11. Nafas Darimu

633 71 24
                                    

Tunas daun muda mulai tumbuh di setiap ujung ranting. Mewarnai pohon-pohon di sekitaran kampus menjadi lebih hijau. Tidak gersang seperti biasanya. Tanda bahwa sekarang sudah memasuki musim penghujan. Bersamaan dengan berlangsungnya semester 3 yang menambah kedewasaan mahasiswa-mahasiswa di sini. Semester ini adalah semester dimana para mahasiswa sedang sibuk-sibuknya mengikuti berbagai acara atau bergabung ke dalam kepanitiaan untuk melaksanakan bebagai program kerja. Tak luput juga bagi mahasiswa organisasi yang selalu dihantui oleh kesibukan selama masa baktinya. Tujuan mereka melakukan semua itu adalah untuk menguji dan melatih kemampuan bekerjasama serta tentunya memburu sertifikat keaktifan.

New berjalan menuju aula rapat milik Majelis Permusyawataran Mahasiswa sembari menarik Fluke dengan paksa. Mau bagaimana pun, New tidak mau memasuki sarang manusia-manusia eksis itu sendirian. Harus ada yang menemaninya. Apalagi New akan menemui seseorang yang cukup membuatnya kontroversial bagi mahasiswa-mahasiswa organisasi yang tentunya punya koneksi mulut yang lebih luas.

"New, berhentilah menarikku! Memangnya sejak kapan aku setuju untuk mengantarmu bertemu dengan Tay?" rengek Fluke karena pergelangannya mulai memerah.

"Aku gak peduli Fluke. Aku cuma mau kamu menemaniku. Kamu gak usah banyak bicara dan bertingkah. Setelah aku menyerahkan paket sushi ini pada Tay, kita akan segera pergi," tegas New.

"Lagian ngapain sih kamu bawain dia makan? Peduli banget sama Tay..."

"Idihh siapa juga yang peduli? Ini dia yang pesan sendiri tahu! Terus aku yang disuruh nerima sekalian bawakan buat dia." New sebenarnya kesal sekali dengan permintaan Tay ini. Memangnya Tay pikir New itu pembantunya?

"Tapi kamu nurut juga kan?" sindir Fluke.

"Ck! Fluke! Jangan membuatku lebih kesal. Coba kalau Neen yang memintamu seperti ini, kamu pasti bakal nurut juga kan?"

"Ehh... Kenapa bawa-bawa Neen sih?" protes Fluke.

"Sudahlah Fluke, teman-temanmu ini tidak buta!" New sekarang sudah memasuki gedung organisasi.

"Yaya... Aku pasti bakal nurut juga. Tapi itu kan karena aku menyukainya. Memang kamu suka sama Tay?"

Langkah New terhenti. "Fluke, jadi orang jangan sejahat itu juga. Jangan pilih-pilih buat nolong orang. Ini buat teman kita, Tay! Jadi berhentilah mengeluh! Kamu sendiri kadang juga suka memperbudak Nicky." Setelah beralibi, New kembali berjalan dengan tangan yang menenteng plastik berisi paket sushi pesanan Tay.

Fluke menggelengkan pelan kepalanya lalu berjalan menyusul New.

New sudah dekat dengan pintu masuk aula rapat. Mulai terlihat banyak mahasiswa yang hilir mudik di sekitarnya. Ia segera mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok Tay. Tapi ia tidak bisa menemukannya. Akhirnya ia bertanya kepada seseorang.

"Permisi, apa ada yang melihat Tay? Aku harus memberikan sesuatu padanya."

"Maksudmu Tay Tawan?" jawab perempuan yang sedang memegang papan klip.

"Iya, benar. Tay Tawan."

"Tunggu dulu ya. Mungkin dia lagi di dalam aula." Perempuan tersebut langsung pergi untuk mencari Tay.

"Kira-kira mereka sedang mengadakan acara apa ya?" Fluke penasaran.

"Bukan urusan kita," jawab New ketus. "Tapi setahuku MPM tidak mengadakan acara yang menyenangkan. Mereka adalah orang-orang serius."

"Ouh... Tapi orang seperti Tay bisa masuk ke organisasi seperti ini."

"Itulah kekuatan relasi," timpal New. Ia ingin sekali cepat-cepat pergi dari sini. Ia tidak terlalu nyaman berada di tempat dengan orang-orang seperti ini.

Balance of FeelingsWhere stories live. Discover now