Bab 14: Akhir

13 5 0
                                    

"La-lari." Dengan tubuh meringkuk kesakitan akibat tubuhnya yang terlempar dan terhantam lantai yang keras, Saras mengulurkan tangan yang sedari tadi menggenggam pin dengan erat.

Tidak jauh dari mereka, pria dewasa berseragam petugas rumah sakit berdiri di kegelapan, menatap mereka dengan tajam. Sharon yang pertama kali menyadari ada orang lain selain mereka, ia tidak tahu siapa itu. Tapi ia tahu kalau orang itu yang membuat Saras temannya, seperti ini. Ia menyorot wajah pria itu dengan sinar di ponselnya. Ada yang aneh dengan orang itu, ia menggeram marah, terlihat urat di sekitar tulang selangka dan lehernya, matanya terlihat kosong namun juga tajam. Seperti tengah di kendalikan.

"I-itu, Itu-itu Iblis." Raka berucap dengan suara gemetar.

Randu yang pertama kali tersadar dari shock, dengan cepat membaca situasi. Ia berlari sekuat tenaga setelah mengambil planchette dari tangan Saras. Sementara temannya di belakang berusaha menghalau sang Iblis, Randu mencari tempat untuk menghancurkan perantara Iblis itu dengan dunia mereka. Sebelum Iblis itu semakin kuat, dan berhasil merebut jiwa mereka.

******

"Bantu gue mindahin Saras ke pundak gue, cepat!" Nic berseru panik pada Agnes, yang masih terdiam karena shock.

"CEPAT AGNES!"

Agnes tersentak mendengar teriakan Nic. Dengan cepat ia membopong Saras yang telah hilang kesadaran, ke atas pundak Nic.

"BIAR KAMI YANG MENAHAN IBLIS ITU! CEPAT LARI!"
Tanpa perlu di suruh dua kali, Nic berlari menuruni anak-anak tangga. Beberapa kali ia hampir kehilangan keseimbangan dan terjatuh, namun Agnes menahan tubuhnya. Bukan hal mudah berlari membawa beban berpuluh kilo di pundak.

"RAKA, AWAS!"

Tanpa mereka sadari, pria itu telah ada di hadapan mereka. Bak melempar karung yang berisi kapas, ia membanting tubuh Raka yang menghalangi jalannya dengan mudah.

Bruk!
Tubuh Raka terlempar beberapa meter dari tempatnya berdiri.
"Brengsek." desisnya, menahan sakit di sekujur tubuh.

Perlahan Sharon berjalan mundur, kala petugas rumah sakit itu berjalan ke arahnya.
"Paman! Saya tahu paman tidak ingin seperti ini, ini bukan kehendak paman! Lawan dia paman! LAWAN IBLIS ITU JANGAN IKUTI KEHENDAKNYA!"
Kini jarak Sharon dan pria itu hanya beberapa langkah. Ia, iblis itu sengaja memperlambat langkahnya, karena senang melihat wajah Sharon yang ketakutan melihatnya. Sharon tidak bisa lari, ia terkurung. Badannya menyentuh dinding tembok.

Buk!
Pria itu menghantamkan tubuh Sharon ke tembok. Sharon ingin sekali menangis rasanya, ia sangat takut. Namun, ia tak ingin memperlihatkan rasa lemah pada Iblis yang sedang mengendalikan pria malang di hadapannya ini.

Tangannya yang berurat, terulur mengarah ke leher Sharon. Dan mencekiknya kuat.
"Uhk, huk, Iblis s-sia-lan. Ka-kau ti-Uhuk! Tidak ak-akan, uhk- bisa meng-ambil j-jiwa kami."
Dengan sisa tenaganya, Sharon menggenggam liontin yang tergantung di leher, ia menyebut nama 'Aghya' dalam hatinya, 'Jika kamu memang malaikat ku, kumohon datanglah.' batinnya.

"Pft. Manusia bodoh. Kalian percaya diri sekali, hanya karena menemukan benda tidak berguna itu." pria itu berujar, suaranya terdengar seperti geraman, mengerikan.

"Kalian tidak akan pernah bisa lepas dari ku. Biar ku beri tahu satu hal, perantara sesungguhnya adalah kalian. Kita akan terus bertemu sampai kalian mati." ia menyeringai menatap Sharon, yang telah lemas dibuatnya.

