38. Confession

2.3K 231 147
                                    

"Gimana? Kamu mau ngomong apa jadinya?" Sarada memandangi Boruto yang mengambil kursi. Duduk di sebelah ranjang istrinya, Boruto tiba-tiba meraih tangan Sarada yang terpasang infus.

Sarada masih menatap Boruto bingung. Kelakuan suaminya itu benar-benar acak sekali.

"Kita udah banyak ngelanggar kontrak kita." Boruto mengelus punggung tangan Sarada lembut. Sarada masih menatap Boruto menunggu lanjutan kalimat suaminya yang hobi menggantungkan ucapan.

"Terus?"

"Kalo semisal kita sekalian hilangin kontrak kita, kamu setuju?" Safir Boruto menatap serius obsidian istrinya. Bersungguh-sungguh, tangannya mengelus lembut jemari Sarada yang ada di genggamannya.

Sarada yang mendengarnya terhenyak.

"Maksudnya hilangin kontrak, tuh, gimana? Aku belum nangkep maksud kamu." Sarada masih menuntut penjelasan Boruto. Sebenarnya Sarada sudah paham sedikit-sedikit tentang perkataan Boruto.

Tapi wanita itu ingin mendengar kalimat mutlak keluar dari mulut suaminya.

Kapan lagi Boruto berkata terang-terangan untuk hal seperti ini? Kesempatan tidak boleh disia-siakan!

"Yaa, kita jalanin pernikahan kita kayak pernikahan pada umumnya. Tanpa kontrak yang berlaku. Kita besarin anak kita bareng-bareng. Enggak perlu bercerai setelah dua tahun," jelas Boruto menerangkan maksudnya. Sarada mengulum bibirnya yang mampir tersenyum haru.

Ia masih punya beberapa pertanyaan yang harus Boruto jawab demi kenyamanan hatinya.

"Kenapa aku harus ngelakuin itu, Bolt? Kalo semisal aku enggak mau, gimana?" tanya Sarada terang-terangan, membuat Boruto menggigit bibirnya kelu.

Pria itu menundukkan kepala, menatap jemari Sarada yang ada di genggamannya.

"Itu ...." Lidah Boruto kelu, ia belum sanggup menjawab. Hatinya sudah menjawab, tapi mulutnya tak sanggup mengeluarkan suara.

"Itu apa?" Sarada setia menunggu jawaban Boruto. Boruto menarik napas dalam-dalam, mengembuskannya dalam tiga ketukan.

"Aku rasa kamu udah tau jawabannya." Boruto menundukkan kepala, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena salah tingkah. Tanpa sadar pria itu meremas jemari istrinya lembut.

Sarada tertawa kecil. "Emang jawabannya apa, Bolt? Kok aku enggak tau, sih?" goda Sarada lagi.

Wanita itu sebenarnya sudah mengerti apa yang Boruto maksud. Tapi jujur Sarada sangat ingin mendengar pengakuan keluar dari mulut Boruto sendiri.

Kalau memang ini karena hormon kehamilannya, katakanlah ini ngidam yang pertama kali.

"Aku ...." Boruto menggigit bibirnya.

Kenapa susah sekali mengatakan hal ini, sih?!

"Aku apa?" Sarada mulai tak sabar. Uh, Boruto ini bertele-tele sekali.

Tapi akhirnya Boruto meraih tangan Sarada, mendekatkan wajahnya pada tangan yang ia genggam. Mengelus jemari Sarada pelan, Boruto mencium tangan istrinya lembut.

"Aku rasa aku enggak bisa hidup normal kalo enggak ada kamu."

Boruto mencium lama tangan Sarada, membuat wanita itu memejamkan mata menikmati sentuhan bibir suaminya.

"Cuma itu? Kita 'kan tetep bisa ketemu setelah cerai," pancing Sarada lagi. Boruto menelan ludahnya pelan.

Gimana aku ngomongnya?

"Bilang aja sama aku, alesan sebenernya apa," tambah Sarada lagi, berusaha meyakinkan Boruto. Boruto melepas kecupan di punggung tangan Sarada, menghela napas panjang sebelum mengucapkan kalimatnya.

Unpredictable Marriage | BoruSaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang