[fh · 28] - jealousy blinded, but the heart finds its way

59 11 2
                                    

Akhir Februari, 2022.

Pagi memang tidak lagi dini, tetapi mentari juga tidak terlalu tinggi. Angin tak juga mengamuk hari ini, pun mega tidak punya tanda hendak menggabungkan diri. Namun, di ujung koridor, hampir dekat dengan Fakultas Teknik, keramaian tak biasa memantik diri untuk mendekati.

April dan Fira datang ke kampus seperti biasa. Bagian yang sedikit berbeda hanyalah pada para mahasiswa yang mulai memerhatikan Fira sejak pameran pakaian saban hari. Memberi selamat, berbasa-basi soal gaunnya di pameran kemarin, atau minta dibuatkan gaun yang desainnya sebelas duabelas. Seharusnya itu adalah hal yang normal. Fira harus mulai terbiasa untuk menjadi pusat perhatian mulai dari sekarang.

Akan tetapi, bukan itu satu-satunya hal yang akan menjadi kejutan di hari yang terlampau cerah itu. Ada yang salah dengan setiap akhir bulan.

Kedua gadis itu kalang kabut, menderapkan langkah sedikit gaduh sembari membuka kerumunan untuk melihat keriuhan apa yang sedang mereka tonton sebagai hiburan di pagi hari. Fira membelalak, April menutup mulutnya dengan tangan.

Arya dan Randi saling memukul penuh gairah.

Bukannya mencoba meredakan, para mahasiswa yang sebenarnya suka pertengkaran malah menyorakkan mereka untuk tetap saling memukul. Keduanya seperti sama-sama penuh amarah, entah apa yang menjadi penyebab pergulatan kedua laki-laki itu. Sudut bibir Randi berdarah, tulang pipi, dan sudut matanya biru keunguan. Arya juga tak kalah menyedihkan; sudut bibirnya hampir sobek, hidungnya mimisan, sudut mata kanannya membiru dan berdarah juga.

"Arya! Randi! Stop!"

Teriakannya menggema lama, berdenging di daun telinganya sebentar bersama sorakan-sorakan yang meminta untuk pertengkaran itu dilanjutkan. Perut Randi dilayangkan sebuah pukulan hingga terkapar di paving block keabu-abuan.

Arya berdesis sembari menyeka darah yang mengalir dari hidungnya. Kemungkinan patah, ia tak tahu. Namun, ia hanya ingin memberi pelajaran pada laki-laki yang tengah mengaduh kesakitan memegangi perutnya itu. Arya menarik kerah kaos putih Randi. Mendaratkan dua, tiga, empat, bogem mentah ke wajahnya.

"Kamu pikir kamu pantes untuk dia?" cetus Randi begitu kepalan tangan hampir menyentuh wajahnya. Tidak mendapat kesempatan mencumbui wajah yang babak belur itu, dibiarkan tetap melayang di udara.

Sayangnya, Arya terlalu sibuk memupuk amarah dalam dadanya. Ia hilang kosentrasi hingga Randi melayangkan kepalan pukulan terlalu bertenaga ke perutnya. Mahasiswa jurusan manajemen bisnis itu terbatuk-batuk. Randi bangkit, memberi dua tiga tinju ke rahang Arya sampai laki-laki itu terduduk di paving block. Si mahasiswa arsitektur menyeringai, menyeka sudut bibirnya, merasa puas telah menaklukkan lawannya hanya dengan sepenggal ucap.

Semua orang pikir---bahkan April dan Fira---adegan baku hantam hanya berakhir sampai di situ. Nyatanya, Arya bangkit lagi dan meninju rahang bawah Randi hingga terduduk. Arya berubah menjadi liar, melayangkan tinju demi tinju di perut dan wajah Randi. Berdesis tak keruan, matanya seperti sudah digelapkan dengan sebuah emosi yang membuatnya kacau berantakan.

"Kamu pikir, kamu juga pantes buat dia?" Arya berdecih, menarik kerah kaos Randi agar laki-laki itu melihat kilat-kilat yang memancarkan amarah di matanya. "Kamu nggak akan bisa nempatin ruang itu."

"Arya, berhenti!" Seorang gadis memekik lagi, gadis yang sama dengan suara beberapa menit lalu. Suara yang sangat-sangat Arya kenal. Suara yang benar-benar Arya rindukan. Derap langkah bergerak mendekat, ia mendorong dada kedua laki-laki dengan napas memburu itu. Fira berdiri di antara keduanya. "Kalian kenapa, sih? Nggak bisa diselesaikan baik-baik?"

Kapan terakhir kali Arya merasakan jika Fira berdiri sedekat ini? Sekonyong-konyong aroma bunga jasmine menguar dan berputar-putar di sekitarnya. Arya berusaha meraupnya sebanyak mungkin meski hidungnya terasa sangat perih.

Forever Hours [ completed ]Where stories live. Discover now