10. Jawaban Tersembunyi

567 74 11
                                    

Suara gemericik air samar-samar menggelitik gendang telinganya. New secara perlahan mulai kembali ke batas permukaan alam mimpinya, menuju sebuah kesadaran manusia yang lebih realistis. Kedua kelopak matanya terbuka, tampak berat, namun keringnya bola mata membuatnya tak bisa menahan diri untuk tidak mengusap-ngusap jendela penghubung warna di penglihatannya. New mendesah, punggungnya terasa sedikit pegal. Ah! Ia baru ingat kemarin ia tertidur dengan posisi berbaring yang tidak benar. Pandangan New masih bermain-main di langit-langit kamarnya yang nampak kusam. Tapi itulah yang selalu menyambutnya di kala pagi. Ingatannya mulai bekerja.

Perasaan kemarin aku gak tidur sendiri? Ouh, suara air itu. Sekarang aku paham.

New berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Tapi ia hanya mendapat rasa pegal yang semakin menusuk sekitaran tulang belakangnya. Ia mencoba mengurangi rasa sakit dengan sekedar memijat-mijat tengkuknya.

"Hmmm..." New bisa ingat lagi bagaimana tetes demi tetes air mata membasahi kerah baju bagian belakangnya. Sesedih itu kah dia memikirkan pertanyaanku? Kalau ia tidak mau menjawab, bukan masalah juga buatku. Tapi... Kalau memang ia memikirkannya, berarti itu jadi sesuatu yang penting untuknya, dan pastinya untukku juga. Gumam New dalam batinnya.

'Kriiitt...'

New menoleh. Tay baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan hanya memakai celana boxer dengan motif jejak kaki anjing. Sontak saja New membuang muka dengan cara yang sangat halus, berusaha agar tingkah paniknya tidak terlihat dengan jelas.

"Auhh... Sudah bangun New?"

"Hah? Apanya?" New tidak terlalu memperhatikan karena ia menyibukkan diri dengan merapikan bantal-bantal di tempat tidurnya.

"Kamunyalah, masa anumu." jawab Tay asal sembari menggosok-gosok rambutnya dengan handuk.

Dengan posisi yang masih memunggungi, New tersentak setelah mendengar respon Tay yang nyeletuk itu. Pipinya semakin merah, entah kenapa ia malu menghadapi situasi seperti ini dengan Tay. "Ck, apasih? Sudah lihat aku sadar gini, ya jelas aku sudah bangun." New melirikkan matanya dan ternyata Tay sudah berjalan mendekat untuk duduk di sebelahnya di tepi ranjang.

"Mana pakaianmu?" tanya New tenang.

"Tuh." Tay mengedikkan dagunya, menunjuk pakaiannya yang berserakkan di lantai.

New menghela nafas lemas. "Apa kamu selalu seperti ini jika di rumah?"

Tay mengangguk. "Mmm. Iya... Memang kenapa? Bahkan aku biasanya telanjang bulat di kamarku sendiri. Apa aku boleh melakukan itu di sini?"

"ENGGAK!" New tak sadar mengeluarkan intonasi tingginya. Kedua matanya kebetulan sekali saling menatap dengan Tay. Tapi New seperti tersihir, retinanya malah bergerak turun memperhatikan setiap lekukan otot yang menghiasi tubuh Tay. Ditambah lagi kulit tan milik Tay yang terlihat sangat mengkilap seperti keramik.

"Gak usah ngegas gitu juga kali. Pod saja biasa tuh kalau aku melakukannya di kos." Tay masih sibuk mengusap-ngusap ketiaknya yang secara tidak langsung menunjukkan surai-surai halusnya di depan mata New.

"A-apa? Kamu bahkan bisa telanjang bulat di hadapan teman kosmu sendiri?!" New memastikan dirinya masih berada di ambang kewarasan.

Alis Tay mengkerut. Ia bingung dengan pertanyaan sahabatnya ini. "Memang kenapa? Kita berdua sama-sama cowok. Aneh banget sih," balas Tay santai seperti tanpa bermodal norma kesopanan. Tapi, tiba-tiba Tay menyeringai dengan senyum jahatnya. "Kamu malu yaaaaa???? Atau jangan-jangan kamu belum pernah telanjang di depan teman laki-lakimu yang lain yaaaa???" Ia memojokkan New dengan memberi tatapan intens.

Ini mulai tidak beres. Kenapa Tay jadi seperti ini sih? Kontras sekali dengan kemarin malam. Tapi New tidak punya pilihan, ia terpaksa menjitak kepala Tay. "Untuk apa aku melakukan itu? Memang aku tukang pamer kaya kamu?!" Sumpah, New butuh cermin saat ini juga. Apa wajahnya sudah semerah makanan seafood?

Balance of FeelingsWhere stories live. Discover now