"Harus digertak anak itu." gumam Regan.

Sella terkekeh pelan, "Papa berlebihan. Gak perlu Papa minta surat cerai yang palsu ke orang-orang Papa, Supaya Darrel kapok."

"Kalau gak gitu, dia gak akan mau mengakui gengsinya."

🥀

Darrel menutup pintu apartemen dan melepaskan tangan Naya yang sejak tadi ia tarik. Cowok itu melepas jaketnya dan menghela napas lega.

"Lo gak boleh pergi tanpa izin gue."

Naya mendongak menatap Darrel yang berdiri di depannya, "Aku-"

"Gue gak terima bantahan atau gue bakal ngegas sama bokap lo kayak tadi."

"Rel kamu-"

"Iya ini gue. Intinya, lo tetep tinggal bareng gue tanpa cerai-cerai."

"Kamu cuma mau mainin perasaan aku kan?"

Darrel menggeleng, "Gue udah bilang, gue bakal buka lembaran baru sama lo. Itu artinya yang dulu-dulu gue usahain gak bakal terjadi lagi."

"Tapi-"

"Gue emang belum sepenuhnya cinta sama lo, tapi tunggu aja. Lo cukup diem dan terima hasilnya."

"Aku gak mau nunggu. Aku terlalu sering nunggu dan itu gak selalu berhasil."

Darrel mengacak-acak rambutnya frustasi, "Ya terus lo mau kabur-kabur lagi?! gimana gue mau buktiin kalau lo aja kabur terus. Mikir lah Nay."

Naya terkekeh pelan, "Aku gak yakin kamu bisa."

"Gue juga nggak, tapi coba dulu."

"Perasaan gak buat dicoba-coba Rel."

Darrel menarik napas panjang, kenapa rumit sekali. Seingatnya, saat bersama Sandra ia hanya perlu diam dan perempuan itu sendiri yang berlari mengejarnya hingga ada sedikit rasa nyaman. Maka dari itu, Darrel mencoba cara itu, anggaplah ia menjadi Sandra yang mengejarnya dan Naya yang diam menunggunya.

"Tadi aku lihat, Al dorong kamu ke pagar ya? punggung kamu gapapa?" tanya Naya.

"Ngapain peduli?" tanya Darrel balik.

"Ya karena-"

"Lo jujur aja deh. Lo sebenernya juga gak mau kan pisah sama gue dan perasaan lo ke gue juga belum selesai. Lo bilang nyerah tapi omongan lo gak sinkron waktu sama Al tadi."

Naya diam. Apa perlakuannya sangat terbaca? tapi jika Darrel mengatakan itu, berarti Darrel sudah sampai sejak Alvaro sampai juga?

"Iya gue sampai disana, gak lama setelah manusia itu sampai."

"Aku-"

"Terus maksud lo ngehindar dari gue apa?"

"Aku cuma-"

"Terus maksud lo masih gak mau kasih tau gue soal dia apa?"

"Rel-"

"Kalau lo bakal jawab, itu urusan lo. Gue bakal buat lo hamil lagi saat ini juga."

Deg

Naya menggeleng keras dan menjauh dari jangkauan Darrel, "Aku gak mau kamu nyuruh aku gugurin dia dan kenapa aku ngehindar? karena aku pengen perasaanku gak semakin larut ke kamu."

"Lo pikir gue sejahat itu?"

"Tapi kamu-"

"Gue kasar sama lo karena gue gak mau lo berbuat hal yang nggak-nggak ke Ara. Terlebih gue gak pernah ketemu sama sekali sama lo, lo bisa aja pura-pura baik supaya bikin orang yakin. Dan setelah orang itu yakin, lo baru bertingkah."

"Tapi aku gak gitu Rel. Dengan cara kamu kasar dan lampiasin semua ke aku-"

"Karena gue benci sama lo." sela Darrel.

"Maksud kamu?"

"Gue benci sama lo yang tiba-tiba masuk ke hidup gue tanpa izin. Gue benci sama lo yang dengan mudah narik perhatian keluarga gue. Sedangkan Sandra, dia belum apa-apa udah ke tolak duluan. Itu dulu,"

"Rel tapi Sandra-"

"Tapi gue biarin aja. Rasa benci gue pelan-pelan hilang dan tiba-tiba rasa bersalah ngehantuin gue. Soal Sandra, gue gak ada hubungan sama dia lagi. Gue ketemu dia lagi sama tunangannya," Darrel menyandarkan punggungnya disofa dan meluruskan kakinya dimeja, "Tapi gak masalah buat gue. Dia cuma mainan gue. Kalau dia bisa mainin uang gue, kenapa gue gak bisa mainin perasaan dia."

Darrel menatap Naya yang masih berdiri dengan ekspresi tidak pahamnya.

"Terlalu bertele-tele emang. Intinya, gue putus sama dia. Gue gak sebenci itu sama lo, gue mau nyoba buat yakinin perasaan gue dan sorry soal itu. Gue tau maaf gue gak bikin dia hidup lagi. Tapi nanti kita bikin lagi," Darrel menaik turunkan alisnya kemudian merubah raut wajahnya menjadi serius lagi, "Gue serius, gue bakal inget dia terus."

"Kalau dia gak pergi, kamu gak akan begini kan Rel? kamu bakal tetep kasar sama aku?"

"Mungkin iya. Tapi setelah gue cari tau, ternyata lo gak bakal nyakitin adek gue. Gue rasa cukup hampir dua sampai tiga bulan ini, gue tau seluk beluk lo. Makanya gue yakin buat berhenti kasar sama lo."

"Kamu gak merasa bersalah bikin dia pergi?"

"Jelas ngerasalah. Lo pikir gue gak punya perasaan. Coba sejak awal lo bilang, gue juga gak bakal-oke gue tau lo takut semisal gue nyuruh lo gugurin," Darrel menyatukan alisnya bingung, "Tapi kok bisa lo hamil."

"Kamu mau nuduh aku, kalau-"

"Nggak. Jelas-jelas gue bisa ngerasain. Tapi-"

"Aku gak mau bahas itu." sela Naya.

"Oke. Itu artinya lo bakal gue culik selama yang gue mau. Gue gak peduli bokap lo ngirim surat cerai berkali-kali. Gue gak akan pernah lepasin lo dari gue."

"Rel aku-"

"Gue gak terima penolakan."

Naya merotasi matanya, tak ada guna sejak tadi dia berbicara jika Darrel memotong ucapannya terus. Membuang waktu dan tenaga.

"Aku gak suka paksaan." ucapnya.

"Gue gak maksa. Tapi itu suatu keharusan." balas Darrel.

"Mau kamu apa sih! dulu kamu maksa-maksa minta cerai sampai berlaku kasar. Tapi sekarang seenaknya gini! otak kamu dimana?!"

"Mau gue, disaat gue nyoba buat mulai semua dari awal. Lo tetep disamping gue apapun keadaannya."

"Setelah semua keinginan kanu tercapai, kamu lepasin gitu aja? breng-"

"Gak. Disaat udah tercapai, disitu waktunya gue bahagiain lo."

Naya menghela napas panjang, "Keterlaluan kamu. Bisa seenak jidat ngatur ini itu. Aku capek."

"Lo diem aja, tunggu gue."

_To Be Continue_

-mahar

Darrel My Bad Husband [Terbit]Where stories live. Discover now