5. Seperti Emas dan Batu Ambar

154 38 2
                                    

Vote, komen, share!

Neferuti hanya bisa membesarkan matanya ketika ia tiba ditengah kota Alexandria

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Neferuti hanya bisa membesarkan matanya ketika ia tiba ditengah kota Alexandria.

Berbeda dengan Memphis yang berdebu dan cenderung gersang, Alexandria terlihat lebih hijau dari yang pernah ia lihat. Rumah-rumah di sana memiliki sentuhan Yunani dan Kemet.

Dia bisa melihat beberapa orang Hellenic atau pun turunan Makedonia, berbaur bersama orang-orang Kemet. Tak hanya itu, sejauh mata memandang, Neferuti bisa melihat berbagai macam toko yang menjual segala barang yang belum pernah ia lihat di Memphis, terutama toko perak. Dan dari jarak dia berdiri, dia bisa melihat bagian atas istana Alexandria.

Kota yang indah, namun sayang sekali, tempat ini dipenuhi banyak tentara Roma. Pasalnya, Neferuti tidak akan pernah melupakan kejadian buruk yang menimpa adiknya, yang melibatkan orang Roma.

Di pertengahan jalan, Neferuti beristirahat di sebuah rumah makan. Dia duduk di sebuah meja paling sudut, barang-barang bawaannya ia letakkan di sebelahnya.

Makanan hangat yang dia pesan datang tak lama kemudian bersamaan perutnya yang keroncongan. Lalu, dia menyantap makanannya dengan lahap sampai tidak tersisa. Sambil mengunyah, kepalanya sibuk memikirkan langkah selanjutnya.

Apa yang akan dia lakukan berikutnya? Apakah yang akan diajarkan Wer swnw kepadanya? Dan bagaimana jika dia tidak cukup pintar untuk berada di Alexandria?

Tepat ketika pikirannya terkatung-katung, dia mendengar suara tangisan anak laki-laki dari meja di sebelahnya. Anak kecil itu memegangi pipinya yang terlihat sedikit membengkak. Dia menolak suapan dari ibunya, sambil sedikit menghentakkan kakinya.

"Tidak mau, ibu! Tidak bisa makan... sakit," rengeknya, mengganggu ketenangan orang-orang yang berada di sana.

Dengan insting yang tiba-tiba mendorongnya, Neferuti berjalan mendekati meja itu. Dia memandang anak itu, lalu bertanya.

"Maaf, apakah gusimu terasa gatal dan sakit bersamaan?" tanya Neferuti. Anak itu menatapnya, lalu mengangguk, masih mengusap pipinya. Kemudian, Neferuti berpaling kepada Sang Ibu, lalu berkata, "Kemungkinan terjadi pembengkakan pada gusi. Nyonya, tolong gunakan jinten hitam dan juga bawang merah pada bagian gusi yang membengkak. Perlakuan itu akan mengurangi rasa sakitnya."

Ibu anak itu, yang mengenakan rambut palsu sehitam gagak, hanya berdecak menyebalkan, "Siapa kau berani menyarankan hal seperti itu?"

Neferuti terdiam, merasakan perasaan baru di dalam hatinya. Perasaan tersinggung dan tidak percaya.

Dia ingat, hari-hari di Memphis, tidak ada satu orang pun yang akan mengatakan hal seperti itu, baik ketika mereka mengenalnya sebagai Swnwt atau pun tidak. Neferuti membatin, apakah tinggal di ibu kota menjadikan mereka angkuh? Apakah Dewa mengizinkannya?

"Nona ini benar," sahut sebuah suara tiba-tiba, ketika Neferuti hendak menjawab.

Neferuti menoleh, mendapati seorang pemuda tengah bediri tak jauh darinya, dengan tangan yang membawa beberapa gulungan papirus. Pemuda itu terlihat sangat tampan, terutama dengan pakaian kalangan bangsawan yang ia kenakan. Rambutnya bergelombang, berwarna hitam dan jatuh ke dahinya. Matanya berwarna ambar, dan dia berperawakan tinggi.

The Rain on The GrassWhere stories live. Discover now