Gabby menusukkan jarum pada boneka voodoo. Perlahan, seakan menikmati sensasinya. Dengan senyuman tanpa belas kasih, ia kembali menusukkan dengan arah sembarang. Biar mati wanita sundal itu, batinnya.
Lima tahun bukan waktu yang sebentar. Namun dendam dan luka masih abadi tersimpan dalam relung sukmanya. Pria yang selama ini menjadi belahan jiwanya, lebih memilih wanita lain yang sempurna di mata mertuanya. Memang tidak ada darah yang terciprat dari perceraiannya. Tapi hal itu lebih menyakitkan daripada percobaan bunuh diri yang selama ini ia lakukan.
Gaby berhenti menemui Tuhannya sejak 4 tahun perpisahan dengan mantan suaminya itu berlalu. Tuhan tak kabulkan doanya, Tuhan tak membuatnya lupa akan rasa sayang yang masih besar dan tak terkendali, pikirnya.
Ia menanggalkan prinsip kerohanian yang selama ini dijejali oleh orang taunya. Ia meninggalkan adanya Tuhan yang selama ini tak pernah alpa memberinya rezeki yang melimpah.
"Gab! Sadar! Kamu salah menilai Tuhan. Dia memberikan yang terbaik untukmu. Selalu yang terbaik." Ucapan Alya bahkan tak sedikitpun meresap ke dalam gendang telinganya. Hati Gaby sudah bebal. Padahal Alya sudah berkali kali menamparnya dengan berbagai kalimat untuk menyadarkan Gaby. Bahkan Alya pun sudah pernah menapar pipi sahabatnya itu.
Sampai akhirnya Alya menyerah dan meninggalkan Gaby dengan keputusannya.
"Kamu tidak tahu rasa sakitnya aku, Al. Kehidupan rumah tanggamu baik-baik saja," bisik Gaby saat menatap punggung Alya yang menghilang di balik pagar rumahnya.
Satu jam berlalu, Gaby mulai lelah dengan boneka voodoo itu. Ia terlelap di atas lantai marmer tanpa memedulikan dirinya yang masih dilingkupi oleh 13 lilin yang perlahan meleleh.
YOU ARE READING
Round and Round
General FictionMisako berjalan di pinggir jembatan, hingga dia berjumpa dengan Arumi. Beberapa saat kemudian, Arumi yang tengah menggandeng Bataria, menyapa Ratni di ujung jalan. Misako tidak pernah tahu kalau Ratni akan menjadi sahabatnya. Dia pun tidak pernah ta...