[fh · 26] - almost drowned in the tense situation

49 11 2
                                    

Pertengahan Februari, 2022.

[Semua produk yang telah siap, akan dipamerkan. Kalian semua harus punya seorang model yang benar-benar cocok. Tiga produk terbaik dengan model yang sesuai akan mendapat nilai plus sekaligus berkesempatan mendapat pekerjaan di butik ternama di Semarang. Pameran akan dimulai setelah makan siang di Fakultas Teknik. Good luck!]

"April!"

Pekikannya terlalu melengking, menjalar cepat seperti kilat yang datang bersama gemuruh ketika awan hampir melahirkan hujan. Menggema cukup lama di kamar asrama yang tak terlalu lebar itu. Padahal, di balik jendela, langitnya bahkan biru terang, sedikit dikotori ceceran-ceceran awan tipis.

Gadis yang tadinya masih terlelap di ranjang bagian atas, berjengit kaget. Ia terduduk dengan rambut kusut, matanya membelalak, tetapi pikirannya linglung. April menoleh kanan-kiri sebentar lalu menggaruk pipinya.

Kamar asrama berlantai kayu itu mendadak kalang kabut. Mentari baru saja muncul melahirkan pagi yang riuh, debam-debam langkah diayun agak gaduh. Akibat sebuah pesan, kedua gadis yang bahkan belum sempat beberes itu disuguhkan dengan berita yang membuat dada bergedebukan.

April dan Fira sibuk dengan gawai masing-masing. Banyak panggilan dilakukan, belasan pesan dikirimkan, ucap demi ucap dilontarkan, langkah-langkah yang hilir mudik seolah berharap menemukan sebuah titik terang. Namun, banyak di antaranya berakhir dengan desah kecewa yang terlalu kentara.

"Nggak ada yang bisa. Gimana, dong?" April terdengar putus asa. Bahunya sudah merosot, seolah ikut merasakan kecewa yang mungkin akan ditelan sahabatnya hari ini.

Zhafira Freya melirik sahabatnya sebentar. Tanpa tenaga, tubuhnya terduduk begitu saja di ranjang bawah yang belum dibereskan; selimutnya belum dilipat, bantal-bantalnya bertebaran, dan seprainya kusut sana-sini.

Dentum-dentum dalam dadanya belum berhenti bertalu. Napasnya memburu seperti baru saja berlari sangat jauh, padahal ia hanya diburu waktu. Maniknya menjatuhkan pandang pada sebuah manekin setengah badan tanpa kepala di samping lemari pakaian mereka.

Gaunnya sudah selesai, cantik. Warnanya dusty, seperti kelopak kamboja-kamboja yang baru saja mekar. Silhouette-nya [1] punya model ballgown, tetapi Fira mengambil referensi juga dari model bouffant. Waistline-nya [2] dibuat agar mengikuti bentuk pinggang, diberi ikat pinggang dari satin dengan warna nude. Untuk sleeve [3], Fira tak ambil pusing dengan banyak desain, hanya model yang membentuk lekuk lengan dengan panjang hampir menyentuh siku. Skirt [4] gaunnya selutut dan neckline [5] yang digunakan adalah sweetheart. Untuk menutupi bagian bahu, Fira menambahkan lagi kain chiffon agar bagian atas tak terlalu terbuka, tetapi juga tak memberatkan si pemakai gaun. Ada bunga besar di dada kiri dan bunga-bunga kecil di pinggang.

Fira mengerahkan semua kemampuannya untuk membuat pakaian terbaiknya. Dibuat dalam empat hari berturut dengan menggunakan mesin jahit peninggalan bundanya. Ia takut, hanya karena tak mendapat seorang model, meskipun pakaiannya sebagus apa pun, ia tak berakhir mencapai mimpi pertamanya untuk mendapat pekerjaan itu.

April memang pernah bilang, tidak ada salahnya mencoba dulu, soal kalah menang, urusan belakangan. Namun hari ini, kalimat itu tak lagi bisa menenangkan. Ia sudah sangat keras mencoba, setidaknya ada hasil yang lebih baik untuk Fira dapatkan.

Gadis yang masih mengenakan piama tidur itu menghirup napas dalam-dalam. Gigi-giginya tak henti menjepit bibir bawah. Begitu matanya menjatuhkan tatap pada April yang bersandar di meja belajar, cahaya matahari yang menelusup dari tirai putih yang belum dibuka seolah memberi ilusi lampu sorot padanya. Fira tiba-tiba dihantam sebuah ide.

Forever Hours [ completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang