delapan belas (past VIII)

5.3K 454 13
                                    

Selepas mandi dan sedang mengeringkan rambutnya, Azeta mendengar sebuah suara meneriakinya dari luar.

"ZET!"

Ia pun segera ke balkon dan melihat Vania terlihat panik.

"Kenapa?" Tanya Azeta penasaran.

"Karel sama Juno berantem."

"What?!" Azeta membalalakkan mata dan langsung berlari menuruni tangga dan menuju kontrakan samping rumahnya.

Ia melewati beberapa teman-teman Karel dan Juno yang berkumpul di depan kamar Karel selagi yang lainnya berusaha memisahkan mereka berdua.

"STOP!" Teriak Azeta sembari turut memisahkan keduanya. Ia memukul kepala mereka dengan telapak tangan. Karel dan Juno yang sudah babak belur pun berhenti.

"Lo berdua apa-apaan sih?! Lo pikir lo berdua jagoan?!" Kedua cowok itu menatap Azeta dengan tatapan tajam.

"Udah, udah, keluar." Ijul membubarkan teman-temannya hingga tertinggallah mereka bertiga. Lalu Juno, dengan tatapan kecewanya hendak mengikuti teman-temannya, keluar dari kamar Karel. Namun Azeta mencekal lengannya yang dibalas oleh tepisan kasar Juno, membuat Azeta terkesiap.

"Lo berdua emang BANGSAT!" Katanya marah sebelum benar-benar keluar dari kamar itu dan menunjuk pada Karel dan Azeta. Gadis itu sontak menatap Karel, meminta penjelasan. Tapi pria itu memalingkan wajahnya sembari meringis.

Azeta berkedip lemah. Ia sadar hanya ada satu hal yang membuat Juno semarah itu. Pria itu tahu Azeta dan Karel melakukan hubungan intim dibelakangnya.

Ia pun segera meninggalkan Karel dengan berlinang air mata.

****

Sudah berhari-hari sejak Karel dan Juno adu tonjok. Mereka bertiga belum saling sapa satu sama lain. Dan entah karna hormon kehamilannya atau yang lain, Azeta menjadi cengeng.

Seperti malam ini.

Ia berbaring tanpa alas di lantai tiga sembari menatap langit berbintang. Air matanya berlinang begitu saja mengingat hal yang terjadi akhir-akhir ini. Juno tak ingin menatapnya. Berapa kali mereka berpapasan ia selalu membuang muka. Sedang Karel, ia jarang melihatnya karna tengah menyibukkan diri dengan Agatha.

Ia benar-benar sedih ditambah ia bingung harus bagaimana dengan kehamilannya.

Apakah ia harus memberi tahu Karel di tengah keadaan mereka yang seperti ini?

Apakah Karel akan menerimanya dan bertanggung jawab?

Tentu saja tidak. Ia pikir pasti Karel akan memintanya untuk menggugurkan kandungannya. Dan ia tidak akan melakukannya. Ia sudah mencintai janin yang dikandungnya. Ia akan melindunginya.

Lalu, ia menemukan jawaban untuk permasalahannya. Ia memutuskan tidak akan memberi tahu Karel daripada jawaban atau keputusan pria itu membuat dirinya sakit hati dan membencinya.

****

"Hueekk... Hueekkk..." Azeta mual-mual karna morning sicknya.

"Zet," Alena menghampirinya dan memijit pelan tengkuknya. Ia mulai curiga karna akhir-akhir ini Azeta sering mual di pagi hari.

"Kamu yakin tetep masuk sekolah?" tanya Alena.

"Iyalah, Kak. Ini ujian akhir."

"Gimana klo kamu pingsan?"

"Aku baik-baik aja kok." katanya yang kemudian melengos begitu saja. Alena menghela napas sembari menatap punggung adiknya yang semakin menjauh.

Sore hari, saat ia berada di balkon, ia melihat Juno tengah memasukkan sepeda motor ke kontrakannya. Dan sesaat kontak mata antara mereka terjadi. Sekarang Azeta dapat melihat kesedihan di mata Juno. Dan, tanpa ia duga Juno melambaikan tangan ke arahnya sebelum memasuki kontrakannya.

Entahlah, tiba-tiba Azeta merasa ada sesuatu yang terangkat dari dalam dirinya. Sesuatu yang meringankan.

