[fh · 08] - blank canvas with a love story painting

80 14 0
                                    

Bisakah kau lukiskan kisah kita;
kisah cinta yang selalu berpegang pada suka,
menghalau duka,
dan tak lekang dipanggang usia?

***

Akhir September, 2018.

Pelataran sekolah terbakar. Angkasa seolah ingin memayungi para insan dengan panas membara. Meskipun begitu, kepala sekolah tetap saja mengumpulkan para siswanya di lapangan. Beruntungnya, mereka diperbolehkan berteduh di bawah pohon yang tumbuh di pinggirannya.

Bukan tanpa sebab, para siswa terpilih yang karyanya dipajang di mading sekolah kemarin akan mendapatkan hadiahnya langsung di hari itu. Walaupun terkesan tidak terlalu penting, tetap saja kepala sekolah memilih mengumpulkan para siswa SMA 1 Perwira sebagai bentuk kehormatan dan contoh agar ke depannya ada yang bisa berusaha memberikan karya terbaiknya lagi.

Sepuluh murid-empat siswa dan enam siswi-dikumpulkan menghadap pada semua orang. Mereka diberi penghargaan dan juga hadiah yang telah dijanjikan. Siswa lainnya pikir, acaranya hanya sampai di sana. Sayangnya, masih ada sepatah dua patah kata yang disampaikan kepala sekolah sebagai motivasi kreativitas. Belum lagi wakil kepala kurikulum yang lebih menekankan perkataan kepala sekolah. Beberapa siswa bahkan ada yang diam-diam mengeluh karena hampir melewatkan istirahat untuk makan siang di kantin.

Fira, gadis dengan rambut berkucir tinggi juga beberapa titik peluh yang membasahi sekitaran dahi merasakan bahwa tangannya diremas pelan, lantas berubah menjadi remasan keras di tangan kiri. Gadis itu sampai meringis.

"Kamu kenapa, sih? Sakit tau," desisnya sembari memiringkan kepala sedikit ke kiri. Ibu wakil kepala kurikulum itu belum juga menyelesaikan pidatonya. Sedangkan Fira, jujur saja sudah sangat pegal berdiri cukup lama di sana. Apalagi dipandangi hampir seisi sekolah, rasanya sangat tidak nyaman.

Ia merasakan tangannya diremas lagi meskipun tidak sekuat sebelumnya. Ada desis yang tidak Fira mengerti terdengar. "Aku. Kebelet. Pipis. Ra." Dari suaranya, Fira dapat menebak jika April merapatkan gigi-giginya.

Hampir saja Fira menyemburkan tawanya. Ia bahkan tidak tahu harus mengasihani sahabatnya atau memberikan guyonan di saat seperti ini. Namun, mengingat mereka yang berdiri di sana satu jam hanya untuk mendengar pidato, rasa-rasanya Fira akan jadi teman yang sangat kurang ajar telah menertawakan temannya sendiri.

"Baiklah, sekian dari Ibu. Terima kasih atas perhatian kalian semua." Wanita berumur empatpuluh tahunan itu menoleh ke belakang; pada kesepuluh siswa terpilih. "Kalian boleh kembali ke tempatnya." Lantas, ia beralih kembali menatap ke depan. "Nah, karena sekarang sudah istirahat, murid-murid sekalian boleh langsung membubarkan diri. Jangan lupa tetap menjaga kebersihan lingkungan sekolah kita. Sekali lagi Ibu ucapkan terima kasih."

Pelantang suara digenggaman wanita itu berdenging panjang. Fira merasakan ngilu pada bagian telinga kanannya. April melenguh panjang sembari menarik lengan kiri Fira yang sedari tadi menjadi sasaran empuknya.

Gadis dengan rambut bergaya bob itu menarik Fira tak sabaran; membelah lautan manusia yang sama sibuknya hendak menuju kantin. Berkali-kali April mengeram kesal sebab tak diberi jalan. Wajar saja, adalah hal yang sulit untuk menahan buang air kecil.

Salah satu bilik toilet berdebam agak keras. Lantas setelahnya, seseorang di dalamnya sana menggerutu kesal. Fira hanya menghela napas panjang dan memilih mencuci tangan tangan di westafel.

Gadis itu mengibas-ngibaskan tangan sebelum akhirnya menatap kaca besar di sana. Dengan tubuh tersentak, ia hampir saja memekik hebat kala menatap bayangan seseorang di belakangnya. Buru-buru ia berbalik dan mendorong orang itu keluar dari toilet perempuan.

Forever Hours [ completed ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora