* * * * * *

CHAPTER 34: NEW CAPTAIN

Suasana koridor SMA Alanka tampak sepi karena sekarang sudah masuk jam belajar. Hanya ada beberapa siswa-siswi yang berlalu lalang dan beberapa kelas yang memang berada di luar untuk mengikuti pelajaran Penjaskes.

Seperti kelas XI IPA 1, hari ini jadwal mereka pelajaran Penjaskes.

"Ahmad, pimpin rakyat kamu untuk melakukan pemanasan." Ahmad mengangguk, ia maju lalu berdiri di depan.

"Rakyat-rakyat gue yang makmur sentosa, mari kita ber---"

"Bentar," potong Pak Djarot. "Bisa ganti dengan kata lain? Sentosa nama bapak saya btw."

Bima mengernyitkan keningnya. "Lah, saya kira namanya Santoso, Pak."

Pak Djarot mengangguk. "Iya, Bapak saya ada dua, Santoso sama Sentosa."

"Kok gitu?" sahut Bayu.

"Mama saya lonte," balas Pak Djarot lempeng.

Ahmad melotot kan matanya. "Buset, guru gue nggak ada akhlak," gumamnya.

Pak Djarot menatap Ahmad. "Apa kamu bilang?"

Ahmad menggeleng. "Nggak, Pak." Ia menatap teman-temannya kembali. "Para rakyat gue, sebelum kita melakukan pemanasan, marilah kita berdoa sesuai dengan agama masing-masing. Do'a dimulai." Ahmad menunduk, berdo'a diikuti para rakyatnya. "Do'a selesai."

"Oke semua. Kedua tangan di angkat ke atas." Ahmad mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. "Putar ke belakang, kita kayang." Ahmad melakukan gerakan kayang.

Semua murid XI IPA 1 melongo. "Lo gimana sih, Mat. Orang disuruh pemanasan malah kayang," kesal Bima.

Ahmad berdecak. "Tolongin gue bangun dulu woyy!! Nggak bisa bangun ini," kata Ahmad yang masih melakukan kayang.

Pak Djarot maju. Bukannya membantu, ia malah berucap, "Kayang yang bener itu gini." Pak Djarot mengangkat punggung Ahmad semakin tinggi. "Adoh, Pak! Saya nggak bisa bangun, tolong Pak!!"

Pak Djarot tertawa, ia membantu Ahmad berdiri. "Balik ke barisan kamu." Ahmad kembali ke barisannya.

"Karena saya tadi mendapat panggilan mendadak, jadi kalian bebas mau melakukan apa, mau kayang kayak Ahmad juga boleh. Saya permisi." Pak Djarot berjalan menuju ruang guru.

Rakyat sebelas IPA 1 mendadak heboh. Beberapa siswa langsung bergerak ke ruang olahraga untuk mengambil peralatan main.

"Gue heran, setiap kita olahraga, Pak Djarot izin mulu. Jadi kita jamkos lagi," ujar Aurel.

Alexa mengangguk. "Nikmatin aja."

"Guyss!!! Main ini yokk." Clara mengangkat bola basket yang berada di tangannya, bola itu ia dapat dari Bayu.

Lauren berseru setuju, "AYOK!! MARI KITA COBA!!"

Mereka membagi dua tim, permainan hanya dimainkan oleh murid perempuan saja. Murid laki-laki nya lebih memilih memainkan sepak bola, badminton, dan lain-lain. Sedangkan beberapa murid lainnya lebih memilih berteduh.

DEVANDRA [PRE ORDER]Där berättelser lever. Upptäck nu