Prolog

147K 3.9K 40
                                    

"Kau bisa lebih cepat?!"

Kimora mendengus mendengar nada perintah itu. Ia juga malas menulis dengan satu pulpen berdua. Ia menatap Gio dengan tatapan jengkelnya.

"Apa!" Tanya pria itu tanpa dosa dan kembali memakan pilus yang ada ditangannya.

"Bawel." Jawab Kimora dengan sebal.

Jangan pernah berpikir ini romantis karena sungguh ini sangat menjengkelkan.

Jika saja pulpennya tidak dilempar keluar jendela oleh Gio. Kimora pasti tidak akan kesulitan.

Gio yang melihat itu kembali tertawa. Ia sendiri bingung dengan dirinya. Ia baru mengenal Kimora sejak memasuki tingkat dua di SMA.

Kimora yang ramai terlihat asik dengan dunianya dan teman-temannya entah mengapa terlihat begitu bersinar dan menarik. Seolah menarik jiwanya yang suram untuk ikut merasakan hangat dari tawa itu.

"Sudah." Kimora memberikan pulpen yang sudah selesai ia pakai pada Gio.

"Dasar lelet." Cemoohhya dan segera menyelesaikan tulisannya. Sedikit banyak ia melirik wajah cemberut milik Kimora. Gadis itu memang memiliki banyak ekspresi yang membuat Gio terkekeh.

Sejak awal semester Kimora memang sering duduk di bangkunya. Tidak ada yang berani menduduki bangkunya. Hanya Kimora yang melakukan itu tanpa rasa bersalah. Alasannya adalah karena gadis itu ingin duduk di dekat para sahabatnya. Dari sanalah Gio dan Kimora mulai dekat.

"Tanganmu...." Kimora menatap Gio nyalang. "Kau tidak bisa bergeser sedikit saja?" Keluh Kimora karena laki-laki itu melebarkan sikunya dan posisi kursinya yang terlalu dekat dengannya.

Gio tidak bergeming di tempatnya. Ia malah menyenderkan kepalanya di bahu Kimora. Untuk sesaat Kimora mematung. Hanya sesaat karena untungnya rasa tahu dirinya lebih tinggi.

"Berat!" Keluh Kimora dengan wajah memerah yang berusaha ia netralkan. Sungguh jika boleh jujur Kimora sama sekali tidak keberatan, hanya saja Kimora sadar posisinya. Satu sekolah juga tahu jika kapten tim basket itu sudah memiliki kekasih. Dan Kimora tidak ingin menjadi objek gunjingan.

"Sebentar." Kekuh Gio seraya memejamkan matanya. Gio sendiri bingung dengan kedekatannya. Ia sadar posisinya. Tapi, ia tidak bisa menepis rasa nyaman yang ia rasakan pada Kimora.

Gio tidak pernah semanja ini. Biasanya kekasihnya yang berlaku manja padanya. Tapi dengan Kimora. Gio sendiri tidak dapat menjelaskannya.

Kimora tidak tinggal diam. Ia mendorong kepala Gio. "Berat!" Tekan Kimora lagi. Ia mengangkat kakinya dan menekuknya ke depannya. "Nih..." Lanjut Kimora menepuk-nepuk kakinya sebagai kode lalu Gio akan bersender di kakinya yang ditekuk.

Keduanya sudah biasa melakukan hal ini. Gio akan terus menyender pada Kimora selama ia berdekatan dengan laki-laki itu.

Gio tersenyum melihat Kimora yang sudah menepuk kakinya memberi kode. "Kau yang terbaik." Pujinya seraya tertawa ringan dan segera menyender dimana dua kaki Kimora sebagai tumpuannya.

"Kim." Panggil Gio.

"Apa?" Tanya Kimora cuek.

"Pulang sekolah... temani aku latihan basket. Hm?" Tawar Gio setelah memposisikan dirinya ke posisi ternyaman. Gio memang sudah terbiasa latihan ditemani oleh Kimora bahkan semua orang tidak heran jika mengetahui itu.

"Hari ini aku tidak bisa, aku ada kencan. Kau bisa minta Ressa menemanimu hari ini." Jawab Kimora dengan entengnya. Kimora bukannya malas. Jujur ia menyukai basket. Meski tidak pernah ikut club basket disekolah Kimora aktif bermain basket dirumah bersama kakak laki-lakinya. Kimora masih ingat minggu lalu Ressa, kekasih Gio sedikit banyak menyinggung kedekatannya dengan Gio.

Raut wajah Gio sedikit berubah. Entah karena tidak suka Kimora menolaknya atau karena hal lain. "Ressa mau Hang out, katanya mau ke salon juga." Jelas Gio lagi.

"Kalau begitu kau bisa latihan sendiri, kan?" Lagi, Gio semakin mengernyit tidak suka mendengar jawaban Kimora yang kembali menentangnya.

"Kencan ya?"Gio tertawa sinis sejenak. "kau begitu menginginkan itu, huh?" Gio menyeringai sinis dan langsung berdiri, meninggalkan Kimora tanpa menunggu jawaban Kimora.

Kimora menunduk lesu. Matanya menatap punggung Gio dengan sayu.

Kimora hanya tidak ingin terlalu berharap. Meski sedikit, Kimora sadar jika ia selalu merasa nyaman dan menginginkan laki-laki itu untuk lebih dekat dengannya.

Tapi Kimora tahu diri. Ia tahu itu adalah hal yang mustahil. Mereka itu....

Seperti bumi dan langit.

Kimora hanya ingin membatasi dirinya dan perasaannya agar tidak melewati batas.

-o-

Nih aku kasih cerita yang ada manis-manisnya....

Sin of obsessionWhere stories live. Discover now