S2. 16 | karsa.

Começar do início
                                    

Jungkook masih membisu, matanya turun, kembali nunduk dengan kepalan di paha semakin erat.

"Padahal gue yang ngajak tapi gue juga yang ingkar janji. Gue malah kebawa emosi sesaat," jeda, "Maafin gue, dek."

"Kak—"

"Gue tau maaf doang gak cukup, tapi gue bener-bener nyesel."

"Kakak!" Jungkook segera noleh, sepasang obsidiannya berpendar tatap sisi wajah ini. Berusaha lebih tegas biar Taehyung gak nyela lagi, "Waktu itu kak Jimin sakit—wajar kan kakak panik kalo orang yang disuka lagi dirawat?" entah kenapa suaranya gemeter

Dugaan diawal bener bila dirinya belom sanggup dapetin paras Si kakak lama-lama, terlebih fakta dari perkataannya sendiri, justru memberi tamparan telak.

Maka Jungkook gigit bibir bawah yang mengigil dan setengah mati nahan air di pelupuk mata, "Gak apa-apa kak. Udah ya? Aku pulang, makasih udah nganterin," Jungkook segera buka sabuk pengaman, benerin letak tali ransel di bahu lalu ngebuang muka dan ngeraih gagang pintu.

Hening melilit pekat saat Taehyung cuma ngecengkeram setir, alhasil Jungkook tambah ngerasa bingung dan canggung parah karena gak bisa ngebuka pintu mobil ini.

"K-kak? Ini gak kebuka."

Detik yang menjawab pun justru ngejadiin isi akal anak DKV itu melompong begitu Taehyung genggam pergelangannya di balik kaos panjang, jadiin gerak tangan yang berusaha ngebuka pintu sontak macet.

"Dek."

Kaku, Jungkook tertatih untuk noleh. Napasnya tercekat karena kak Taehyung sedikit condong ke arahnya, ngejadiin wajah mereka bersitatap dalam jarak. Gak terlalu rapat; persis bagaimana sosok itu selalu memberi batas atas tiap-tiap tindakannya, tapi cukup ngebuat Jungkook mati rasa akan seluruh sendi di tubuh.

Terlebih wajah dan sorot mata Si kakak yang rumit.

"Maaf," lagi, kata yang identik. Taehyung berbicara dari nada pelan, nyaris berbisik sementara fokus ini mengunci Jungkook, seakan jika berpaling sedikit sosok ini bakal lenyap tanpa jejak; "Maaf waktu itu ngebentak lo, maaf gue ngelampiasin marah ke lo, maafin gue udah nyia-nyiain perhatian lo ... maaf, Jungkook. Maafin gue—" kalimat Taehyung terputus mendadak, akal cerdasnya gak lagi sinkron ketika ngeliat binar mata Jungkook yang jernih dan polos. 

Jantung hatinya berdetak kusut.

Persetan apabila dirinya mantan ketua BEM, persetan seluruh prestasi, persetan cara orang-orang menganggapnya luar biasa—persetan. Karena saat ini Taehyung kehilangan segalanya.

Keberaniannya, rasa percaya dirinya, bahkan akal cerdasnya.

Segala emosi melebur menjadi rasa takut yang datang bertumpuk-tumpuk.

Takut jika Jungkook anggep aneh caranya ngajak pulang, takut Jungkook gak ingin denger permintaan maaf keluar dari mulutnya, takut Jungkook gak mau ngebahas apapun lagi, dan takut—luar biasa takut jika Jungkook terlalu muak akan segala tentangnya.

Bahkan Taehyung terlalu takut hingga gak bisa mikir jernih ... apabila Jungkook memang menganggap demikian, gak mungkin sosok itu duduk di dalem mobilnya, berada di sebelahnya dan membiarkannya mengetahui di mana letak rumahnya.

Sementara Taehyung bepikir banyak sekali dengan netra mereka semakin bertaut. Intens, jujur, tanpa ruang untuk berdusta. Namun hanya ada dua hal terlintas di rasionalitas yang buntu, membuat Jungkook terjebak di sini atau buka lock di pintu mobilnya dan ngebiarin sosok itu pergi.

"Maaf," Taehyung kembali mengatakan hal serupa dengan vokalisasi berubah parau.

Untuk kali ini dia ingin egois, untuk kali ini dia mau memiliki apa yang diinginkannya. Hanya untuk kali ini ... biarin dia gak ngalah dan jadi lelaki jahat.

Kosan KejuOnde histórias criam vida. Descubra agora