0.1 - Suasana setiap pagi

Mulai dari awal
                                    

Abi mengelus dadanya dramatis beegitu mendengar ucapan ayahnya.

"Apa yang ayah katakan itu sungguh... Jahat!"

"Udah udah! Sarapan yang bener, jangan debat terus!" Omelan Kelly yang mampu membuat kedua lelaki berbeda generasi itu terdiam tak berkutik. Jika sang singa betina sudah mengeluarkan kata-katanya, makan mereka tidak bisa untuk tidak patuh.

"Oh iya, Yesha gak ikut sarapan disini lagi? Tumben tuh anak," ucap Angga.

"ASSALAMUALAIKUM, YESHA CANTIK ANAKNYA MAMA KEISHA DAN PAPA BARON DATANG!"

Nah kan, baru saja diomongin, baru saja Angga bernafas sedetik, orang yang menjadi bahan pembicaraan pun sudah nongol duluan.

"Waalaikumsalam,"
"WAALAIKUMSALAM! GAK USAH NGEGAS BLAY!"

"Lah gak ngotak? Elo juga ngegas samsudin!" Yesha merotasikan matanya sambil berjalan mendekati kedua orang tua Abi dan menyaliminya.

Mereka berani melontarkan kata-kata yang sedikit kasar itu di hadapan orang tua Abi?

Ya berani lah! Dari kecil saja mereka sudah berani memanggil satu sama lain dengan aneh-aneh. Seperti Yesha yang memanggil Abi kecebong, sedangkan Abi yang memanggil Yesha cicak. Entah dapat inspirasi dari mana mereka bisa mendapatkan nama panggilan sepertu itu. Hanya mereka dan Tuhan saja yang tahu.

Abi hanya menyengir lalu menarik Yesha agar duduk disampingnya.

"Kebetulan sekali kamu kesini, Sha. Bunda masak banyak pagi ini, jadi kamu makan ya?" ujar Kelly dengan lembut, berbeda sekali jika dengan Abi.

"Iya bunda. Yesha punya insting kalo bunda bakaln masak banyak, jadi Yesha mau numpang sarapan hehe,"

"Numpang makan mulu! Gak punya makanan apa begimana?" sindir Abi yang membuat Yesha mendelik lalu memukul lengan Abi dengan kencang sehingga cowok itu meringis.

"Bacot lo!"

"Sakit yang... Kdrt terus!"

"Bodo!"

Angga dan Kelly hanya tersenyum melihat percekcokan kedua insan itu. Sudah biasa menurut mereka melihat perdebatan antara anak dan calon menantunya itu.

Calon menantu?

Doa kan saja gais haha.

~•~

Setibanya di sekolah, kedua insan berbeda jenis itu turun dan berjalan beriringan menuju kelas dengan tangan kiri Abi yang bertengger manis di pundak gadisnya.

Semuanya yang berada di lapangan melirik ke arah pasangan itu. Berbagai macam tatapan tertuju pada mereka, namun bukan mereka namannya kalau menanggapi orang lain. Kecuali kalau sudah kelewatan, seperti...

"Halah! Muka pas-pasan aja songong banget tuh cewek!"

Abi dan Yesha menghentikan langkah mereka dan berjalan menghampiri si mulut cabe yang memang suka sekali mencampuri urusan orang lain.

"Heh mbaknya! Masih mending gue mukanya pas-pasan tapi laku, lah elo? Muka kek jamet mana ada yang mau suka sama lo!"

Ucapan yang begitu santai namun menusuk. Begitulah seorang Arumi Yesha Bramerta.

"Emang cewek gue lo!" ucap Abi bangga sambil menepuk puncak kepala cewek di sampingnya.

Sedangkan cewek yang tadi hanya memutar mata malas lalu berlalu dari hadapan pasangan itu.

"MBAKNYA KALAU GAK LAKU BILANG KE GUE! BIAR GUE JODOHIN SAMA ANJINGNYA TETANGGA GUE!"

Mendengar ucapan Yesha membuat seluruh siswa TriJaya tertawa. Memang benar-benar, Yesha dengan segala tingkahnya.

"Udah ah ayok, gue laper!"

Yesha menarik lengan Abi menuju kantin untuk memberi makan cacing-cacing yang berada di perutnya.