Buak!
Pria itu tersungkur akibat hantaman benda keras yang dilayangkan Raka ke kepalanya. Ia jatuh pingsan dengan kepala yang mengeluarkan darah. Tapi itu hanya sementara, Iblis itu akan segera mengejar mereka dengan atau tanpa tubuh itu.

"Sharon, ayo!" Raka bergerak cepat menuntun Sharon yang terduduk memegang lehernya yang memerah.


******


"Raka! Benda itu biar gue yang hancurkan Iblis itu pasti mengejar lo. Agnes lo bawa Saras!" ucap Nic berseru panik.

Randu dan Agnes mengangguk bersamaan, sesekali mereka melihat ke belakang takut bila Iblis itu telah menyusul mereka.

"Hati-hati, jangan sampai terjatuh atau tertangkap, Kita hanya punya satu kesempatan." ucap Raka, menyerahkan kain putih dan air suci yang diberikan oleh Paman Haris. Beliau bilang, perantara Iblis dengan dunia mereka hanya bisa dihancurkan dengan dua benda itu, jika kedua benda itu hancur, maka selesai sudah.

Nic hanya mengangguk sebelum berlari ke arah berlawanan. Lorong rumah sakit sangat sepi, tidak ada seorang pun yang terlihat. Padahal biasanya pada jam seperti ini, petugas rumah sakit masih bekerja, berlalu lalang di lorong.

Brak!
Nic tersentak, menengok ke belakang. Tepat di belakangnya, vending machine terjatuh. 'Apa ini perbuatan Iblis itu? Apa ia tahu?' pikirnya.

"Lewat sini."
Tangan seseorang menarik Nic yang terdiam gemetar ketakutan, ke sebuah ruangan.

Sesaat setelah pintu ditutup orang itu keluar meninggalkan Nic yang masih mencerna keadaan.

"Si-siapa dia?" Nic memandang ke arah pintu. Kemudian menggelengkan kepalanya, bukan saatnya ia seperti ini. Ia harus segera menghancurkan benda sialan itu.
Tangan gesit Nic menyiramkan air pemberian Om Haris ke atas pin berwarna ungu tersebut, kemudian ia membungkus nya menggunakan kain putih yang hanya sebesar sapu tangan.

"Shit, Cepat menyala sial!" ucap Nic kesal, karena korek api yang ia gunakan tidak juga mengeluarkan api.

"Ah!” Nic berseru setelah api menyala, Nic menyulut api ke ujung kain putih berisikan planchette, lalu melemparkannya ke dalam tempat sampah yang kosong setelah terbakar setengahnya.

Brak! Brak! Brak!
Suara pukulan pintu yang dipukul keras, mengagetkan Nic. Nic tidak berniat membukakan pintu untuk siapa pun yang ada di luar sana. Semakin lama, suara pukulan di pintu semakin keras. Nic memundurkan tubuhnya, ia menatap sekeliling ruangan mencari alat yang bisa digunakan sebagai perlindungan diri. Namun, tidak ada apa pun selain meja, lemari tua dan tempat sampah di ruangan itu. Ia sendiri tidak tahu berada di mana, pria asing yang menariknya ke ruangan ini menghilang begitu saja.

Ngiiiiing. Laki-laki itu menutup kedua telinganya, ketika suara dengung bergema di daun telinganya. Tidak berlangsung lama. Keadaan menjadi hening. Suara pukulan di luar sana tidak lagi terdengar.

Nic terduduk, kakinya lemas.
"Sekarang sudah selesai?" gumamnya.

Nic tersentak kaget, ia mendongak kala pintu terbuka kasar.
"Nic lo baik-baik aja?" ucap sang pelaku.

Nic mengangguk.
"Lo baik-baik aja? Di mana yang lain?"

"Agnes, Saras dan Raka sedang di obati. Ayo keluar dari sini." Sharon mengulurkan tangan yang di sambut baik Nic.

"Iblis itu, dia sudah pergi?"
Sharon mengangguk dengan senyum manis yang sudah lama menghilang dari wajah manisnya.

"Ya. Kita berhasil, Nic."  Ucapnya.

Nic terdiam, tidak percaya. Kini, sudah benar-benar selesai. Segala mimpi buruk yang mereka lewati telah usai. Nic tersenyum lega.
"Ah iya, Randu, di mana dia?"

