EMPAT PULUH SEMBILAN

Mulai dari awal
                                    

"Di mana?" tanya Areksa tidak sabaran.

"Mereka ada di gedung tua deket perbatasan Jakarta sama Bogor," terang Danuar—anak buah David tersebut.

Samuel dan Areksa saling tatap. Keduanya mengangguk mantap. "Tetap pantau datanya. Gue sama Areksa dan anak-anak lain bakalan ke sana."

Danuar mengangguk patuh. Pria berusia tiga puluh tahun itu kembali fokus pada layar komputer.

"Ilona udah kasih sinyal ke kita, gue harap dia baik-baik aja," ujar Areksa penuh pengharapan.

"Semoga. Lo hubungin orang tuanya. Gue mau kabarin bokap gue dulu," balas Samuel.

"Gue kasih tau inti yang lain juga. Kita ke sana sama-sama," final Areksa kemudian menjalankan aksinya. Semoga mereka benar-benar menemukan Ilona.

****

Samuel, Areksa, Farzan, Canva dan Marvin mengendarai motornya mengikuti sebuah mobil yang di dalamnya terdapat David, kedua orang tua Areksa dan kedua orang tua Ilona. Mereka semua sedang menuju arah lokasi di mana Ilona berada. Waktu menunjukkan hampir tengah malam, tetapi mereka tidak mengindahkannya. Jalanan yang sepi dan berbatu itu mereka lewati tanpa rasa takut sedikit pun.

"Marvel mana?" tanya Areksa setengah berteriak saat melihat Marvin yang hanya mengendarai motornya sendirian.

"Gue nggak tahu. Tiba-tiba dia ilang dan telepon gue nggak diangkat," balas Marvin sedikit berteriak.

"Ck!" Areksa berdecak sebal. Entah pergi ke mana sahabat mereka yang satu itu.

"Ini masih jauh nggak sih?" tanya Canva yang mulai merasakan pegal di pantatnya. Apa lagi Farzan yang terus menyenderkan tubuhnya di punggung miliknya. "Lo berat, Tarzan! Jangan nyender kayak cewek gini."

"Pelit amat lo, Kain Kafan!" balas Farzan ikut kesal.

"Dikit lagi sampai," balas Samuel yang sejak tadi memantau lokasi melalui ponsel miliknya. Ia berboncengan dengan Areksa, sementara Canva dengan Farzan dan Marvin sendirian.

Tidak berselang lama setelah itu, akhirnya mereka semua sampai di sebuah bangunan besar yang sudah tidak terpakai. Dilihat dari luar, bangunan tua itu terlihat mengerikan. Tidak ada pencahayaan di sana. Mereka yakin, pasti di dalamnya ada banyak penghuni tak kasat mata.

David dan para orang tua lainnya turun secara bergantian dari dalam mobil. Mereka semua membawa senter di tangan masing-masing. Samuel dan kawan-kawan  pun turun dari atas motor. Sebelum masuk ke dalam, mereka semua berkumpul terlebih dahulu.

"Jangan ada yang mencar kalau nggak mau hilang," ujar David memberikan perintah. "Saling jaga satu sama lain. Jangan ada yang ceroboh."

Mereka semua mengangguk mendengar perintah dari purna ketua Diamond angkatan satu.

Setelah mendengarkan perintah dari David, mereka bersepuluh mulai memasuki gedung tua yang telah usang itu. Bau pengap dan hawa dingin pun melengkapi perjalanan mereka untuk menemukan Ilona.

"Zan, gue rela deh sembunyi di ketek lo. Dari pada nanti gue lihat penampakan," ujar Canva seraya memandang ngeri ke sekitarnya.

"Penakut lo!" ledek Farzan.

Samuel yang mendengar sedikit keributan itu pun langsung menatap mereka tajam. Farzan dan Canva dibuat kicep karenanya.

"Kayaknya ada di lantai atas," ujar Arseno berpendapat.

"Masih jauh banget. Nggak ada lift lagi," keluh Canva.

"Pale lo ada lift. Ini gedung tua! Lo pikir mall?" Marvin menggelengkan kepalanya heran.

AREKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang