2) Our Normal Life

11 2 0
                                    

Belle berjalan menuju salah satu ruangan di rumah sakit jiwa tempat ia bekerja. Ia membuka pintu ruangan tersebut lalu menghembuskan napas kasar. Belle menatap pasiennya dengan iba. Ia melihat pasien tersebut sedang mengetuk dinding dengan tatapan kosong. "Tuan Lim, apa kabarmu?" tanya Belle dengan suara pelan nan lembut.

Hening.

Hanya ada suara ketukan dinding yang disebabkan oleh pasien dengan marga Lim tersebut. Pasien tersebut tidak menjawab pertanyaan Belle dan hanya menatap kosong ke dinding. Belle langsung mengelus dadanya dan mencoba untuk tetap sabar. "Tuan Lim, aku bertanya. Tolong jawab aku bila kau mendengar suaraku," ucap Belle sambil mengelus punggung tuan Lim.

Tuan Lim berhenti mengetuk dinding. Ia menatap Belle dengan kosong. "Ada apa, Dokter Aveline?" tanya tuan Lim. Belle tersenyum lebar. Ini adalah pertama kalinya tuan Lim ingin menjawab pertanyaan Belle. "Apa perasaanmu hari ini?" tanya Belle untuk memulai pembicaraan. "Kosong," jawab tuan Lim.

Belle terdiam. Ia tidak menyangka obat-obatan yang ia berikan tidak memberi pengaruh yang besar terhadap pasiennya. Belle dipercaya untuk menangani penyakit jiwa tuan Lim karena pasien yang Belle tangani selalu sembuh total. Belle duduk di samping tuan Lim. Belle tersenyum lebar dan menyuruh tuan Lim menebak emosinya.

"Tuan Lim, apa kau tahu emosi apa yang aku rasakan sekarang? Kau bisa lihat raut wajahku sebagai petunjuk!"

"Kosong," jawab tuan Lim. Belle langsung berdiri kembali. "Aku tersenyum, tuan Lim. Aku tidak menangis," koreksi Belle dengan sedikit tegas. "Aku tidak peduli, Dokter! Aku hanya melihat kekosongan dan aku hanya akan mengatakan itu! Tinggalkan aku sendiri! Aku tidak ingin sembuh!" teriak tuan Lim. Belle langsung mengangguk dan meninggalkan ruang tuan Lim.

Belle mengepalkan tangannya. Ia merasa harga dirinya sebagai seorang dokter telah diinjak-injak. Belle berlari menuju ruangannya untuk menenangkan dirinya. Belakangan ini ia sering tersulut emosi dan sering merasa stres. Tentu saja, Belle telah bekerja sangat keras sampai ia lupa beristirahat. Ia bekerja mulai jam 6 pagi hingga jam 8 malam. Namun, bayaran yang Belle terima setara dengan kerja kerasnya. Belle berhasil membeli sebuah rumah mewah di daerah Gangnam serta dua mobil mewah di usianya yang hanya 26 tahun.

Belle membuka pintu ruangannya dan menutupnya dengan kasar. Tekanan yang diterima oleh Belle selama bekerja belakangan ini cukup tinggi. Ia merasa sangat lelah. Terutama saat ia mulai berurusan dengan tuan Lim. Namun, Belle bukan tipe orang yang mudah menyerah. Ia akan tetap berusaha sampai ia mendapatkan hal yang ia inginkan.

Tiba-tiba seseorang membuka pintu ruangan Belle. Belle langsung membuang muka saat melihat orang tersebut. "Halo, Dokter Aveline!" ucap Jaehyun pada sahabatnya tersebut.

"Untuk apa kau datang ke tempatku, Jae? Untung saja kau tidak diserang oleh salah satu pasien," ucap Belle lalu bangkit dari tempat duduknya dan menyuruh Jaehyun untuk duduk di sofa yang tersedia di ruangannya.

"Apa masalah jika aku datang? By the way, megapa kau tampak sangat jengkel?" tanya Jaehyun sambil melipat lengannya.

"Salah satu pasienku baru saja membentakku, tentu saja aku sangat jengkel," jawab Belle dengan tidak ramah.

Jaehyun tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Astaga, sadarlah! Kau adalah seorang psikiater profesional, harusnya kau sudah terbiasa dengan hal tersebut."

"Kau benar. Namun, siapa yang tidak jengkel saat dibentak oleh pasiennya sendiri?" tanya Belle karena tidak terima.

Jaehyun menatapku dengan heran. "Ini bukan Belle yang aku kenal," jawab Jaehyun tanpa rasa bersalah.

"Diamlah!"

"Ada apa, hm? Apa ada masalah belakangan ini?" tanya Jaehyun pada Belle dengan lembut karena takut dengan amarah sahabatnya.

Mon Chéri | JJHDonde viven las historias. Descúbrelo ahora