Julian

3 1 0
                                    

Sumber air yang ditemukan di bagian utara dan selatan planet Mars, berupa lapisan es yang tebal di atas tanah. Lokasi yang sejajar dengan garis lintang bertepatan dengan lokasi Amerika Selatan dan Skotlandia.

Delapan situs sumber air yang ditemukan, tujuh situs menunjukkan tumpukan es tebal dalam lereng curam. Misi robotic sedang direncanakan dengan matang untuk menuju ke planet Mars. Pengawasan menggunakan pesawat ruang angkasa Mars Reconnaissance Orbiter (MRO) masih tetap berjalan dengan baik demi menemukan apa saja yang terdapat di planet merah tersebut.

Julian masih berfokus dengan layar komputer saat Andini masuk ke ruangannya. Ketukan hak 7 senti nya terdengar jelas di telinga Julian namun tak membuatnya ingin menoleh ke sumber suara.

"Aku tidak yakin kamu tidak menyadari kehadiranku."

"Sejak kapan kamu memiliki akses bebas ke ruanganku?" Julian lantas balik bertanya dengan kesal. Lagi-lagi, kolusi selalu saja terjadi di instansi manapun. Karena Andini staff R&D yang tidak lain adalah keponakan pelaksana program robotica, lantas ia bisa punya akses untuk masuk semua ruangan termasuk ruangannya.

"Sejak aku memutuskan untuk tidak berhenti mengejar cintamu," jawab Andini tanpa beban.

"Aku sedang tidak ingin mencari istri lagi, Din."

"Aku mau jadi ibunya Abigail." Ucapan Andini berhasil membuat Julian menoleh.

"Aku sedang bekerja, kamu bisa tinggalkan ruanganku sekarang." Julian kembali ke layar komputernya yang menampilkan pergerakan satellite terbaru yang baru diluncurkan.

"OK. OK. Aku kemari juga karena aku memiliki urusan professional. Aku ingin menunjukkan projek terbaru untuk ditambahkan ke dalam robot yang akan kita kirim ke Mars."

Julian sedikit tertarik dengan pembahasan Andini, "Cucumber lagi?"

Andini menggeleng, "Lalat biologis."

"Dalam bentuk robotik?" Anggukan yang diperlihatkan oleh Andini membuat Julian sepenuhnya menatap ke arah Andini. Bahkan ia menggeserkan kursinya untuk lebih dekat dengan posisi Andini duduk.

Andini bangkit dari kursinya, "Follow me, Baby."

Seperti kerbau yang dicocoki hidungnya, seketika Julian mengikuti langkah kaki Andini. Julian sempat berpikir bahwa Andini akan membawa dirinya ke ruang penelitian milik Andini. Nyatanya, ia diarahkan ke tempat pengolahan limbah.

Sesaat sebelum Julian masuk ke ruang pengolahan limbah, sudut matanya sempat menangkap sosok Isyana yang sedang menatapnya dengan tatapan selidik. Namun Julian tidak menghiraukan tatapan itu seakan tidak ingin membuat wanita berambut panjang itu curiga.

Sesampainya di ruangan kecil di sudut lab, Andini memperlihatkan kotak kaca berisi seekor robot lalat dengan titik merah di bagian ekornya.

"Touch it." Andini membuka perlahan kotak tersebut. Julian masih bergeming namun tiba-tiba saja lalat itu terbang dan menempel di lengannya lalu terjatuh ke lantai.

"What's going on?" Julian nampak panik karena melihat lalat itu tidak terbang lagi.

Andini tidak menjawab, ia hanya diam memandangi wajah Julian sambil melengkungkan senyumannya. Seketika Julian tidak dapat mengontrol gerakannya. Ditariknya Andini ke pelukannya dengan gesit, sontak Andini menjauh namun tetap tidak menghilangkan senyum yang menghiasi wajahnya.

Berkali kali Julian mencoba memeluk Andini, berkali-kali pula Andini menjauh dari Julian. Semakin Andini menghindar, semakin Julian tidak terkendali.

"Julian!" teriakan Isyana membuat senyum di wajah Andini menghilang.

"Sejak kapan kamu punya akses bebas masuk ke ruangan ini?" tanya Andini. Kali ini gadis itu membiarkan Julian memeluknya.

"Sejak aku bertanggungjawab sebagai second hand projek robotica," jawab Andini tegas.

Seolah ingin membuat Isyana kesal, Andini kini menikmati pelukan Julian lalu memeluknya balik.

Mata Isyana panas melihat kejadian itu. Ia tahu, ada yang tidak beres dengan Julian. Pandangan Isyana menyisir ke seluruh ruangan. Dicarinya benda untuk....

Brak!

Julian melepas pelukannya lalu tersungkur di atas lantai. Benda yang digunakan Isyana untuk memukul Julian, dilepaskan dari lengannya yang gemetaran, menciptakan suara dentingan pelan ketika beradu dengan lantai poselen.

"Kamu lupa bahwa terdapat cctv di seluruh ruangan ini?" tanya Isyana sinis.

"Aku tidak bodoh!" bentak Andini.

"Aku juga tidak bodoh. Beberapa menit setelah kamu memutuskan jaringan, aku menyalakannya kembali." Isyana berjongkok untuk memastikan Julian masih bernafas setelah ia pukul dengan stand ring burret. Ia abaikan gelenyar aneh saat menyentuh leher Julian.

Isyana berusaha mengangkat tubuh Julian namun ia merasa tidak mungkin sanggup. Dilihatnya Andini berlari ke luar ruangan. Entah apa yang akan dilakukannya sekarang. Setidaknya ia cukup tenang karena Julian tidak sampai melakukan hal yang tidak diinginkannya.

"Bu Isyana?"

Setelah menoleh, Isyana langsung meminta tolong untuk mengangkat tubuh Julian.

"Apa yang terjadi?"

"Terimakasih sudah datang tepat waktu." Isyana tidak menjelaskan apa-apa kepada pria yang ia telpon beberapa saat lalu.

Julian, bertahanlah.

Entah mengapa kepanikan tiba-tiba saja menderanya.

Round and RoundWhere stories live. Discover now