Tapi baru berapa langkah dia berhenti dan berbalik.

"Kamu bisa coba jika mau, dan kamu harus tau ... caramu meluapkan emosi di bawah guyuran hujan itu sudah kuno. Lagian hujan-hujanan bisa membuatmu sakit. Dasar bodoh!" ledeknya lalu melanjutkan langkahnya dan berlari begitu cepat dan menghilang di derasnya hujan.

"Apa! Dia bilang aku bodoh, kuno?" tanya Belva pada dirinya sendiri

Belva membuang kasar nafasnya.

"Biarin aja aku bodoh, daripada dia gila sampai niup balon lima sampai pecah kayak gitu. Bisa-bisa mati dia kehabisan oksigen kalau kayak gitu" ucapnya lalu berbalik melangkah menuju rumahnya memakai payung.

Tapi Belva tersenyum karena menurutnya laki-laki itu lucu dan berkat dia Belva jadi tidak terlalu sedih.


(:***:)

"Eh Glen. lo dari mana basah kuyup kaya gitu?" tanya Erwin melihat Glen dengan penampilan yang sangat berantakan.

"Dari luar beli minuman tadi" jawabnya memperlihatkan plastik di tangannya.

"Emang lo nggak bawa payung gitu?" tanya joni

Glen cengegesan sambil menggaruk tenguknya.

"Bawa sih, tapi kebawa angin tadi," jawabnya menggaruk belakang kepalanya lalu duduk bergabung bersama mereka di lantai.

"Kebawa angin?" kata Erwin dan Joni bersamaan

Glen mengangkuk.

"Selemah itu lo pegang payung sampai kebawa angin?" kata Erwin sekaligus bertanya.

"Gue nggak lemah yah, emang anginnya kencang banget kok tadi!" jawab Glen ketus membela dirinya.

"Tapi kain hordennya nggak terbang-terbang tuh dari tadi" sahut Joni membuka tutup botol minuman yang dibawa Glen tadi.

Glen dan Erwin melihat horden pada  jendela terbuka. Erwin seketika menahan tawanya, melihat Glen yang terciduk berbohong.

"Ehem" Glen berdehem menghilangkan rasa malunya.

"Lo ngilangin payung gue?" tanya Joni lalu tersadar dan membulatkan matanya kaget. "Jangan sampai payung yang lo bawah itu payung warna navi?" tebaknya.

"Iya" Jawab Glen dengan santainya meminum minumannya.

Sontak Joni membulatkan mulutnya. "Astaga. Gimana nih, bisa-bisa gue di marahin. Secara itu payung kesukaan Nyokap gue!" katanya stres.

Tin...Tin...Tin....

Mereka bertiga langsung bertatapan mendengar suara klakson itu. Karena pasti suara Klakson itu milik Ibunya Joni.

"Gue harus pulang ada urusan" kata Erwin berdiri karena takut kena marah.

"Gue juga," kata Glen sedikit lantang langsung berdiri.

Joni langsung menarik baju Glen. "Lo nggak boleh pergi sebelum jelasin semuanya sama Nyokap gue" kata Joni dengan wajah memelas.

"Nanti gue ganti dengan payung yang lebih mahal" kata Glen berusaha melepaskan cengkraman Joni dari bajunya.

Knop pintu berbunyi, membuat mereka tegang. Glen langsung melepas paksa tangan Joni dari bajunya hingga robek  dan langsung menuju pintu begitupun dengan Erwin. Dan saat di depan pintu, mereka langsung bertemu dengan Ibu Joni.

"Eh. Kalian sudah mau pulang?" tanya Melisa tersenyum ramah

"Iya tante. Soalnya ada urusan"jawab Erwin sambil membalas senyumnya, begitupun dengan Glen.

Melisa mengangkuk.

"Baju kamu kenapa robek, kamu juga basah?" tanya Melisa heran karena mereka di dalam rumah, kenapa bisa kehujanan.

"Glen," Joni meminta agar Glen menjelaskannya.

"Oh, tadi Saya keluar beli cemilan tante dan tiba-tiba hujan. Dan baju saya robek karena di tarik anak kecil" jawab Glen

Melisa mengangkuk mengerti karena memang terkadang di kompleks mereka ada anak kecil yang suka meminta es krim dan lainnya.

