Part 52 : Berdua Bersamamu

Start from the beginning
                                    

Namun, malam ini ia memilih langsung pulang. Sedang tidak mood melakukan apa-apa. Walau hanya sekedar untuk duduk mendengarkan ceramah dari pak ustad.

Seperti ada yang hilang dari dirinya.  Bagaikan sang senja yang kehilangan langitnya. Bagaikan matahari yang kehilangan sinarnya. Bahkan, Gavin tidak tahu bagaimana caranya menghibur diri. Walau hanya untuk tidak cemas dan khawatir.

Hal-hal negatif terus bermunculan, menghantui pikirannya. Menciptakan sebuah kerasahan yang membuat hidupnya menjadi tidak tenang. Ia benar-benar takut kehilangan Tafia.

Gavin takut sekali mendapat kabar bahwa Tafia sudah jadian dengan Brian. Ia takut kehilangan Tafia. Cowok itu tidak mampu membayangkan jika hari-hari kemarin adalah momen terakhir kebersamaannya dengan Tafia.

Andaikan Gavin mampu memutar waktu. Mungkin, tidak akan pernah ia sia-siakan waktu bersama Tafia kemarin.

Cowok itu terperanjat, bahkan hampir melompat sangking kagetnya karena ada seseorang yang menepuk bahunya. Saat menoleh ke belakang, matanya langsung membulat. "Ta ..., Tafia?"

Gadis manis yang sekujur tubuhnya ditutupi oleh mukenah itu tersenyum. "Tumben nggak ikut ngaji?"

"Enggak." Gavin terlihat kikuk. "Kok kamu bisa ada di sini?"

"Di anterin sopir, aku mau ngaji," jawab Tafia sambil menahan senyum. Matanya yang bening, tampak menggemaskan. "Owh, iya. Aku bawa sesuatu."

"Apa?" tanya Gavin melirik sebuah kotak yang sedari tadi dibawa Tafia.

"Sepatu bola."

Gavin melongo beberapa saat.

"Biar kamu makin semangat tandingnya." Tafia menyodorkan kotak tersebut.

Gavin terdiam beberapa saat, kemudian menerimanya dengan ragu. "Kenapa kamu perhatian sama aku?"

"Pengen aja." Tafia menggelembungkan pipinya.

"Makasih, ya." Gavin tersenyum simpul. Kehadiran Tafia membuat suasana hatinya sedikit membaik.

Sebut saja Tafia adalah moodboster terbesar Gavin. Karena melihat wajahnya saja membuat awan mendung yang mengerumuni hati Gavin langsung musnah terganti dengan keindahan pelangi.

"Ya udah, aku mau ngaji dulu," pamit Tafia, kemudian masuk ke dalam serambi masjid.

Gavin langsung mengekor ke belakang. Tidak jadi pulang. Karena sang penyemangat sudah datang. Ketika sang penyemangat datang, rasa malas mencari ilmu pun langsung hilang.

Namun, Gavin tidak fokus mendengarkan pelajaran yang diajarkan oleh kang Syahroni. Matanya terus melirik ke arah Tafia yang terlihat semakin cantik sekali. Meski, Tafia berada di lingkaran anak-anak perempuan yang dipimpin oleh ustad Abdurrahman di ujung sana.

Cowok itu buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain saat Tafia membalas tatapannya. Sama seperti di sekolah, mereka berdua memang suka main lirik-lirikan.

***

Tafia langsung berlari-lari kecil mengimbangi langkah kaki Gavin setelah selesai mengaji.

"Kenapa kamu ngelirik-ngelirik aku terus?" tanya gadis itu.

"Ah, enggak kok." Gavin terlihat kikuk.

"Aku cantik, ya?"

"Enggak, biasa aja," ketus Gavin mencoba menghilangkan kegugupan.

Tafia mengerucutkan bibir. Padahal ingin sekali mendengar Gavin mengatakan dirinya 'cantik'.

"Pulang sama siapa?" tanya Gavin masih terlihat canggung.

"Dijemput sopir, bentar lagi juga dateng."

