Sutradara dan Artis

205 112 43
                                    

     Sudah dua minggu Allura bersekolah di sekolah barunya. Semakin hari hubungan Allura dengan teman-teman barunya semakin dekat. Gadis itu pun semakin dekat dengan Givano. Bahkan ada gosip mengatakan bahwa mereka berpacaran. Tapi dua sahabat itu hanya menganggapnya angin lalu saja.

     "Baiklah anak-anak ibuk. Hari ini ibuk akan minta kalian membentuk dua kelompok. Masing-masing kelompok bertugas membuat video drama bertema bebas. Karena kalian berjumlah dua puluh satu orang, maka satu kelompok sepuluh orang dan satunya lagi sebelas orang," jelas seorang guru seni budaya.

     Setelah mengatakan itu semua, sang guru keluar dari kelas. Givano dan teman-temannya berjalan mendekati Allura, Paula, Vani, dan Ari.

     "Satu kelompok kuy," ajak Kai pada teman-temannya.

     Givano, Allura, Alan, Ari, Kai, Adelard, Evans, Adit, Paula, dan Vani mengangguk. Toh, jumlah mereka cukup untuk membuat 1 kelompok drama mereka.

     "Mumpung besok libur, gimana kalau malam ni aja kita kerjakan. Di rumahnya Givan. Sekaligus nginap," ajak Paula yang diakhiri dengan dengan semangat 45.

     "Dengan watados nya berkata," ucap Givano memutar bola matanya malas.

     "Ya iyalah. Rumah lo kan luas. Banyak lagi kamarnya. Allura aja numpang di sana semenjak orang tuanya meninggal," kalimat terakhir Paula sukses membuat keadaan hening.

     "Eh sorry ya Lur. Gue nggak bermaksud buat ngehina lo," ucap Paula merutuki mulutnya yang keceplosan.

     "Nggak papa kok. Yaudah kita pulang dulu ya," jawab Allura ramah.

     Dua minggu bersekolah di sekolah barunya itu, dia mulai mengetahui sifat teman-temannya satu-persatu. Termasuk Paula yang kalau ngomong selalu ceplas-ceplos tanpa memikirkan efek samping dari perkataannya.

     "Lo sih," kesal Adit.

     "Kalau ngomong tuh bisa di filter dikit gak sih?" Tanya Ari kesal.

     "Sorry," lirih Paula merasa bersalah.

     "Dah lah."

     "Udah terjadi juga. Gue pulang dulu. Nanti jam lima lo semua ke rumah gue, sekaligus nginep di sana buat ngehibur Ayna," ucap Givano dan menyusul Allura ke parkiran.

             ***

     Suasana di mobil hening. Alluna yang dijemput oleh Givano dan Allura kebingungan melihat keheningan di mobil saat ini. Biasanya Givano yang rese dan Allura yang berusaha menangani Givano selalu menjadi makanan sehari-harinya jika sudah bertemu dengan kedua sahabat itu.

     "Kalian kenapa sih?" Heran Alluna membuat Givano dan Allura menoleh sebentar kemudian kembali menatap ke depan.

     Gadis itu menghela napas panjang lalu berkata, "kalau punya masalah tuh selesain baik-baik. Jangan kekanak-kanakan kayak gini. Sebenarnya yang anak-anak di sini siapa sih?"

     Perkataan Alluna berhasil membuat Allura dan Givano tertohok. Alluna yang baru saja mau menginjak masa remaja kadang bisa menjadi sangat bijak. Sehingga semua orang selalu tertohok dengan kata-kata tajam gadis itu jika Alluna merasa kesal.

     "Sorry." Ucap Givano dan Allura bersamaan.

     "Kayaknya Luna mencium bau-bau orang jatuh cinta nih."

     Blush!

     Pipi Allura langsung memerah. Sedangkan Givano langsung kembali fokus menyetir.

     "Maafin Paula tadi ya," ucap Givano tulus saat mobil yang mereka tumpangi terhenti.

     "Iya. Maafin Ayna juga ya. Udah diamin Enzi. Padahal yang dibilang Paula itu benar," lirih Allura membuat Givano menatap gadis itu intens.

     "Jangan pernah ngerendahin diri kamu sendiri," pinta Givano membelai lembut rambut Allura.

     "Bisa nggak sih jangan pacaran mulu? Ingat di sini ada yang jomblo!" Sindir Alluna membuat Givano dan Allura tersentak kaget.

     Tanpa sepatah kata pun, Allura dan Givano keluar dari mobil meninggalkan Alluna yang kesal.

     "Mama Laura sama papa Vino mesra-mesraan di depan aku. Sekarang kak Lura dengan bang Gavin. Sayang aku masih kecil. Tapi setidaknya," gadis berusia 12 tahun itu menjeda ucapannya kemudian tersenyum penuh arti, "Luna seneng bisa lihat kakak bahagia lagi."

