Kebetulan

34 12 0
                                    

Di bawah jurang, Belva terbangun dari pingsannya karena suara gemercik air. Keadaannya sangatlah parah, keningnya yang berdarah dan jaketnya terkoyak-koyak akibat goresan kayu saat terjatuh. Badannya juga seakan remuk, tulangnya seakan ada yang patah.

Langit sudah berubah warna menjadi jingga, yang artinya hewan-hewan sudah pasti akan mulai keluar.

"Belva ... kau di mana, tolong jawab!"

Suara itu membuatnya menoleh ke arah tas yang ada di dekatnya. Suara itu dari Handy Talky yang diberikan Glen padanya tadi.

Ada rasa aman dan lega mendengar suara itu. Diakemudian berusaha mengambil benda itu, walaupun sulit menjangkaunya, tapi dia harus berusaha. Dan yah, dia berhasil.

"Mikeil...." panggil Belva dengan suara sangat lemah.

Di balik telpon sana Mikeil langsung berhenti berlari karena mendengar suaranya.

"Belva."

"Hm," jawab Belva semakin lemah.

"Kamu dimana?" tanya Mikeil dari seberang sana membuat Glen berhenti berlari.

"Aku tidak tau."

"Katakan ciri-ciri tempatnya, kami akan datang menjemputmu!" kata Mikeil dengan suara khawatir.

Belva menoleh ke arah suara air itu.

"Sungai," jawab Belva lemah.

"Kami akan kesana, tetap di tempatmu Oke!" kata Mikeil.

"Hmm."

Di sebrang sana, Glen menuju ke arah Mikeil.

"Di mana?" tanyanya

"Sungai." Kata Mikeil berkomunikasi dengan gurunya.

Tourgade yang mendengarnya mengangkukkan kepala lalu mengatakan, "Arah Barat, di sana ada sungai."

Kata Maryo menghubungi temannya dan Mikeil juga mendengarnya.
Mereka semua kemudian menuju ke arah Barat.

Di sana, Belva terdiam kaku. Sebab seekor ular piton menuju ke arahnya. Dia pasrah, karena memang dia tidak bisa menghindar dari maut kali ini.

Dia tersenyum kecut.

"Kalau memang ini akhir hidupku, aku menyerahkan hidupku padamu Tuhan," ucapnya memandang langit.

"Belva tetap bicara!"

"Belva!"

"Belva!" panggil Mikeil namun Belva tak menghiraukannya.

Ular piton itu semakin mendekatinya. Takut? Sudah pasti dia rasakan, tapi dengan keadaan seperti itu, dia tidak akan mungkin akan lari. Berlari pun dia akan tetap dimakan ular piton besar itu. Jadi berdiam saja!

Namun betapa beruntunnya dia, karena ular piton itu hanya melilitkan badannya tepat di sampingnya dan menatapnya secara intens.

"Kenapa tidak memakanku?" tanyanya pada ular itu.

"Aku sudah sangat bosan dengan hidupku, tidak ada kebahagiaan sama sekali. Dan Audrea benar, aku sudah ngancurin banyak kehidupan orang. Aku pantes mati" ucapnya pelan.

"Aku sangat mengantuk, jika kau ingin memakanku, makan saja."

Dan tanpa sadar diaa memencet tombol Handy Talky dan membuat Mikeil mendengarnya.

"Kamu bicara dengan siapa?" tanya Mikeil dari seberang sana.

"Ular," jawabnya lalu menutup mata.

Why Should Be Me [ Tamat ]Where stories live. Discover now