Tafia menoleh saat Aisya tiba-tiba memeluknya dari belakang. Gadis berbalut mukenah itu langsung berjongkok dihadapan Aisya agar tinggi mereka sejajar.

"Kak Taf ikut pulang ke lumah Aisya?"

Tafia tersenyum simpul sambil mencubit pipi Aisya. "Enggak sayang, kapan-kapan aja ya kak Tafia mampir."

"Di lumah sepi, kalau nggak ada kak Taf." Aisya mengerucutkan bibir.

Tafia tersenyum getir, melirik ke arah Gavin yang langsung membuang pandangannya ke arah lain karena kedapatan menatap dirinya.

"Aisya kangen sama kak Taf." Mata Aisya tampak berkaca-kaca. Jemari lentiknya meremas-remas ujung mukenah Tafia.

"Kak Tafia juga kangen sama Aisya." Tafia mencium pipi Aisya lembut.

"Ya udah kalau gitu, Aisya pulang dulu sama temen-temen." Aisya melepaskan diri dari Tafia kemudian berlari menyusul teman-teman sebayanya.

Tafia kembali berdiri sambil tersenyum menatap kepergian Aisya. Gadis itu kemudian melirik ke arah Gavin yang menghela napas dengan kasar.

"Kenapa? Kamu juga kangen sama aku?" ledek Tafia sambil menyenggol lengan Gavin dengan lengannya.

"Enggak."

"Ih, dari tadi bilangnya enggak mulu." Tafia mendengkus.

"Kalau kangen emang kenapa?" ucap Gavin malas.

"Ya nggak pa-pa."

"Hadeuh, yaudah nggak jadi kangen." Gavin melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kan udah ketemu, ya nggak jadi kangen lah."

"Ya udah aku ngambek aja." Gavin membenarkan letak pecinya yang miring.

"Dih, kok malah ngambek sih?"

"Biar kamu perhatiin." Gavin menoleh ke arah Tafia, hingga membuat keduanya saling tatap hingga beberapa detik. Sudut bibir mereka berdua merekah secara bersamaan, lalu tertawa karena merasa lucu dengan apa yang barusan terjadi.

Tanpa sadar mereka bedua saling mengagumi satu sama lain. Terpesona dengan keelokan wajah masing-masing. Bagaikan dua mawar merah yang merekah dikelilingi kupu-kupu warna-warni.

"Kenapa nggak ngaji di tempat yang deket sama rumah kamu aja?" tanya Gavin memecah keheningan.

"Kata ustad Abdurrahman nggak baik pindah-pindah tempat ngaji. Nanti malaikat yang mencatat pahala bingung pas mau ngasih ilmu. Tapi kalau pindah ke pondok pesantren boleh, asal istiqomah dan bersungguh-sungguh."

Gavin manggut-manggut kemudian mengalihkan pandangannya ke depan. Untung masjid sudah sepi, kalau tidak pasti mereka diledekin sedang pacaran oleh orang-orang.

"Sopir kamu kok lama banget?" tanya Gavin sambil menghela napas.

"Mungkin, Mang Ujang lagi ngasih waktu ke kita biar bisa berduaan."

"Kalau kamu aku perkosa gimana?" Gavin menaik-turunkan alisnya.

"Ish!" Tafia menggeplak kepala Gavin. "Kumat deh, mesumnya."

Gavin terkekeh.

"Aku percaya kok, orang yang sayang sama aku pasti bakalan ngelindungin aku dari apapun. Termasuk dari nafsunya sendiri," gumam Tafia sambil senyum-senyum sendiri.

"Bila nanti saatnya telah tiba ...." Gavin tiba-tiba menyanyikan sebuah lagu. "Kuingin kau menjadi istriku ...."

Tafia menoleh dengan wajah terpana. Kemudian menyahut lagu yang dinyanyikan Gavin. "Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan ...."

Keduanya saling tatap, kemudian menyunggingkan seulas senyum.

"Berlarian kesana kemari dan tertawa," ucap mereka menendendangkan lirik lagu secara bersamaan.

Bersambung...

Next apa enggak?

Ajak teman-teman kalian buat ikut baca yuk!

TAFIA'S TEARSWhere stories live. Discover now