Devan menatap lekat kertas itu, mengambilnya dari tangan Alexa. "Simpan aja, siapa tau butuh."

Devan mengangguk setuju. "Balik gih ke kelas," ujar Devan.

"Laksanakan, Kapten."

Devan tersenyum manis, ia mengusap lembut surai gadisnya.

* * * * * *

Semua atensi mengarah ke Devan, saat laki-laki itu baru saja datang bersama Alexa. Mereka kembali berkumpul di Markas utama.

Devan membersihkan sofa di sampingnya, lalu menarik tangan gadisnya untuk duduk di sofa itu. Meletakkan bantal di sandaran sofa agar gadisnya nyaman.

"Clue lagi." Devan meletakkan kertas di atas meja.

Ke-enam inti Ravegas saling bertatapan. Di ruangan ini hanya ada delapan orang, tujuh inti Ravegas dan Alexa.

Kenzo mengambil kertas itu, dahinya berkerut. "Orang-terdekat-mu," eja laki-laki itu.

Farrel mengernyit. "Penghianat itu?"

Vano mengambil alih kertas itu. "Mata gue burem, nggak liat apa-apa," katanya saat melihat angka di kertas itu.

Arya tertawa kecil. "Lo sama gue itu sebelas duabelas, lo bego, gue tolol."

"Gue mau ngucapin makasih, tapi gue sendiri bingung siapa orangnya," tutur Farrel, laki-laki itu menatap ketuanya. "Dapet ini dari mana, Van?"

"Loker," jawab Devan. Laki-laki itu sibuk mengusap kepala Alexa yang bersandar di dada bidangnya.

Kenzo menatap Alexa. "Lexa, ada siswa atau siswi dari kelas lo yang sikapnya aneh?"

Alexa bergeming, kemudian mengangguk pelan. "Adrian?" Alexa menjeda ucapannya. "Dia sering rusuhin gue."

Devan mengernyitkan keningnya. "Rusuhin gimana?"

Alexa mengedikkan bahunya. "Ya gitu, sering nanya-nanya, jadi risih."

Arya menggaruk pelipisnya. "Mungkin dia suka sama lo." Devan mendengkus sebal.   

Setelah itu, tidak ada lagi percakapan. Kenzo, Farrel, dan Rayyan sibuk bermain game. Arya dan Vano mengganggu Daniel yang tertidur di sofa. Sampai membuat laki-laki itu misuh-misuh.

"Devan, tau nggak." Devan menggeleng pelan. "Nggak, kenapa?" Laki-laki itu menanggapi ucapan Alexa.

Alexa menatap ke depan, matanya seolah sedang menerawang, melipat kedua tangannya di depan dada, mengerucutkan bibirnya sebal. Membuat Devan tersenyum gemas.

"Beberapa hari yang lalu aku pergi jalan sama temen-temen ke rumah Nara. Terus kita ber empat mampir ke Mall." Devan mendengarkan dengan seksama.

"Tiba-tiba ada perempuan asing yang dorong bahu aku." Devan memiringkan kepalanya. "Oh, ya?"

Alexa mengangguk dua kali. "Iya, padahal kita nggak saling kenal, ketemu aja baru satu kali. Belagak marah lagi."

Devan mengangguk-angguk. Tangannya terulur memijat pelan pelipis gadisnya. "Emang Alexa ngelakuin apa sampai dia marah?"

Alexa menggeram sebal. "Dia itu ngaku-ngaku jadi pacar kamu tau, terus dia bilang aku pelakor. Nggak ngaca kali tuh orang, tapi kayaknya dia bukan dari SMA kita deh. Cewek itu masih pakai seragam, tapi mukanya kayak tante-tante," oceh Alexa.

Devan menggapainya. Laki-laki itu sesekali mengangguk-anggukan kepalanya, menatap Alexa yang terus mengoceh, bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Tangannya mengusap lembut kepala Alexa.

DEVANDRA [PRE ORDER]Where stories live. Discover now