           ***

     "Assalamualaikum," Allura, Givano, Alluna, Laura, dan Devino yang sedang santai di ruang keluarga langsung menoleh ke pintu tamu.

     "Kayaknya teman-teman udah datang. Yuk Na," ajak Givano mulai berdiri dan melihat teman-temannya duduk berjajar rapi di ruang tamunya.

     "Lo pada ke sini pake apa?" Tanya Givano penasaran.

     "Pakai baju, pakai sepatu, pakai celana, pakai aww!"

     "Bukan itu peyang! Lo naik apa ke sini," ucap Givano setelah menjitak kepala Kai yang dibalas dengan cengengesan cowok itu.

     "Gue, Kai, Adit, Adelard, sama Alan satu mobil pake mobil gue. Ari, Paula, sama Vani pake mobilnya Ari," jelas Evans.

     "Yaudah kapan latihannya?" Tanya Allura dengan semangat.

     "Lah? Naskahnya aja kita belum ada," gerutu Paula.

     "Gampang itu mah," ucap Allura kemudian berlari menuju kamarnya.

     Lima belas menit gadis itu berkutat di kamarnya. Sekarang gadis itu sudah kembali ke ruang tamu. Menatap teman-temannya dengan senyum sumringah membuat mereka kebingungan. Berbeda dengan Givano yang sudah menebak apa yang akan terjadi kedepannya.

     "Nih," Allura memberikan laptopnya.

     Semua orang merapat melihat isi dari laptop itu. Berbeda dengan Givano yang menatap Allura dengan senyum penuh arti.

     "Ini lo yang buat Lur?" Tanya Alan tak percaya.

     Dalam waktu lima belas menit, Allura berhasil mengetik naskah teater mereka. Bahkan tokoh-tokohnya memakai nama mereka masing-masing. Mereka menatap gadis itu takjub.

     "Ayna tuh cita-citanya jadi sutradara. Makanya dia punya banyak inspirasi tentang naskah teater," jelas Givano membuat mereka ber 'oh' panjang.

     "Yaudah yuk mulai," ucap gadis itu lalu berlari ke halaman belakang.

              ***

     "Adelard! Pakai ekspresi dikit dong!"

     "Ari! Jangan kaku!"

     "Adit! Naskahnya dihayati dikit napa?!"

     "Evans! Ini bukan adegan ketawa!"

     "Paula! Kalau akting nangis tuh keluarin air mata biar hasilnya bagus!"

     "Alan! Serius!"

     "Kai! Kalau akting tuh yang bener!"

     Semua orang yang ada di sana kewalahan menghadapi sifat Allura. Berbeda dengan Givano yang berakting dengan sempurna. Allura dan Givano. Ah! Rasanya mereka cocok menjadi sutradara dan artis papan atas.

     "Oke! Hari ni latihan sampai sini! Besok kita bangun jam enam subuh untuk latihan. Habis itu setelah jam makan siang kita rekaman!" Ucap Allura tegas.

     "Ha?!" Kaget mereka kecuali Givano, bahkan Adelard pun kaget.

     "Yang bener aja Lur?" Kaget Evans.

     "Nggak ada tapi tapian! Telat nilai kalian yang terancam," ketus gadis itu lalu melenggang pergi membuat Teman-temannya ternganga.

     "Itu beneran Allura?" Tanya Vani was-was.

     "Lo semua baru liat Ayna versi sutradara kan?" Kekeh Givano.

     "Lura nggak adil ya. Masa lo nggak di komen. Sementara kita semua dibilang ini itu," ucap Adit kesal.

     "Gue udah sering menghadapi Ayna versi sutradara. Mulai dari kecil Ayna emang udah suka dengan hal-hal yang berbau perfilman. Makanya dari dulu kita suka main kayak akting gitu. Dari situ gue belajar akting dan lama-lama jadi ketagihan. Makanya Ayna nggak komentar gue karena dimata dia gue udah best," sombong Givano kemudian melenggang pergi menyusul Allura yang ia yakini sedang membantu sang mama memasak.

     "Mereka cocok jadi sutradara dan artis," takjub Kai yang diangguki oleh semua orang yang ada di sana.

TBC :)

Btw buat kalian yang penasaran kenapa nggak bisa komentar per paragraf dan menebak kalau aku salin, itu bener. Tapi bukan plagiat! Aku sebelum nulis di sini udah nulis di word dulu. Kalau udah pas di mata aku, nggak langsung aku update. Kapan udah waktunya, aku tinggal salin ke sini. Jadi nggak perlu capek-capek mikir lagi.

Jadi harap jangan salah paham ya guys :)

AlGiv: 1 JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang