Chapter II: Cut Down

36 2 0
                                    


Berjalannya hari demi hari kita saling mengenal satu sama lain, mulai dari kepribadian buruk, baik, serta hal-hal yang lucu dan aneh yang ternyata sejalan, tetapi dari beberapa itu ada juga yang tidak sama seperti Alia pintar dalam hal akademis, berbeda denganku yang hanya bisa menyontek dari teman-temanku. Pemikiranku pun juga bertolak belakang dengannya, Alia berpendapat bahhwa diriku adalah sosok orang yang tidak pasti sedangkan aku melihat Alia sebagai sosok orang yang keras kepala. Benar yang dikatakannya, aku selalu melakukan kesalahan yang dimana aku tidak menyadari apa yang aku lakukan kepada Alia, tetapi Alia mengerti posisiku yang dimana aku serba kekurangan dalam hal apapun.

13 April 2017 bagi semua tahun ajaran 2017 dinyatakan selesai menjalankan ujian nasional, semua bersorak ramai di halaman sekolahku, perasaanku senang dan sedih pada hari itu. Mungkin benar apa kata orang kalau masa remaja adalah momen-momen yang tidak akan bisa kita lupakan. Hari kelulusan ini aku hanya berdua dengan Alia di kediamannya seperti biasa, yang kita lakukan hanya nonton, masak, main game, lalu seketika ada alasan egois terucap dari mulutku "Kamu harus masuk universitas yang sama kayak aku, kalau bisa jurusannya juga sama" ujarku kepada Alia, lalu Alia hanya terdiam dan mengiyakan saja lantaran tidak enak denganku. Sadisnya diriku terhadap Alia pada saat itu yang dimana seharusnya dalam suatu hubungan memiliki kepercayaan satu sama lain dan mendukung satu sama lain, sedangkan aku selalu ingin menang dan apa yang aku utarakan terhadapnya adalah yang paling benar. Maafkan aku Alia, dirimu selalu merasa terkurung atas egoku, aku ingin kamu seperti elang menjadi raja cakrawala yang terbang bebas dan memilih dimana kamu akan mendarat.

Setelah berapa bulan mengikuti tes sana-sini akhirnya aku tidak mendapatkan universitas yang aku inginkan, sedangkan Alia juga mengalami nasib yang sama, akan tetapi Alia keterima di salah satu Universitas Negeri terbaik di Semarang. Hal itu membuatku sangat iri dan sedih. Saat itu adalah masa-masa terburukku, sudah tidak keterima universitas yang aku inginkan dan finansial keluargaku yang sedang berada di roda bawah. Aku tidak menceritakan itu kepada Alia, aku takut dengan aku cerita, itu membuatnya merasa sedih, padahal Alia sedang senang-senangnya dengan hasil jerih payahnya. Semarang adalah salah satu targetku untuk menempuh ilmu disana maka dari itulah aku iri dengannya, tetapi aku turut senang juga Alia keterima disana walaupun bukan tujuan utamanya untuk menempuh ilmu disana.

Pagi hampir tidak buta aku bergegas menuju kerumah Alia, sesampainya disana tanpa basa-basi aku dan keluarganya menuju stasiun kereta. Kereta berangkat, barang-barang menumpuk, satu keluaga beranggota tiga orang dan satu orang asing menuju ke Semarang. Tiba di Semarang aku dan keluarganya Alia mencari kost-kostsan untuk Alia. Beberapa jam sudah kita mengitari salah satu Kawasan dekat kampusnya dan pencarian pun selesai, Alia resmi menjadi penduduk kota Semarang pada saat itu. Aku izin kepada ayahnya untuk pergi sebentar membeli rokok, padahal alasan sebenarnya bukan membeli rokok, aku hanya ingin menangis. Empat hari tiga malam aku menetap di Semarang dengan Alia dan keluarganya. Hari ke-empat itu dimulai dengan momen perpisahan yang dilema bagi Alia. Saat itu memang ayah Alia sedang sakit sebelum sesampainya kita di Semarang, lalu kita memutuskan untuk membawa ayah Alia kerumah sakit. Dokter mengatakan bahwa ayah Alia harus diopname, hal itu membuat Alia sedih yang dimana dalam beberapa hari kedepan ia akan menjalankan tugasnya sebagai mahasiswi.

Tiba saatnya aku harus meninggalkan Semarang, aku berpamitan dengan ayah dan ibunya Alia di rumah sakit. lalu aku dan Alia kembali ke tempat tinggalnya Alia untuk mengambil beberapa barangku. Memori yang tidak akan pernah aku lupakan, jujur hari itu aku merasa seperti akan hilang dari dunia Alia untuk selama-lamanya. Alia, hari itu aku sangat sekali mati rasa, aku sanga takut sekali dengan perasaanku. Bunyi suara motor terdengar dari pintu kost Alia, ini lah perpisahanku dengan Alia " Aku pamit ya, kamu jaga Kesehatan, jangan pulang malam-malan terus, ingat tujuanmu disini menuntut ilmu" kataku. Memoriku yang tidak akan terlupakan itu kamu Alia. Kamu salah satu orang yang mengajarkan banyak hal kepadaku dan aku sangat-sangat berterima kasih kepadanya. Aku rindu denganmu Alia, entah dimana engkau berada semoga kamu masih memikirkanku juga.



The Never End of Silver TongueOnde histórias criam vida. Descubra agora