"Dia menunggu di luar, hati-hati di jalan, Sayang. Ingat, jangan pulang terlalu larut," ujar ibunya.

Sasi hanya tersenyum saat melihat anak gadisnya melangkah dengan cepat ke luar rumah. Wanita itu teringat dengan kenangannya semasa muda. Anaknya sekarang sudah besar.

Di sisi lain, Maureen merasa cemas dengan hal yang telah direncanakan oleh Jane. Jika sudah memutuskan sesuatu, gadis serba cokelat itu susah dihentikan. Jangan-jangan Jane meminta orang yang tidak dikenal untuk datang. Pikiran Maureen dipenuhi spekulasi buruk.

Jemarinya sudah menyentuh pintu, lalu memutar knopnya—yang terasa sangat dingin seperti tangannya— secara perlahan. Benar saja, ada orang di sana. Perawakannya tinggi, mengenakan jaket yang agak tebal. Maureen benar-benar sulit berkata-kata. Dia mengenal orang ini.

"Kak Edgam?"

Pemuda itu berbalik, tampaknya tadi dia sedang membalas pesan seseorang di ponselnya. Senyumnya terurai, "Halo."

Tidak tahu harus merasa senang karena ternyata Jane tidak mengirimkan sembarang orang yang tidak dia kenal, atau harus merasa kesal karena Jane masih belum menyerah untuk menjodohkannya, dengan teman yang juga bekerja di minimarket yang sama.

"Jane yang memintaku datang. Dia bilang sedang tidak enak badan, sedangkan Maureen sangat ingin menonton."

Sangat ingin menonton.

Maureen ingin mengatakan bahwa ini cuma akal-akalan Jane saja, tetapi bibirnya terasa membeku. "Kak, sebenarnya sekarang aku tidak terlalu ingin pergi, maaf sudah merepotkan kakak karena harus jauh-jauh kemari."

Pemuda itu terdiam, tampak berpikir. Entah mengapa kemudian dia tertawa kecil. "Aku datang karena ingin menonton film ini kok. Apalagi sudah jauh-jauh datang ...," ujarnya menghentikan kalimat.

"Temani, ya?" pintanya.

Maureen antara segan atau luluh dengan wajah itu, kemudian mengangguk. Diterimanya helm pemberian pemuda itu, lalu naik ke atas motor setelah dihidupkan.

Selama mengenal orang yang duduk di depannya ini, Edgam adalah orang yang baik. Dia pasti merasa tidak enak pada Jane kalau tidak jadi mengantar Maureen pergi menonton, padahal gadis itu sesungguhnya tidak ingin pergi. Saat motor itu mulai meninggalkan halaman rumahnya, Maureen hanya memikirkan ucapan apa yang akan dia katakan kepada Jane.

Diam-diam Sasi mengintip dari balik tirai. "Memang, ya, masa muda."

***

Maureen merasa kikuk. Sedari tadi dia hanya duduk dan bingung harus mengatakan apa. Untunglah pemuda di sampingnya ini terlihat tenang-tenang saja. Dia bahkan membelikannya popcorn dan minuman meski Maureen telah menolak. Sekarang mereka sedang menonton film bergenre aksi-fantasi yang diperankan oleh tokoh-tokoh terkenal.

"Kakak suka filmnya?"

Edgam menoleh, dia agak terkejut. "Kamu kurang suka, ya? Mau nonton yang lain?"

"Ehh, suka kok, Kak."

Edgam tersenyum. "Yakin suka?"

"Iya."

"Baguslah, soalnya kakak juga suka." Dia tertawa dengan pelan.

Maureen berbisik, "Sstt, Kak, kenapa ketawa terus? Kita dilihatin orang-orang karena berisik."

"Kamu sih, lucu," ujarnya kembali tertawa.

Maureen berusaha tidak memedulikan wajah seram orang-orang di sekitarnya. Nasihatnya pun tidak dihiraukan.

Sebenarnya Maureen bahkan tidak memerhatikan filmnya sama sekali. Pikirannya entah ke mana. Terlebih lagi dengan reaksi orang-orang ini, dia semakin tidak nyaman.

Film tersebut pun berakhir dengan cepat, meski bagi Maureen terasa sangat lama. Maureen melihat jam tangan yang terpasang di tangan kirinya. Sudah pukul sembilan. Kalau dia ada di rumah, mungkin sedang membaca koleksi buku-buku yang baru dibelinya.

"... akan dulu nggak?" tanya Edgam saat mereka sudah berada di parkiran.

"Maureen?" panggil Edgam.

Maureen menoleh, dia tidak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh pemuda itu karena perhatiannya sempat dialihkan oleh sosok yang berdiri tidak jauh dari mereka. Maureen merasakan dejavu dengan orang bermata biru.

"Eh, ya, Kak?" tanya Maureen merasa tidak enak.

Entah sejak kapan Edgam sudah berada di depannya, menutupi pandangannya dari sosok itu. "Sebelum pulang kita makan dulu, gimana?"

Maureen mengangguk, suasana hatinya kurang baik mungkin karena sedang lapar. "Terima kasih sudah ditemenin nonton, Kak, traktiran yang tadi juga."

"Aku yang makasih, kamu kayaknya kurang suka sama genrenya, ya? Lagi liatin apa sih?" Pemuda itu berbalik, berusaha mencari obyek yang menarik perhatian gadis itu. Namun, tidak ada apa pun.

"Oh, enggak, kirain lihat teman tadi, ternyata beda orang. Genrenya aku suka kok, Jane sengaja pilih itu karena aku sama dia sama-sama suka filmnya. Yuk, Kak."

"Yuk."

TBC
1107 kata

(Author Note)
Semoga kalian suka sama season 2 ini :D
Selesainya tadi pagi, tapi publishnya sengaja malem biar nemenin buka puasa (sebenernya lupa belum publish haha).
Episodenya pendek ngga apa ya, yang penting rajin update hehe

Dyah Putri
(19/07/21)
10:21

Underwater World: Gate of Berry Head ArchWhere stories live. Discover now