"Ya udah Tante, kita pulang dulu" sanbungnya Glen lalu membungkukkan badannya kemudian keluar pintu, begitupun Erwin.

"Hati-hati di jalan!"

Setelah Erwin dan Glen keluar dari pintu, Joni langsung berlari menuju kamar dan menguncinya.

Sedangkan melisa melepas sepatunya dan menyimpannya di rak sepatu. Lalu kemudian mengambil sandal rumahan untuk di pakainya.

Setelah memakainya, Melisa berbalik dan melangkahkan kakinya. Tapi melisa berhenti, dia tersadar akan sesuatu yang kurang. Dia berbalik dan melihat tempat payung yang berada di samping rak sepatu.

"JONIIIIIIIIIIIIIIII" teriak Melisa

Mendengar teriakan Melisa, Erwin dan Glen menarik gas motor mereka keluar dari pekarangan rumah Joni. Sedangkan di dalam kamar, Joni menutup telinganya.

"Sialan lo Glen!" umpat Joni

"Astaga. Gue nggak boleh ngumpat" ucapnya sambil menampar mulutnya.

(:***:)

Belva membuka pintu utama rumahnya. Rumah itu memperlihatkan kemegahan yang luar biasa. Tapi keindahan itu berbanding terbalik dengan keadaan keluarganya saat ini. Dan baginya rumah ini sangat kosong, karena tidak ada kebahagiaan sama sekali yang terlihat di rumah ini.

Saat menuju kamarnya, Belva berpapasan dengan Salsa. Salsa sama sekali tidak menoleh padanya, bahkan dia melewati Belva begitu saja.

"Salsa aku minta maaf, kalau memang aku punya salah yang sangat besar sama kamu" ucap Belva membuat Salsa berhenti melangkah.

"Lupakan semuanya Belva. Bersikaplah seperti biasa" balas Salsa

"Kamu udah maafin aku?" tanya Belva.

Salsa berdecih lalu berbalik menghadap Belva.

"Siapa bilang gue maafin lo!" jawab Salsa ketus.

"Sal, sebenarnya kamu kenapa?" tanya Belva lagi.

"Kenapa?" ulang Salsa melihat ke arah lain.

"Karena gue nggak mau dekat sama lo!" lanjutnya membentak Belva.

"Sal."

"Dengar ya. Jangan pernah ngomong sama gue lagi, karena gue nggak suka!" kata Salsa  marah dengan suara yang semakin keras.

"Salsa please ...." kata Belva memohon sambil menangis.

"Kalau lo berani ngomong sama gue ... gue bakal laporin lo sama Papa , kalau lo nolak hukuman Ayah dengan naik mobil sama gue waktu itu!" ancamnya kemudian berbalik.

"Hari ini aku mutusin tali persaudaraan kita..." kata Salsa sambil mengepal tangannya berusaha kuat untuk melanjutkan perkataannya.

"Dan memang gue rasa ...  kita memang bukan saudara" lanjutnya yang membuat Belva mematung dengan dada yang sesak.

Salsa kemudian melanjutkan langkahnya masuk kamar dengan membanting pintunya.

Belva sedih dan merasa kecewa melihat sikap Salsa seperti itu. Dia kemudian masuk ke dalam kamarnya. Dia sudah tidak tahan menopang tubuhnya lagi sehingga dia terjatuh dan terduduk di lantai. Dia menangis lagi dan lagi dengan suara yang tertahan.

Belva menangkup wajahnya lalu teringat perkataan laki-laki tadi.

"Kalau kamu punya masalah, jangan nangis. Itu akan membuat musuhmu menjadi lebih kuat melihatmu yang begitu lemah."

"Yah. Hiks...aku nggak boleh nangis ... hiks ... aku harus kuat," ucapnya menyemangati dirinya sendiri.

Jangan lupa vote dan coment biar aku tetap semangat menyelesaikan masalah Belva, oke!

Pencet bintang!

Why Should Be Me [ Tamat ]Where stories live. Discover now