"Randu sedang bersama pria yang dikendalikan Iblis tadi, kepala beliau terluka." Jawab Nic, ia menghela nafas, menyandarkan tubuhnya ke dinding. Malam ini, sungguh malam yang panjang.
Apa benar ini semua sudah selesai?
Semudah itu?
Dalam benak mereka bertanya tanya kepada diri mereka. Tanpa ada yang menyadari, bahwa mereka memikirkan hal yang sama



Flashback

"Randu lo mau ke mana?" ucap Agnes, melihat Randu yang berjalan berlawanan arah dengannya.

"Iblis itu mengira benda miliknya masih ada di gue. Gue harus menarik perhatian Wraith, agar ia gak sadar kalau benda itu ada di Nic."

"Lo mau Iblis itu mengejar lo? Lo gila? Lo mau mati?"

"Teman-teman gue udah berkorban dan gue mau kabur sendiri gitu aja? Lo tenang aja, cepat pergi obati Saras."
Randu berlari meninggalkan Agnes yang menatapnya kesal.

******

"Raka!" Sharon berseru kaget, melihat Raka yang terjatuh di anak tangga. Untung saja ia cepat memegang lengan laki-laki itu. Mereka harus segera keluar dari tempat ini, sebelum Iblis itu terbangun.

"Sebelah sini."

Sharon membuka lebar mulutnya, kala mendengar suara yang tak asing lagi di telinganya.
"Aghya." gumamnya pelan.

Aghya mengedipkan sebelah mata pada Sharon. Apa Raka tidak bisa melihatnya? Pikir Sharon.
"Raka, lewat sini." Sharon berujar sesuai perintah Aghya.

"Terus berjalan lurus, dan tetaplah berada di keramaian. Ia tidak bisa melukaimu di sana." ucap Aghya berucap lembut. Di balas senyuman tulus dari Sharon sebagai ucapan terima kasih.

"Raka! Sharon!" panggil Agnes yang baru saja keluar dari ruangan tempat Saras di rawat.

"Agnes, di mana Nic dan Saras?" tanya Randu, sesekali memegang lengannya yang masih terasa sakit.

"Nic, ia menggantikan Randu menghancurkan perantara itu. Saras sedang di obati di dalam. Kalian juga harus di obati. Masuk, biar gue panggil perawat."

"Gue aja." sahut Sharon cepat.
"Ada yang pengen gue cari." lanjutnya.

Agnes menghela nafas, percuma melarang Sharon yang keras kepala ia tidak akan mendengarkan.
"Ya sudah. Hati-hati Sharon. Iblis itu bisa di mana saja."

Sharon hanya mengangguk sebagai jawaban, kemudian berlalu meninggalkan kedua temannya. Matanya menelisik semua sudut rumah sakit, mencari keberadaan Aghya dan Nic.

"Wah! Coba lihat siapa ini!" terlambat, suara geraman berat nan angkuh, menghentikan langkah Sharon.

"Makhluk bodoh yang rela di perbudak makhluk lemah."

"Jangan ganggu mereka." ucap Aghya dengan nada dingin dan penuh peringatan.

"Ohow, mengharukan sekali. Seekor anjing yang melindungi tuan nya huh?"

Sinar putih yang menyilaukan mata Sharon, diikuti suara hantaman keras terdengar ditelinganya. Ia tidak bisa melihat apa yang terjadi karena terhalang dinding pembatas.

"Aku akan membunuhmu." ucap Aghya, suaranya terdengar sangat marah.

Malaikat pelindung itu mengarahkan tangannya ke depan, mengeluarkan cahaya putih dari tangannya yang melaju secepat cahaya ke arah Wraith. Namun cahaya itu menghilang, kala Wraith menemukan kelemahan Aghya, Sharon.

"Coba saja kalau kau bisa." Geram Wraith.

Brak!
Tubuh Sharon terhempas ke arah mereka.
"Maka akan ku bawa majikanmu ini, bersamaku ke alam baka. Melayaniku, menjadi pemuas nafsu dan makanan anak-anakku.”  Iblis itu menyeringai menatap Aghya yang mengatupkan giginya, marah.

"Lepaskan dia!" seru Aghya, ia tidak bisa melepaskan Sharon dari cengkeraman Wraith dengan kekuatannya sendiri, jika ia memaksa bisa saja nyawa Sharon taruhannya.

"Manis sekali." ejeknya, tidak memedulikan Sharon yang terbatuk, kesulitan bernapas.

"HEI BRENGSEK! IBLIS SIALAN, LEPASKAN DIA!" terdengar suara Randu berseru dari kejauhan.

Serendipity Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz