EMPAT PULUH LIMA

Mulai dari awal
                                    

"Gue pergi dulu, Al," ujar Ilona bersiap-siap untuk melajukan motornya.

"Hati-hati!" teriak Alana saat Ilona mulai keluar dari halaman rumah mereka.


*****


Ilona menatap pintu masuk restoran yang dikunjunginya. Waktu hampir menunjukkan pukul sebelas malam. Pengunjung restoran pun hanya tersisa dirinya saja. Tetapi Areksa masih belum ada tanda-tanda untuk datang ke sini menghampiri dirinya.

"Mbak, restoran akan kami tutup. Mbak masih mau di sini?" Seorang pelayan wanita datang menghampirinya. Wajahnya terlihat ramah sekaligus merasa kasihan dengan Ilona. "Kayaknya Mbak lagi capek banget, ya? Mukanya pucat begitu."

Ilona tersenyum tipis. "Makasih, ya, Kak. Saya nggak apa-apa kok. Pacar saya lagi sibuk, jadi dia nggak bisa dateng. Hehe."

"Mbak mau pulang sekarang?"

Ilona mengangguk.

"Malam-malam seperti ini? Nanti kalau ada apa-apa di jalan gimana, Mbak?" tanya pelayan wanita itu.

Ilona tertawa kecil. "Saya udah biasa. Kalau gitu, saya pulang dulu. Terima kasih banyak bantuannya."

Gadis itu berdiri dari duduknya. Kedua matanya tidak bisa berbohong kalau dirinya benar-benar kecewa karena Areksa. Meja cantik yang di atasnya terdapat banyak makanan juga lilin-lilin kecil itu menjadi saksi bisu penantian Ilona selama berjam-jam.

"Makanannya bungkus buat Kakak aja, ya. Saya permisi." Ilona sedikit menundukkan kepalanya. Setelah itu ia melangkah keluar dari dalam restoran. Helaan napas berat keluar dari mulutnya beberapa kali.

Ilona memutuskan untuk menghubungi Areksa lagi. Sejak tadi cowok itu sama sekali tidak mengangkat telepon darinya.

Senyum lebar terbit di bibir Ilona saat telepon darinya ternyata diangkat oleh Areksa.

"Halo, Eksa?" panggil Ilona dengan riang.

"Halo? Ini Ilona, ya? Gue Naura."

Ilona mengerutkan keningnya dengan jantung yang berdebar kencang. Untuk apa ponsel milik Areksa berada di tangan gadis itu?

"Hari ini ada reuni sama purna OSIS tahun kemarin, Na. Areksa sama beberapa anggota lainnya ketiduran di rumah gue."

Kedua mata Ilona berkaca-kaca. Jadi, cowok itu tengah bersenang-senang bersama teman-temannya? Sementara dirinya justru menunggu tanpa kepastian selama berjam-jam.

Napas gadis itu memburu. Perasaannya benar-benar tidak bisa dijabarkan untuk sekarang.

"Gue bangunin, ya, Na? Udah malem juga. Nanti gue kasih tau kalau lo habis nelpon."

Tanpa menjawab perkataan Naura, Ilona segera menutup sambungan telepon mereka.

"Gue yang lebay. Baru sebulan jadian udah sok-sokan mau ngerayain."

Gadis itu mendongakkan pandangannya untuk menatap langit malam yang terlihat mendung. Sepertinya, hujan akan segera tiba.

"Biarin gue hujan-hujanan. Dulu, Eksa selalu marah kalau gue kena air hujan dikit aja. Tapi sekarang, kayaknya itu udah nggak berlaku lagi."

Tepat setelah Ilona mengucapkan kalimat itu, hujan deras pun mengguyur hebat tubuh rapuhnya.

****


Areksa mengendarai motornya kebut-kebutan. Ia terkejut bukan main saat melihat ratusan pesan dari Ilona yang masuk ke dalam ponselnya. Setelah mengecek di restoran yang Ilona kirimkan alamatnya, ternyata gadis itu sudah tidak berada di sana.

AREKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang