Kertas

1.3K 229 142
                                    

Jika untuk merasakan kebahagiaan harus sesakit ini, maka aku akan terus melakukannya.





Elin Zyian, gadis aneh ini sama sekali tidak mengumbar prestasinya di mana pun.
Sosial media seakan hanya menjadi syarat menjadi manusia normal.
Meskipun memiliki banyak pengikut di sosial media tidak membuat Elin tenang.

Saat SMA Elin dikenal sebagai siswa yang cerdas dan juga rajin, banyak teman dan juga Kakak kenal yang menjadikan sebagai perempuan incaran.

Putri bungsu harapan terakhir, begitulah beban yang ditanggung Elin.
Dituntut menjadi sempurna, melakukan apapun tanpa tanpa penolakan.

Setiap hari harus datang ke tempat bimbel, sakit bukan penghalang.
Berbagai macam lomba diikuti demi mendapatkan masa depan lebih cerah.

Hari ini semua perjuangan Elin terbayar lunas, Tuhan memberikan sesuatu yang akan mengubah jalannya.

Menjadi Maba di kota istimewa, Elin sempat putus asa dan ingin mengubur sedalam mungkin mimpinya untuk berkuliah.

Lalu apa yang dilakukan seorang Maba?

Meninggalkan Mama sementara waktu, Elin berangkat tanpa berpamitan kepada teman-temannya.

"Ma, aku pamit dulu ya," ucap Elin sambil memeluk erak Mama seraya membawa koper.

Mama mengelus rambut Elin dengan begitu lembut, bekal terakhir penuh cinta disiapkan. Berisi Nugget ayam nasi dan telur, meskipun hanya sederhana tapi percayalah tersimpan kasih sayang tersirat didalamnya.

"Aku udah nitip pesan sama Tante Mita, pokoknya sebisa mungkin dia mampir kerumah buat jagain Mama," ucap Elin dari dalam mobil.

Taksi berwarna biru pun berangkat, Elin yang melarang Mama untuk mengantarnya di stasiun dengan alasan untuk menjaga kesehatan.

"Plis, muka gue jelek banget kalo nangis," kata Elin memotret dirinya di ponsel.

Diingat, untuk memilih kampus UGM sebagai pilihan pertama dan terakhir adalah keputusan yang sulit. Elin menentukan didetik terakhir, karena bingung dan tidak ada tempat tujuan.

*STASIUN.

Wajah Elin terlihat kebingungan, banyak anak seusianya pergi bersama teman atau pacar.

Mereka terlihat sangat keren, dengan ootd yang rapi dan juga berkarisma.

Perjalanan di kereta memakan waktu setengah hari, Elin yang dari rumah hanya memakai piyama dan sepatu sangat menikmati perjalanan ini.

Beberapa Minggu yang lalu Elin memberanikan diri untuk mencari tempat kos berjarak dekat dengan kampusnya. Bermodal 2 juta rupiah untuk hidup di Jogja, selebihnya Elin harus berusaha sendiri mendapatkan uang.

Gerbong eksklusif kereta Jayabaya, Elin duduk bersandar dengan jendela.

Ditemani oleh seorang wanita paruh baya, yang sepertinya memiliki tujuan sama seperti Elin.

"Neng, ke Jogja mau ketemu pacarnya ya?" tanya wanita itu melirik Elin yang hanya diam menatap jendela.

Elin menggelengkan kepalanya.

"Enggak Tante," ucap Elin ramah dan memulai percakapan dengan santai.

Untuk pertama kalinya Elin menjadi manusia yang tidak canggung, di usia 18 tahun seharusnya lebih mencari banyak tantangan dalam hidup agar mendapatkan banyak pengalaman.

Wanita paruh baya itu tersenyum kecil, diam-diam ia melirik Elin yang sedang memakan bekal terakhir dari Mama.

"Maaf Tante, sudah makan? Atau mau makan bekal saya saja?" tanya Elin tanpa segan membagi bekalnya.

KEMBALI SMP (END)Where stories live. Discover now