19. Sudut Lensa

448 58 39
                                    

"Jadi kalian bisa menerimanya?" Tay begitu serius berbicara dengan teman-temannya.

Mild dan yang lainnya mulanya hanya saling pandang. Ekspresi mereka tidak menyiratkan makna yag jelas. Butuh waktu beberapa detik hingga mereka mengakhiri komunikasi telepati tersebut dengan sebuah anggukan.

"Umm... Yaa... Menurutku aku bisa menerima ini. Maksudku bukannya kalian itu memang akrab kan? Selalu berdua dan nempel ke sana-kemari. Jadi jika ada sesuatu yang lebih di antara kalian, aku rasa itu mmm... itu... wajar saja. Iya kan?" Neen malah mengakhiri pendapatnya dengan bertanya lagi ke yang lain.

"Hahaha... Guys... Santai dong... Ini teman kita lho. Tay dan New, apa saja bisa mereka lakukan. Lagipula Tay itu memang suka ngelakuin hal yang aneh-aneh ke New kan? Jadi kalian jangan kaku beginilah. Hehehehe..." Mild mencoba mencairkan pembicaraan yang tidak biasa ini dengan gelagat sok santai.

"Sepertinya penilaian Pod ke kalian itu mulai benar," celetuk Fluke tanpa disadarinya.

"Pod?" Tay heran. "Memang apa yang dia bilang soal aku dan New?" Suara Fluke terlalu jelas sehingga menimbulkan rasa penasaran dari Tay. Begitu pun juga New yang sekarang menatap Fluke, menunggu ia mengatakan sesuatu yang lebih spesifik.

"Eh? Apa aku tadi bilang sesuatu?" Fluke tidak menyangka jika gumamannya didengar. Terpaksa ia harus berpura-pura.

"Jangan jadi pelupa sekarang, Fluke. Memang Pod berkata apa soal kita?" tanya ulang Tay.

Semua pasang mata dari anggota geng tersebut terpaku pada Fluke. Ia hanya bisa cengar-cengir sambil menggaruk-garuk alis. Bingung mau menjawab apa. "A-aku gak tahu. Aku gak terlalu dekat sama Pod."

"Bohong banget! Saat di acara MPM kalian bahkan gak terpisahkan," balas Tay.

"Hei! Kamu merhatiin kita ya?!" Fluke tidak tahu jika temannya sendiri memperhatikan gerak-geriknya selama acara.

"Woi Fluke... Apa kamu nunggu ada skandal viral yang serupa menimpamu dulu baru kamu mau bicara dengan jelas?" tekan Mild.

"Jangan gitu dong! Kalian jahat banget sih..." Fluke kini merasa resah.

"Hooo... Jadi itu yang kamu lakukan sekarang setelah ditolak Neen?" tambah Nicky.

Fluke mulai tak tahan. Mata teman-temannya semakin memicing ke arahnya. Apalagi posisinya sedang dipojokkan. "Hei! Apa yang kalian lakukan?! Kita di sini bahas soal Tay sama New! Kenapa malah aku yang diinterogasi sih?!"

Neen tergelak. Ia satu-satunya yang dengan cepat mengubah perangainya. Rasa penasaran itu tidak ia butuhkan lagi.

"Kenapa kamu tertawa?" New yang sedari tadi diam teralihkan oleh tingkah Neen.

Neen masih merapikan rambutnya sebelum menjawab pertanyaan dari New. "Kalian gak perlu kepo sama Fluke. Karena apa yang kalian curigai itu mungkin benar adanya..."

"Neen...!" Fluke terkesiap dan mencubit lengan Neen.

"Aw Fluke! Hahaha..." Neen begitu puas dengan ekspresi Fluke yang malu-malu.

"Memang dari mana kamu tahu hah?" Fluke menepuk meja sambil menatap Neen tajam.

"Entahlah... Aku merasa sebuah kemistri saat kalian bertemu di swalayan waktu kita belanja di hari ultah Tay. Huhu ulala..." Wajah Neen berseri-seri, tapi itu samar-samar antara mengejek atau menggoda.

"Ya, kalian bahkan sudah tidur bareng di kos dan di gudang—" sambung Tay.

Sontak Fluke berdiri dari meja dan membekap mulut Tay secepat kilat. Tentu saja kelakuannya yang panik itu mengundang perhatian dari pengunjung kantin selama beberapa saat.

Balance of FeelingsWhere stories live. Discover now