"Zel," panggil Samuel pada Azura yang sejak tadi sama sekali tidak mau menatapnya. Ia berjalan mendekat, tetapi Azura dengan cepat menjauhinya. Hal itu membuat Samuel menghela napas berat. Ia tahu kalau gadis itu pasti sangat marah kepadanya.

Samuel kembali mendekat ke arah Azura. "Jalanan lagi panas-panasnya. Pakai topi gue." Samuel melepas topi hitam berlambang Diamond di kepalanya, kemudian memakaikannya kepada Azura. Gadis itu tidak menolaknya.

"Marah aja, Ra. Biar mampus dia," ujar Farzan mengompori.

Samuel hanya membalasnya dengan lirikan mautnya. Ia tidak boleh terpancing emosi. Yang penting sekarang ini adalah bagaimana caranya agar Azura tidak lagi marah kepadanya.

"Disuruh Bunda buat jagain." Samuel menengadahkan tangannya di depan Azura. Memberikan kode pada gadis itu untuk saling menautkan tangan mereka.

"Nggak mau. Aku sama Ilona aja. Kamu cuma disuruh sama Bunda." Azura memalingkan wajahnya, enggan menatap Samuel.

"Enggak. Ini niat gue sendiri buat jagain lo," balas Samuel.

Perlahan, Azura mulai kembali menatap Samuel. Ia memicingkan matanya untuk memastikan apakah cowok itu berbohong atau tidak. "Beneran?"

"Beneran."

"Kemauan sendiri?"

"Iya, Rapunzel," balas Samuel membuat Azura langsung menerima uluran tangan cowok itu.

"Jangan marah lagi." Ibu jari Samuel mengusap lembut punggung tangan Azura.

"BURUAN WOI! MALAH PACARAN LO BERDUA!" teriak Canva dari kejauhan. Cowok itu sudah membawa dua kantong kresek besar yang berisi beberapa nasi kotak di kedua tangannya.

Samuel meringis pelan mendengar teriakan dari sahabatnya itu. Tanpa lama-lama lagi, ia pun ikut mengambil kresek yang sudah diisi dengan beberapa nasi kotak kemudian membawanya bersama Azura.

Mereka semua pun mulai memencar secara berpasangan. Terik matahari yang menyengat kulit itu tidak membuat niat baik mereka luntur. Mereka membagikan itu kepada orang-orang yang berada di pinggir jalan. Penyapu jalanan, pedagang asongan, pengemis, dan rakyat biasa yang kebetulan lewat di sana.

"Baby El, kulit aku gosong," ujar Azura, mengadu kepada Samuel. Ia merasa kalau kulitnya terbakar oleh sinar matahari yang sangat menyengat. Azura tidak pernah keluar rumah di siang bolong selama ini. Dan momen kali ini adalah hal baru untuknya.

"Bentar lagi selesai," jawab Samuel seraya terus berjalan untuk membagikan nasi kotak yang tersisa.

Azura hanya bisa pasrah saja. Ia terus mengekori cowok itu dari belakang seperti anak kecil dan berpegangan pada jaket bagian belakang Samuel agar tidak ketinggalan.

Pandangan mata Azura terhenti ke arah Ilona dan Areksa yang berada di seberang. Keduanya sama-sama memakai kaos berlengan pendek dan juga tidak memakai topi.

"Mereka bener-bener nggak takut gosong," gumamnya.

"Udah biasa. Lo aja yang lebay," balas Samuel yang mendengar perkataan Azura.

"Aku nggak pernah keluar rumah di siang hari sebelumnya."

"Gue masih penasaran kenapa lo nggak dibolehin keluar rumah sama almarhum orang tua lo?" kata Samuel.

"Mama sama Papa takut nasib aku sama kayak Abang." Azura cemberut kesal.

"Abang lo kenapa?"

"Abang, kan, udah pergi duluan waktu aku masih umur tujuh tahun."

Samuel sontak menghentikan langkahnya ketika mendengar jawaban dari Azura. Ia menoleh ke belakang untuk melihat gadis itu. "Meninggal karena apa?" tanyanya.

SAMUELDonde viven las historias. Descúbrelo ahora