"Gak salah lo?! Lo baru aja sarapan di rumah gue maemunah!"

Sebenarnya Abi sudah tidak kaget lagi dengan porsi makan Yesha yang berbeda dengan gadis lain. Porsinya yang banyak namun tak pernah tubuh itu melebar, tetap segitu-gitu saja.

Setidaknya, beri jeda dulu baru makan lagi. Lah ini, baru aja beberapa menit yang lalu, dan sekarang minta makan lagi?

Emang ajaib cewek gue, batin Abi.

"Bacot ah elo!"

Abi menghela nafas lalu mengikuti saja langkah Yesha dengan pasrah.

~•~

Di kelas, Abi dan Yesha asik bermain bola dengan kertas.

Tau permainan yang membuat lapangan sepak bola menggunakan kertas, lalu kertasnya itu di beri lubang yang banyak, dan cara bermainnya yaitu dengan menggunakan pulpen sebagai pemain?

Kalau enggak tau, yasudah. Pokoknya seperti itu.

Mereka berdua asik sekali dengan permainan mereka, padahal di depan mereka ada seorang guru yang tengah menjelaskan materi.

Pak Jen, selaku guru fisika menoleh begitu mendengar suara yang sedikit mengganggu pendengarannya.

"Ish, Abi! Lo ngalah dong, gue kan cewek lo!"

"Males banget gue ngalah sama titisan jablay kek elo!"

"Sialan!"

"Ekhem!"

Mereka tidak peduli dengan suara itu. Mereka masih asik dengan dunianya sendiri, sampai-sampai tak menyadari bahwa seisi kelas tengah memperhatikan mereka.

Fathan, Geri, Athena, serta Beby menepuk jidat mereka melihat kelakuan teman-temannya itu.

"EKHEM!"

"Sttt! Sha! Woy!"

"Ish, apaan sih?!"

"EKHEM!"

"Diem dulu Beby! Gue bentar lagi menang nih!"

"EKHEM! Permainannya seru, Abi, Yesha?"

Mendengar suara yang mereka kenali itu, keduanya langsung terdiam, mematung. Lalu kedua mata itu saling menatap sebelum meneguk ludahnya kasar, karena merasa tenggorokannya kering.

"Mampus!"

Abi segera melepaskan pulpen yang ia pegang begitupun dengan Yesha. Keduanya segera menengok ke samping kiri meja mereka dan disana sudah berdiri seorang lelaki berumur berkumis tebal melintang dengan ujung yang bergelombang, macam gelombang tsunami. Canda tsunami.

"Eh bapak," Yesha cengengesan mendapat tatapan tajam milik Pak Jen.

"Seru sekali sepertinya permainannya," sindir guru itu.

"Seru banget pak! Bapak mau ikutan? Sini pak ikut main. Itung-itung sambil mengenang masa lalu," ajak Abi dengan santai padahal hatinya sudah ketar ketir takut dengan guru killer itu.

Keempat teman mereka hanya menepuk jidat tak habis pikir, sedang berada di ambang hukuman pun mereka masih terlihat santai.

"ABI, YESHA!"

Suara Pak Jen yang menggelegar membuat seisi kelas terlonjak kaget, terutama Abi dan Yesha yang berada sangat dekat dengan Pak Jen.

"IKUT SAYA KE KANTOR SEKARANG!"

Setelah mengucapkan itu, Pak Jen segera keluar dari kelas dengan sesekali menengok ke belakang dengan menatap tajam kedua siswa "kesayangannya" itu, berharap bahwa mereka dapat mengerti dan segera menyusulnya.

Abi dan Yesha menghela nafas panjang lalu berdiri dan berjalan beriringan mengikuti langkah Pak Jen.

"Semangat menerima hukuman Yesha!" seru Beby disertai tawa.

"Makasih banget, Bi! Gegara lo kita jadi free!" celetuk Gerald, teman sekelasnya yang mengundang gelak tawa.

Abi dan Yesha hanya mendelik sebal dan mengumpati teman-teman laknatnya itu dalam hati.

Tbc

Alhamdulillah, part 1 beres😊

Jgn lupa vote dan komen yaaa,
Dan aku bakalan usahain update setiap hari ( klo gk sibuk haha)

Makasih smasma

Couple Gesrek [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang