[•° ENAM °•]

134 29 0
                                    

Cuaca pagi ini mendung, Habib melahap sarapannya dengan terburu-buru karena tadi pagi ia mendapat pesan dari coach Indra. Lelaki itu memainkan ponselnya beberapa kali, mencoba untuk scroll Instagram.

Istrinya, Shireen Hwa, baru saja datang dengan gamis formal dan blazer keabuan serta kerudung simple berwarna hitam. Pakaian seperti itu menandakan Ire tidak hanya di rumah saja hari ini, terlebih riasan tipis yang dipulas dengan sangat cantik di wajahnya.

"Pagi," sapa Ire sembari menarik kursi dan duduk. Habib mengangguk, berusaha menelan dulu roti tawarnya dan meneguk susu putih yang ada disitu.

"Pagi, Re," sapanya balik.

"Pelan-pelan, Bang. Nanti keselek." Ire memperhatikan suaminya itu memakan roti dengan amat terburu, sedangkan dirinya begitu pelan dan kalem.

"Abang ada janji sama coach Indra," jawabnya.

Ire mangangguk. Ia kenal Coach Indra, lelaki paruh baya yang sudah hilir mudik di kancah sepak bola Indonesia. Dari dulu, wanita itu suka sekali menonton pertandingan olahraga, termasuk sepak bola.

Bahkan sebelum bertemu Habib secara langsung, Ire sudah mengenalnya. Pria yang selalu berada di posisi gelandang sayap, selalu saja memberi umpan-umpan empuk untuk mencetak gol. Febi Habibie, suaminya

"Kamu mau kemana?"tanya Habib, rotinya sudah habis, ia tinggal meludeskan susu putih yang masih setengah gelas.

"Oh! Mau ketemu Yeya sama Nurul, Bang." Ire mengunyah roti yang sudah ia beri selai hazel itu.

"Ada seminar?"

Wanita yang ditanya mengangguk singkat. "Lebih ke kajian kecil yang diadain sama anak rohis SMA. Terus kita mau lanjut cooking class."

"Cooking class? Mau masak apa?"

"Salad buah aja, sih. Gampang terus juga ga pake kompor, jadinya aman." Ire meletakkan rotinya, lalu meneguk jus mangga. Ia tidak begitu suka susu karena beberapa kali membuatnya mual.

Habib manggut-manggut. "Kamu mau belanja juga?"

"Huum, kita ketemuan di mall. Belanja sekalian nyiapin segala sesuatunya."

"Oke. Aku duluan ya, Re." Lelaki itu beranjak, ia menyodorkan tangannya saat Ire hendak salim. Lalu dengan langkah lebar setelah salam, ia keluar dari rumah.

Ire sendirian. Bu Iis pasti sudah sibuk mencuci pakaian atau bersih-bersih. Ia mengunyah rotinya pelan. Senyum mengembang darinya saat mengingat kejadian malam itu.

"Masih pagi, Re! Jangan mesum!" monolognya. Ia tidak tahu dosa atau tidak berpikir mesum pada suaminya sendiri. Tapi sungguh, Habib benar-benar hebat.

Sebelum pikirannya makin kacau, perempuan berdarah Tionghoa itu cepat-cepat menghabiskan sarapannya. Setelah roti dan jus nya tandas, ia mengambil tas dan berjalan keluar rumah.

Masuk ke dalam mobilnya yang berwarna putih dan bermodel sama dengan milik Habib, tetapi punya Habib warna hitam. Ia menyalakan mesin, lalu memacu mobilnya.

×××

Habib sampai di stadion tempatnya berlatih. Sudah ada beberapa orang disana. Beberapa anak Persija juga, beberapa lainnya berasal dari berbagai macam tim. Ia mengernyit saat menemukan pemain-pemain yang setahunya bukan dari timnas senior.

"Pagi, Habib," sapa Coach Indra yang juga baru datang. Lelaki dengan kumis tipis dan kepala botak itu berwajah amat ramah.

"Eh, coach! Pagi," sapanya balik sembari melakukan man hug.

Ukhtinesia.Com [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang