0.27

1.5K 225 29
                                    

Yewon menatap Yoongi yang mulai menjalankan motornya meninggalkan area rumah sakit. Sebelumnya ia sudah mengucapkan terima kasih pada pria itu. Yewon cukup tertolong akan hadirnya Yoongi. Setidaknya pria itu bersedia menemaninya di tengah kesedihan yang menimpanya.

Yewon berbalik menatap bangunan rumah sakit, sejenak ia menghela nafas. Jujur ia tak berani menampakkan diri di hadapan keluarganya, terutama Jennie. Kakak keduanya itu pasti akan kembali memarahinya. Di sisi lain ia sangat ingin mengetahui kondisi Yeri. Beberapa jam lalu mereka masih tertawa bersama. Namun sekarang semua berakhir dengan Yeri yang kembali mengalami serangan asma.

Yewon memberanikan diri untuk melangkah memasuki rumah sakit. Waktu masih sangat pagi, tentulah suasana rumah sakit masih tampak sepi. Sebelumnya ia sudah menerima panggilan telepon dari Ayahnya. Awalnya gadis itu pikir sang Ayah pasti sangat marah padanya, sama seperti Jennie. Tapi ternyata Ayahnya justru mengkhawatirkan keberadaannya. Yewon mengatakan jika ia baik-baik saja. Ia bertanya pada sang Ayah mengenai letak ruang rawat Yeri.

Dan disinilah Yewon sekarang, berdiri di depan sebuah kamar rawat VVIP. Gadis itu tampak ragu untuk masuk. Ia takut jika di dalam ada kedua kakaknya. Ia tidak ingin membuat suasana semakin keruh karna kehadirannya. Yewon mengurungkan niatnya untuk masuk. Gadis itu malah beralih menuju kursi tunggu.

Yewon memilih duduk di kursi tunggu. Ia menatap dirinya yang masih terbalut jaket milik Yoongi. Bahkan gadis itu baru sadar jika jaket pria itu masih melekat di tubuhnya. Ia lupa menyerahkannya tadi. Yewon memejamkan matanya sejenak. Ia belum sama sekali tidur hingga pagi menjelang. Matanya juga masih terlihat sembab.

Yewon menangis bukan karna sakitnya tamparan Jennie. Melainkan dari setiap ucapan kasar yang keluar dari bibir saudarinya. Itu jauh lebih menyakitkan dari apapun. Ia juga manusia biasa, terlebih yang ia hadapi adalah kakaknya sendiri. Jika orang lain mungkin Yewon akan membalasnya. Tapi Jennie kakaknya, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Yewon begitu menyayangi Jennie. Entah sampai kapan ia harus menunggu Jennie membuka hati untuknya. Dari ketiga saudari Yewon, hanya Jennie yang menurutnya sangat-sangat sulit ia jangkau.

Jennie tak pernah menginginkan keberadaannya sejak dulu.

Terbesit dalam pikirannya untuk menjauh dari keluarga Kim. Tapi hatinya seolah mengatakan jangan. Sungguh kebahagiaan keluarga Kim adalah yang paling ia harapkan. Ia bingung antara pergi atau tetap bertahan sampai semua bersedia mengakuinya.

......

Yeri mengerjapkan matanya saat sinar matahari masuk melalui jendela kamar rawatnya. Ia melihat sang kakak yang berdiri menatap keluar jendela kamar rawatnya.

"Yerim."

Yeri menoleh, itu suara salah satu kakaknya.

"Kau butuh sesuatu?" tanya Irene seraya menghampiri bangsal adiknya. Jennie yang mengetahui jika sang adik sudah bangun langsung ikut mendekati bangsal adiknya.

"Aku haus." ucap Yeri.

Irene meraih satu gelas air di atas nakas, ia pun membantu sang adik untuk minum.

Tak lama pintu kamar mandi terbuka, menampilkan sang Ibu yang terlihat baru saja melakukan ritual mandi.

"Kau sudah bangun?" tanya Taeyeon seraya mendekati bangsal Yeri.

"Bagaimana keadaanmu?"

Yeri merasa tubuhnya sudah jauh lebih baik. Ia juga tak lagi sesak nafas meski tak menggunakan alat bantu. Yeri mengatakan pada Ibu dan kedua kakaknya jika ia sudah baik-baik saja.

Tangan Jennie terulur mengusap lembut kepala Yeri. Gadis itu akan menjadi orang yang pertama marah jika seseorang membuat adiknya sakit. Itulah mengapa ia begitu marah pada Yewon semalam. Bahkan tangan halusnya kembali memberi tanda merah pada pipi Yewon. Hal yang sempat tak ingin ia lakukan kembali. Tapi justru ia melakukannya.

HATEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora