Ratih

5 3 0
                                    

"You are Incest, Ratih. Sadar dong!"

Kalimat yang diucapkan oleh sahabatnya, Christin, terus terngiang di kepala Ratih bagai sebuah mantra. Air matanya sudah kering sejak ia menangis seharian kemarin. Pagi ini yang tersisa adalah tatapan kosong ke arah fotonya dengan Anjas.

Sebuah kenyataannya yang baru ia ketahui setelah menjalin hubungan dengan Anjas selama 3 tahun, membuat ia merasa lumpuh. Tidak ada keinginan untuk melakukan apapun bahkan untuk bernapas, rasanya hanya seperti kinerja autopilot tubuhnya saja.

Berkali - kali ia mengabaikan ponselnya yang berdering. Ia tahu, Anjas akan terus berusaha menghubunginya. Namun ia tidak bisa dan belum sanggup untuk bertemu laki-laki yang sangat dicintainya.

"Angkat telponnya, Tih."

Suara Tante Melani membuat Ratih menoleh sebentar ke arah pintu. Suara itu meluluhkan lengannya yang sempat beku untuk menjangkau ponsel yang terus berkedip.

"Ya?"

~~~

K

ini mereka bergerak bersama dan akan terus bersama. Mereka digerakkan oleh manusia. Manusia yang menurut keduanya sangat kejam karena menutupi sebuah hubungan lalu menghancurkan hubungan yang mereka miliki.

"Lari aja yuk, Anjas."

Anjas tidak berani menatap mata Ratih yang tiba - tiba saja mencetuskan ide gilanya.

"Kamu nggak berani?" Ratih berkata lagi seolah menodong.

"Sampai kapan? Kita akan lelah. Dan aku nggak mau kamu lelah." Anjas tahu, tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan.

Langit menurunkan tetesan air dengan deras. Untuk pertama kalinya Anjas segan menyentuh Ratih. Ia merasa tak berdaya. Bahkan untuk sekedar menarik lengan wanita itu agar berlari bersama kala hujan turun.

Dilihatnya Ratih hanya berjalan perlahan. Anjas melepaskan jaketnya, menutupi kepala dan sebagian tubuh Ratih. Ia tak masalah terkena hujan sederas apapun. Ia hanya takut Ratih kedinginan.

Mereka berjalan beriringan menuju rumah yang sama. Anjas membukakan pintu untuk Ratih. Namun Ratih tidak berkeinginan untuk masuk ke dalam rumah itu. Rumah yang akan menjadi tempat mereka tinggal bersama sampai salah satu dari mereka menikah.

Tatapan Ratih bersikuku dengan mata Anjas yang terhalang oleh kacamata. Mereka berdua tahu arti dari tatapan itu. Mereka sadar betul bahwa mereka ingin bersama, tapi tidak bisa apa-apa.

Bersama yang mereka inginkan bukanlah sebagai saudara satu tiri. Saudara satu ayah. Mereka sudah terlalu saling mencintai layaknya sepasang sejoli yang tidak memiliki ikatan darah.

Round and RoundWhere stories live. Discover now