Apakah artinya mereka berdua sudah gencatan senjata?

_________

"Zet, kakak boleh nanya sesuatu?" tanya Alena yang tiba-tiba memasuki kamarnya saat ia hendak mandi sebelum berangkat sekolah.

"Kenapa, Kak?"

"Kamu udah dapet bulan ini?" Azeta terkesiap sejenak dan kesusahan menelan ludahnya. Ia ragu untuk menjawab kakaknya namun kemudian ia menggeleng.

"Klo gitu pake ini. Ada tata caranya disitu." Azeta terkejut saat Alena menyodorkan testpack padanya.

"Ini—"

"Ayo," Azeta pun menurut walaupun oa sudah pernah mencobanya. Setelah itu ia memberikannya pada Alena. Selang beberapa saat, raut Alena berubah shock meskipun ia sudah menduganya. Sedangkan Azeta, berusaha menghindari tatapan Alena dan menelan ludahnya berkali-kali.

"Kamu udah tau ini, Zet?" Azeta mengangguk terpaksa.

"Astaga,,," Alena memegangi kepalanya, mendadak pusing.

Bagaimana mungkin adiknya yang selalu jomblo dan tomboy ini bisa hamil?

Dan dengan siapa?

"Siapa, Zet?" tanya Alena geram. Azeta menggeleng.

"Zet, please... Tell me!" lagi-lagi Azeta menggeleng.

"Oke, klo kamu ngga mau jujur sama kakak. Kakak bakal bilang sama Mama Papa!"

"Jangan, Kak. Please... Jangan." cegah Azeta sembari memohon.

"Siapa!"

"Tapi kakak harus janji jangan pernah bilang sama siapapun entah itu keluarga kita atau dia sendiri."

"Siapa!"

"Kakak janji dulu!" Alena menelan ludahnya. Perasaannya mendadak tidak enak.

Antara Juno dan Karel?

Karna hanya mereka teman main Azeta yang keluar masuk kamarnya.

"Oke, kakak janji." Azeta diam sejenak. Ia ragu-ragu untuk mengatakannya.

"Jadi, siapa?" kejar Alena tak sabar.

"Karel." jawab Azeta lirih.

"Oh my god..." ia pun terduduk di ranjang Azeta dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia menangis disana.

Azeta menggigit bibirnya lalu duduk disamping kakaknya.

"Maafin aku, Kak..." ucapnya merasa bersalah. Alena pun mengangkat wajahnya dan menggeleng. Ia benar-benar sedih karna tidak bisa menjaga adiknya.

"Gimana bisa, Zet? Kalian—" Lena benar-benar tidak menyangka Karel dan Azeta melakukannya.

"Sejak kapan, Zet?"

"Sejak Karel sama Agatha putus waktu itu."

"Astaga..."

"Maaf," ucap Azeta lagi sembari menahan tangisnya.

"Apa kamu suka sama Karel, Zet?" Azeta mengepalkan tangannya dan diam.

"Zet," Azeta tetap diam. Alena memejamkan matanya pedih. Adiknya ini memang bodoh.

"Trus apa yang mau kamu lakuin?" Alena mengusap air matanya.

"Aku mau pertahanin dia walaupun tanpa Karel."

"Kamu pikir semudah itu ngurusin anak sendirian? Kamu masih terlalu muda, Zet."

"Trus apa, Kak? Aku harus bilang sama Karel sampai akhirnya dia nyuruh aku buat gugurin? Dia balikan sama Agatha dan aku ngga mau jadi penyebab hancurnya hubungan mereka."

"Dan dia bakal dengan mudah lepas dari tanggung jawabnya?"

"Aku ngga butuh tanggung jawab Karel."

Alena mendengus kasar.

"Zet, jangan bodoh! Kamu—"

"Kakak tadi udah janji ngga akan bilang sama siapapun walaupun itu Karel!" ungkit Zeta yang membuat Alena menyerah.

"Kamu yakin sama keputusan kamu ini?" Azeta mengangguk mantap. Lagi-lagi Alena mendengus kasar sebelum keluar dari kamar adiknya.

****

Karel, sabar dulu ya ketemu Kievnya...
💋💋💋



beautiful accidentWhere stories live. Discover now