ARUNA SG ~ 24

807 59 3
                                    

Happy Reading 🤗


Dua minggu berlalu, tak ada tanda-tanda
Hita membuka mata dan membuka suara. Ia masih berkelana di alam bawah sadar sana, seakan mendapatkan suguhan yang rugi jika di tinggalkan. Sedangkan semua keluarga masih setia menemani, sesekali mengajak Hita bercerita walaupun mereka tahu jika tak ada yang menyauti selain alat alat yang ber bunyi.

Sama seperti saat ini Buna masih setia menggenggam tangan putrinya yang bebas dari infus. Menatap wajah putrinya yang berbeda dari biasanya.

"Anak Buna kuat, sekarang udah ngga ada yang ganggu Hita. Ayo bangun nanti Buna ajak ke rumah Uti. Katanya mau 'lomba'  makan prekedel sama katanya mau 'membantu' Kakung berkebun"

"Oh iya Mba Pita udah lahiran loh, baby boy...ganteng lagi kaya Abang, semuanya mirip abang sampai mba pita mogok makan karena kesel sama abang. Mba Pita juga bilang katanya kamu mau nyumbangin nama buat keponakan pertama. Ayo bangun kasih tahu Buna namanya siapa. Buna penasaran" Lanjutnya dengan sendu

"Jangan buat Buna khawatir sayang.. " tangis tak bisa Ita bendung. Rasanya sakit sekali melihat buah hatinya terbaring tak berdaya dengan alat alat yang menempel pada tubuhnya. Jika Ita bisa, ia lebih baik menukarkan dirinya dengan Hita di sana.

Sudah berapa hari ia tak bisa bercanda gurau dengan anak bungsunya. Yang biasanya di jumat mereka habiskan ke panti atau masjid,  belakangan ini hanya berdiam diri menemani di rumah sakit.

"Bun.. " Tangis Ita teralihkan dengan seseorang yang menatap dirinya sendu. Raut lelah terpancar dari sorot matanya dan terlihat ada lingkar hitam di bawahnya.

"Yah.." Ita berdiri dan langsung memeluk suaminya. Mengeluarkan semua tangis yang sempat ia tahan sebelumnya. "Hita Yah.. hiks" Lanjutnya

"Sabar.. Nanti Hita sedih liat Buna nya nangis." Bram terus menerus menenangkan istrinya, tak tega sekali melihat orang yang di cinta bersedih.

Suaminya yang tak lain adalah Bram memeluk dirinya setelah dua minggu ini sibuk mengurusi dan meluruskan akar permasalahan. Laki-laki itu rela bolak-balik Aceh-Purwokerto guna menyelesaikan masalahnya agar tak ada lagi korban atas kesalahan pahaman. Bahkan laki-laki yang seminggu ini mendapatkan gelar kakek sama sekali belum bertemu dengan Cucu pertamanya. Ia hanya di kirimkan foto oleh anak laki-lakinya lewat via whatsapp. Lain halnya dengan Ita yang sudah menjenguk cucu pertamanya, saat itu permintaan dari   Gasta yang ingin menemani Hita.

"Sudah.. Sekarang yang bisa kita lakukan hanya berdoa untuk kesembuhan putri kita. Kamu pulang yah, biar Aku yang gantiin jaga Hita.. "

"Ngga ada penolakan ya? Aku ngga mau kamu sakit juga, nanti siapa yang mau jaga Hita kalau Buna nya aja sakit hem..? Kamu mau Hita menyalahkan diri sendiri nanti?" Ucap Bram ketika Ita akan memprotes ucapannya

Ita menggelengkan kepalanya, "Ngga mau" Bram tersenyum mendengar jawaban istrinya.

Sudah ku duga. Pikirnya

"Ya sudah sekarang kamu pulang ya? Ada Dhana yang antar kamu."

"Tapi nanti kabarin lagi kondisi Hita ya?" Pintanya

Bram mengangguk dan tersenyum, "Iya, setiap detik deh aku kabari biar istri tercinta ini ngga khawatir." Ucapnya dengan sedikit menggoda

"Merusak suasana" Gumamnya pelan yang masih terdengar dan di sambut gelak tawa dari sang suami

"Ngga usah ketawa!" Dengan mencubit perut sang suami. "Ah sakit Bun.. Jangan cubit-cubitan di sini.. Nanti aja di rumah" Ucap Brak dengan kerlingan mata

"Iih!"

"Hahaha... Jangan marah sayang..Ya sudah kamu pulang ya sama Dhana ya? Udah nunggu di depan kayaknya"

ARUNA SAHWAHITA GAHARSAOnde histórias criam vida. Descubra agora