Bagian 53 : End

Mulai dari awal
                                    

"Anjir kaget. Nggak ada aba-aba langsung gas sosor," gumam Puput.

Adam melepas ciumannya dan menempelkan dahinya ke dahi Ara. Dengan jarak sedekat itu, Adam berkata, "Maaf. Maafin aku yang udah buat kamu kecewa, Ra. Tapi abang nggak ada maksud buat nyakitin kamu kayak gitu. Padahal kamu udah jauh-jauh ke kampus buat anterin makanan buat abang.

Tapi yang kamu omongin nggak bener. Kamu nggak malu-maluin. Nggak peduli badanmu gemuk atau kurus, atau kulitmu keriput sekalipun. Bagaimana pun keadaanmu, kamu Araku yang berharga. Kamu wanita yang aku cinta. Jadi berhenti ngomong kayak gitu, itu menyakitkan buat Abang."

Layaknya sedang menonton drama, setelah mendengar dialog yang diucapkan Adam, Puput langsung menoel-noel lengan Andrian di sampingnya dengan heboh. "Whuaaa! Itu beneran Pak Adam yang dosen itu? Pak Adam yang nyebelin dan garang itu? Waw."

"Nggak usah kaget gitu. Aku juga pendiem, tapi aslinya juga bucin banget kok ke kamu."

Puput menatap Andrian sebal dan menggosokkan kedua tangannya seperti hendak memukul. "Hmmm, ini orang satu, ditabok mati nggak ya?"

Andrian berdehem dan mengalihkan pandangannya. "Kapan sih perasaanku berbales, gini amat kena hukum timbal-balik," cibirnya pelan.

Puput menggelengkan kepalanya saat kembali melihat Adam dan Ara. "Sempet nggak nyangka, dosen pendiem sedingin itu ternyata tipikal cowok tsundere."

"Bukan tsundere lagi, Pak Adam itu tipe orang yang kalau udah jatuh cinta bakalan bucin banget."

Ara yang tersadar pun memukul lengan Adam. "Bang! Ada temen-temen! Malu tahu!" seru Ara mengingatkan.

Adam tampak terkejut karena melupakan fakta bahwa dirinya sedang menjadi bahan tontonan Puput dan Andrian.

"Ah, anu," ucap Adam menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Maaf, tadi kepalaku kesleo," ucapnya asal lalu Adam menarik tangan Ara ke dalam kamar. "Maaf. Aku bener-bener nggak ada hubungan apa-apa sama Monika. Bahkan nggak ada perasaan suka sekalipun. Ini buktinya," ucap Adam sambil menyodorkan ponselnya ke Ara.

"Apa ini?"

"Bukti. Ini rekaman percakapanku sama Monika. Abang udah feeling ada yang nggak beres sama dia dari gerak-geriknya. Jadi buat jaga-jaga, aku rekam suara dia, dan ini bisa buat jaga-jaga juga kalau dia masih deketin abang, abang bakal bilang ke dia kalau rekaman ini akan abang sebar, " ucapnya dengam belepotan membuat Ara merasa lucu.

Dosen killer yang biasanya setiap ngomong pasti dipikir bahkan struktur kalimatnya pada saat mengobrol sangat dijaga, kini kalimatnya tidak beraturan dan terkesan panik.

"Ra, abang udah jatuh cintanya ke kamu. Jadi tolong percaya sama abang."

Adam berjongkok dan menyejajarkan dengan perut Ara. "Nak, jangan dengerin perdebatan ini ya. Apa yang Bunda pikirin salah kok, Ayah nggak mungkin sama si uler Monika. Tahu sendiri kan, Ayah kan bucin ke Bundamu."

"Bang, bangun. Iya-iya, Ara tahu."

"Udah percaya, 'kan? Aku nggak ada apa-apa sama Monika?"

Ara mengangguk. "Tapi Ara tetep nggak suka Abang dipeluk cewek lain."

"Iya, abang tahu. Mandi bareng yuk?" ajak Adam yang dipelototi Ara.

"Dasar dosen turun kasta!" seru Ara.

"Hah? Maksudnya?"

"Dari dosen killer, jadi dosen bucin, sekarang jadi dosen mesum!"

"Heh!"

Ara terkekeh. "Ya habisnya. Udah gitu main sosor di depan temen-temen. Imagenya itulo merosot jadinya."

"Peluk aku, Ra," ucap Adam manja. "Bunda, ayo peluk aku yang turun kasta ini."

"Apa sih, Bang?"

Adam langsung memeluk erat Ara dan menciumnya dari kening sampai bibir. "Biar aku bau Ara, nggak bau Monika," bisik Adam yang membuat mereka berdua tertawa bersama.

Bahagia itu sederhana. Saat aku sudah menemukan kamu yang tepat dan dapat menjadi partner terbaik, tentu saja aku akan menjagamu.

Menjadikan kamu sebagai teman, ratu, keluarga, tempat pulang.

Aku sadar, selama ini aku melihatmu dari jauh, dekat pun hanya dalam beberapa bulan. Namun, perasaan yakin untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan datang dengan kuat dalam waktu dekat tersebut.

Ini bukan masalah lama atau singkatnya waktu dekat. Tapi tentang siapa yang dapat meyakinkan hati bahwa dia adalah yang terbaik sebagai teman hidup.

Terima kasih, teman hidupku.
Tertanda, Dosenmu.

* * *

~Tamat~

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang