14

96 72 8
                                    

"KASAMATSU-SENPAI JANGAN NEKAT NANODAYO."

Nada C1 yang begitu keras sehingga membuat Miyaji, Moriyama, dan para pengguna seragam beraroma obat-obatan pun langsung berlari menuju asal suara tersebut. Suasana di atap tempat para insan menyembuhkan penyakitnya menciptakan dera angin yang sangat dahsyat.

"Ugh . . . Hah hah maaf nodayo. Aku mohon jangan lakukan itu."

Ujar pemilik nada c1 seraya menjaga jarak dari teruna yang baru saja secara tidak sengaja ia tindih usai mendorongnya sebab teruna itu bersiap-siap melompat dari tempat tersebut.

"Woooo Wooo Wortel."

Teriak sosok yang mempunyai Nada F1 dengan salah satu jarinya menunjuk tepat di hidung subjek yang dipanggilnya wortel itu, sementara sang pemilik hidung menilik tajam beserta perempatan siku-siku muncul di pelipisnya.

"Ekhem . . . Bagaimana kabar mu Miyaji-Senpai? Sepertinya kau sudah menua ya karena bisa lupa dengan nama adik kelas mu sendiri Nanodayo."

Sahut teruna yang dipanggil wortel oleh pemilik nada f1 dengan bersusah payah menyembunyikan rasa menggemaskan kepada seniornya. Hasrat ingin mencubit ginjal begitu kuat sampai geraman yang keluar dari sosok yang dipanggil wortel oleh Miyaji,

"Hei hei jangan tersinggung begitu dong! Bukankah seharusnya panggilan wortel sudah tidak asing lagi di telinga mu? Ingat kan bahwa selama 3 tahun di Shuutoku bahwa aku memanggil mu dengan sebutan wortel kan?"

"Sssst. . ."

Miyaji hanya menerima respon tilikan tajam serta sebuah suara seperti ular dari adik kelasnya itu, bukan sekedar tilikan tajam biasa. Saat bola mata milik teruna bersurai kuning kehijauan itu ikut serta menoleh apa yang sedang dilihat mantan Shooting Guard Kiseki No Sedai ini.

Dua orang pria dewasa saling berdekapan dan salah satu dari mereka mengeratkan dekapan tersebut, pria dengan otot yang lebih menampak jelas.

"Kenapa Kasamatsu? Ucapkan saja! Aku tidak akan memarahi mu, kau mengerti?"

Pria dewasa yang dipanggil Kasamatsu itu hanya menundukkan kepala seraya mengigit bibir bagian bawah. Anila berhembus di atap rumah sakit menyebabkan atmosfer di tempat itu menjadi tegang beberapa saat, kemudian berubah menjadi canggung ketika kelima jari seseorang bergerilya pada paras seorang pria dewasa yang tampak suram. Mulai dari pelipis yang ia usap-usap, lalu pipi yang dielus-elus, dan berakhir di dagu. Setibanya di dagu, ke-empat jari bersembunyi, hanya menyisakan satu jari saja yakni digitus secundus. Si digitus ini mengangkat dagu seseorang yang sedang menunduk. Dua pasang netra yang tidak sama warna dan bentuknya saling bertukar pandang.

*Cup*

Sebuah pertemuan singkat antara bibir dan pipi pun terjadi hingga menimbulkan rona merah muda pada pipi dua insan berjenis kelamin sama. Keduanya menjadi canggung dan jarak pun memisahkan mereka beberapa centimeter, lalu Sang Pemilik bibir yang meninggalkan dosa di pipi rekannya itu memijat pelan pelipisnya sendiri sembari menyesali perbuatannya tadi,

"Aku benar-benar minta maaf karena terlalu bersemangat untuk menenangkan diri mu."

"Aku juga minta maaf karena telah membuat mu terpancing untuk melakukan dosa."

Moriyama kembali mendekap erat Kasamatsu sembari mengusap-usap rambutnya,

"Beritahu aku Kasamatsu, kau tidak mungkin mengambil keputusan bodoh begini jika tidak ada penyebabnya bukan? Aku yakin semua yang ada disini akan membantu mu."

*Hiksss. . . Tes... Tes....*

"Apa kau belum bisa mengikhlaskan kematian Kise huh?"

Beberapa netra dengan warna yang tidak sama saling menoleh satu sama lain setelah indera pendengaran mereka mendapati pertanyaan untuk latihan senam jantung terhadap orang yang baru saja tertimpa musibah. Begitu tahu mulut siapa yang mengeluarkan kata-kata kurang empati, mantan shooting guard Shuutoku ini langsung membungkukkan badan dihadapan Kasamatsu yang isakkannya semakin kencang. Isakan tanpa suara hanya terasa dan terlihat oleh orang-orang yang memiliki kelebihan empati seperti Moriyama dan Midorima.

My SinWhere stories live. Discover now