Alexa duduk bersimpuh, ia berusaha mengingat beberapa adegan sedih yang pernah ia tonton, terus mengingatnya hingga mengeluarkan air mata. "Devan," isak Alexa.

Devan mengalihkan perhatiannya dari lapangan, ia memperhatikan dua gadis yang berada tak jauh darinya. Laki-laki itu menyipitkan matanya. "Alexa?" Devan berlari menghampiri gadisnya.

Jennifer membulatkan matanya. "K-kok?"

Devan menggeram saat melihat kaki gadisnya yang mengeluarkan darah. Tanpa aba-aba ia menggendong gadisnya dengan gaya bridal style.

"Sakit. Kaki aku sakit, Devan," racau Alexa. Devan menatapnya penuh khawatir. "Iya, Sayang."

Devan beralih menatap Jennifer tajam. Gadis itu masih diam di tempat, mencerna kejadian yang barusan terjadi. "Lo harus ngerasain apa yang cewek gue rasain, bitch," desis Devan.

Diam-diam, Alexa menyeringai. Gadis itu memperhatikan Jennifer yang masih menegang. Alexa menyandarkan kepalanya di dada bidang Devan. "Sakit, perih." Alexa berusaha memperpanas keadaan.

Devan menunduk, menatap gadisnya. "Iya, ke rumah sakit, ya?"

Alexa menggeleng. Rasa sakit lukanya tak seberapa. "UKS aja." Devan mengangguk, ia berjalan menuju UKS.

Jennifer mengepalkan kedua tangannya, matanya sedikit berair. Melihat laki-laki yang sudah lama ia sukai menggendong gadis lain. "Awas aja lo," gumam Jennifer. Ia berdiri, melangkah menuju kelasnya.

Devan meletakkan gadisnya di brankar UKS. Mengambil kotak p3k di lemari. Laki-laki itu sengaja tidak memanggil petugas UKS. Ia tidak mau gadisnya disentuh orang lain.

Devan meneteskan betadin di kapas, lalu mengobati kaki gadisnya setelah dibersihkan terlebih dahulu. "Aw, sakit."

Devan menatap wajah gadisnya. Ia memandang Alexa khawatir. "Tahan, ya."

Devan kembali mengobati kaki gadisnya. Ingatkan Devan untuk memberi pelajaran kepada orang yang sudah membuat gadisnya sakit seperti ini.

Alexa menatap Devan. Ia tersenyum kecil, padahal rasa sakitnya tidak seberapa. Selain Queen Ravegas, sepertinya Alexa juga patut mendapat julukan Queen Drama.

Setelah selesai, Devan meniup luka gadisnya. "Udah diobatin, bentar lagi sembuh."

Alexa mengangguk lesu, ia menggeser duduknya. "Naik sini."

Devan ikut naik ke atas brankar. Laki-laki itu menyandarkan punggungnya pada sandaran brankar lalu mengangkat gadisnya agar duduk di pangkuannya.

Devan melilitkan tangan kirinya di pinggang gadisnya, tangan kanannya ia gunakan untuk mengusap surai lembut gadisnya. "Nggak mau pulang aja?"

Alexa menggeleng di dada bidang Devan. "Di sini aja."

Devan mengangguk. "Tidur, ya?"

What? T-tidur? Astaga, padahal ia tidak benar-benar sakit. Alexa mengulum bibirnya, jadi setelah pura-pura sakit, ia sekarang harus berpura-pura tidur? Baiklah.

Alexa mengangguk. ia menutup matanya. Devan menunduk, melihat gadisnya tertidur. Akhirnya Devan juga memejamkan matanya. Menyusul gadisnya ke alam mimpi.

Usapan di rambutnya berhenti, itu artinya Devan sudah tertidur. Alexa membuka sebelah matanya, menatap Devan yang tertidur, aman.

Alexa menghembuskan nafasnya lega. Entah ia yang terlalu pintar atau Devan yang mulai bego. Apakah Devan tidak berfikir, luka kecil seperti ini tidak berpengaruh padanya.

Karena mulai nyaman, Alexa menelusup kan wajahnya di dada bidang Devan. Ia tertidur sungguhan, bukan ber drama lagi.

Devan membuka kedua matanya, sebenarnya ia tidak tertidur. Laki-laki itu menatap gadisnya yang tertidur. Meniup wajah gadisnya untuk memastikan jika gadis itu tidur sungguhan atau hanya berakting.

DEVANDRA [PRE ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang