***

"Kamu tau nggak, dari kemarin-kemarin itu Tante selalu tanya soal kamu ke Bara, tapi Bara selalu nggak jawab. Tante sampai ngira kalian udah putus, lho."

Kania tersenyum kikuk mendengar kata-kata Fara. Dari awal sampai di sini, Shena tidak pernah memberi Kania kesempatan untuk merespon ucapannya. Wanita itu terlihat sangat bersemangat ketika Kania tiba-tiba datang.

"Kamu cari Bara, kan? Dia lagi sakit." Shena tersenyum manis, lalu melanjutkan, "... Sakit karena habis berantem sama kakak kelasnya dulu. Lukanya nggak terlalu parah, sih. Coba kamu liat sendiri, sekalian marahin biar dia nggak berantem lagi."

Jadi sakit yang dimaksud adalah sakit karena berkelahi. Kania pikir Bara deman atau semacamnya. Dengan senyuman di wajahnya, Kania kemudian bertanya, "Kamarnya Bara di mana Tante?" Selama mereka pacaran, Kania hanya beberapa kali datang ke rumah ini. Dan tidak pernah sekali pun ia masuk ke kamar Bara.

"Kamarnya ada di lantai dua, ruangan pertama deket tangga," jawab Shena. "Tante mau masak dulu. Nanti sekalian makan malem di sini, ya?"

Kania melirik arloji di pergelangam tangannya, sudah jam enam lebih dua puluh menit. Kania tidak sadar sudah hampir malam. Dia pulang sekolah pukul lima sore, itu berarti ia menghabiskan satu jam lebih beberapa menit di Cafe. Ah, rasanya waktu berjalan lebih cepat dari biasanya.

Kembali memikirkan ajakan Shena untuk makan malam bersama, Kania memutuskan untuk mengangguk.

Semangat Shena meningkat karena senang. Dia bergegas ke dapur untuk mulai memasak. Namun sebelum itu ia berkata, "Nanti Tante panggil kalau semua udah selesai."

Kania mengangguk. "Makasih, Tante."

Kania berjalan menuju lantai dua, tepatnya ke kamar Bara. Sesuai apa yang dikatakan Shena, Kania berhenti di ruangan pertama dekat tangga. Kania sempat ragu untuk mengetuk pintu, namun pada akhirnya ia tetap melakukannya.

Tidak ada siapa pun yang menyahut. Kania akhirnya langsung membuka pintu yang tidak terkunci. Tidak ada seorang pun berada di dalam kamar yang dominan berwarna putih tersebut. Kania pikir ia salah kamar, tapi dalam hitungan beberapa detik, pintu kamar mandi terbuka dan seorang cowok keluar dengan bertelanjang dada.

Bara terkesiap ketika melihat Kania berada dalam kamarnya. Begitu pun Kania yang secara gratis disungguhkan pemandangan yang menyenangkan untuk dilihat. Kania tahu tubuh Bara sangat atletis, tapi bagian yang menjadi favorit Kania adalah bahu lebar cowok itu dan perut yang menonjolkan beberapa kotak yang menyegarkan mata, namun terlihat sedikit memar.

Mereka berdua sudah hampir dua minggu tidak bertemu. Wajar jika suasana menjadi canggung tiba-tiba. "Kenapa nggak bilang kalau ke sini?" tanya Bara sembari memakai kausnya.

Kania datang ke sini mendadak, dan mana mungkin ia memiliki pikiran untuk memberitahu Bara terlebih dahulu. Tapi Kania tidak ingin mengatakan apa pun soal itu. Jadi dia hanya diam seperti orang bodoh.

Bara menaikan alisnya. "Kenapa lo ke sini?" Bara merubah pertanyaannya. Ia berjalan mendekati Kania sambil memegangi perutnya yang terasa sakit akibat berkelahi kemarin.

Itulah pertanyaannya sekarang; kenapa Kania datang ke sini? Kania pun tidak tahu mengapa ia datang kemari tanpa alasan yang jelas. Disaat ia berusaha memikirkan alasan yang tepat untuk menjawab, perhatian Kania teralih melihat Bara berjalan sambil memegang bagian perut. "Perut lo kenapa?" tanyanya saat Bara berada tepat di hadapannya.

Bara menolak untuk menjawab. "Kenapa lo ke sini?" Cowok itu mengulang pertanyaannya agar Kania tidak mengalihkan topik pembicaraan.

"Gue ...." Kania memutar otaknya, mencari-cari alasan yang tepat. "Gue ... gue mau tanya soal Chesa!" Hanya itu alasan yang ada di otak Kania saat ini.

IDENTITY (END) Where stories live. Discover now