk bersama Omanya.

Ia menelan ludah dan berjalan menghampiri Karel.

"Rel—"

"Apa dia bener anak gue, Zet?"

*****
H

ai, balik lagi sama yang satu ini. Jangan lupa vote dan komen part ini yaa biar aku seneng hehe.

Btw, makasih ya buat doa teman-teman 😘😘 semoga kalian semua sehat selalu yaaa...

beautiful accidentWhere stories live. Discover now