Ily; satu

146 3 0
                                    

Satu minggu kepindahan mereka di rumah baru membuat keluarga itu sibuk menata kembali barang-barang yang telah mereka bawa dari rumah lama. Butuh 3 hari untuk Arga bolak-balik Bogor-Jakarta membawa barang-barang perabotan yang masih layak pakai.

Pagi itu truk kontainer pindahan datang lebih awal, pukul 8 pagi, ketika Om Sandi – kepala perumahan- baru saja selesai lari marathon keliling kompleks perumahan.

Setelah beberapa saat berbicara dengan Arga, satu per satu lelaki paruh baya datang membantu Arga dan dua karyawan jasa pindahan untuk mengangkat beberapa barang ke dalam rumah.

Dibantu oleh beberapa warga perumahan, beberapa barang besar seperti sofa, kulkas, lemari dan perabotan berat lainnya selesai dan rapi di dalam rumah dalam satu hari.

Kurun waktu satu jam, suasana lantai bawah begitu melelahkan. Mengeluarkan barang dari truk, memasukkannya ke dalam rumah dan menatanya sesuai dengan arahan Arga.

Beberapa lelaki paruh baya itu tampak riang. Disela-sela keringat yang terus keluar, masih dapat terdengar candaan khas bapak-bapak dari lantai bawah. Arga yang masih asing dengan suasana tersebut pun tidak segan sesekali ikut tertawa karena anehnya guyonan para lelaki paruh baya tersebut.

"Om, ini diminum dulu."

Arga mempersilahkan para lelaki hampir tua itu untuk mengambil air mineral yang berada di tangannya. Kotak air mineral yang berisi hanya tinggal setengah ditangan kirinya dan piring kaca putih berisi bolu pandan kesukaan mamanya ditangan kanannya.

Para lelaki paruh baya itu bergantian mengambil air dan makanan ringan dari tangan Arga.

"Tapi adanya cuma ini, Om. Nggak apa-apa ya?" sambung Arga.

"Wah, sebenernya kita berharap dapet nasi gurih sih, Ga, sekalian sarapan, tapi gak apa-apa juga deh, Ga, om Ilham tetep makan apa aja yang bisa dimakan."

Kalimat lelaki berusia 40an itu mengundang sahutan jahil dari lima lelaki paruh baya yang lain.

Dia om Ilham. Rumahnya tepat di depan rumah mereka. Bangunan putih yang awalnya disangka terbuat dari kayu itu adalah sebuah bangunan yang terbuat dari batu alam terbaik yang diolah oleh om Ilham sehingga tampak alami dan mewah secara bersamaan. Pagar-pagar yang dihiasi dengan tanaman menjalar berbunga merah muda itu menjadikan siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta kepada rumah impian om Ilham dan istrinya. Ketentraman, hangat, dan ceria dalam salah satu sudut pikiran siapapun, akan bersinar terang saat melihat bangunan putih bersih itu.

"Ga, kalau butuh bantuan apa-apa itu jangan sungkan buat hubungin om-om disini." ucap om Sandi, si ketua geng perumahan kalau kata om Andi.

"Bahkan nih, ya, kalau kamu butuh teman tidur, tuh, om Gilang paling siap sedia."

Lelaki usia 33 tahun yang ditunjuk si ketua itu melemparkan bogem mentah kepada sang ketua perumahan, disambung gelak tawa yang menggelegar.

"Inget ya, Ga, panggil abang aja, gua masi lajang." Arga mengangguk menahan tawa. "Belum beristri kayak para lelaki-lelaki tua ini."

Kalimat Gilang diakhiri oleh sorak ledekan dari para lelaki yang ia maksud.

Hampir tengah hari ketika kumpulan lelaki riang itu akhirnya memutuskan untuk kembali kerumah mereka masing-masing. Arga mengantarkan mereka hingga ke depan pagar hitam rumahnya.

Satu persatu ia perhatikan punggung yang kian menjauh dari rumahnya dan diikuti ia yang membalikkan tubuhnya menuju ke dalam rumah.

Tepat di depan pintu rumahnya, Arga menahan tangannya di kenop pintu. Dadanya berangsur naik, ia menarik napasnya dalam-dalam, menahannya sebentar, dan mengeluarkannya secara perlahan.

ILYWhere stories live. Discover now