📎 [2]. Itu Dia

4 3 1
                                    

***

Ana menghampiri mereka, ditangannya terdapat nampan berisi beberapa piring kecil dessert, dan dua cup hot chocolate. "Nih." Ia tetap berdiri, dengan apron maroon yang sama dengan karyawan lainnya melekat rapih. Kebetulan dari tempatnya berdiri ia bisa melihat semua yang diluar kafe, termasuk dua orang yang sedang kejar-kejaran. Yang dikejar seperti memakai pakaian khas rumah sakit, dan yang mengejar memiliki postur tubuh tidak asing dengan ....

"Itu .... " Ana melangkah keluar kafe. Saat tungkainya baru berjarak satu langkah dari pintu berlonceng—khas kafe kebanyakan—ada tangan yang menghentikan. Refleks ia menoleh, Rian. "Mau kemana?" Ada raut yang sulit terdeskripsi olehnya. Takut, cemas, dan picik.

Ana menoleh ke sisi jalan, dua orang itu masih berkejaran. Lalu ia menoleh ke Rian lagi, berusaha meyakinkan. "Sebentar ... cuma mau mastiin sesuatu," jawabnya.

Jika berasumsi bahwa Rian akan melepaskannya, ia salah. Genggaman itu makin erat. "Ngapain, sih! Udah ditungguin yang lain, masuk." Itu bukan kalimat ajakan, pun bukan saran.

Ana menghempaskan tangan Rian dengan kasar, untung kursi-kursi di depan kafe sedang sepi tidak ada pelanggan—Lebih memilih diruangan ber-AC, bisa dipastikan jika sekarang mereka terlihat seperti pasangan yang bertengkar. Sambil menahan amarah yang tidak seharusnya ia berkata, "Jangan ikut campur."

Dari tempatnya berada, dua cowok itu sudah lumayan jauh. Kaki jenjangnya terus berlari sembari menengok sekitar. Ketemu. Gang kecil di sebelah kiri. Semakin jarak antara mereka terkikis, makin yakin pula asumsinya.

Orang yang berpakaian rumah sakit tadi sesekali menoleh, memeriksa orang yang mengejarnya, tapi Ana tak sekalipun melihat dengan jelas. Meskipun demikian, ia yakin jika orang yang selama ini dicari, itu dia.

Orang itu berhenti, karena jalan buntu dan tidak tahu lagi harus kemana. Yang berjaket hitam juga berhenti, membuat gerakan dengan tangannya menyuruh mendekati dia. Pun dengan Ana, dua meter dari mereka.

Langkahnya memelan, tenang, dan juga senang. Meskipun air matanya tak berhenti menetes sedari tadi. Meskipun jantung kian berpacu setiap langkahnya. Tetapi itu semua sirna saat tengkuknya dihantam benda keras. Netra cokelat itu menjadi kabur, pengelihatannya semakin berubah buram saat pelipisnya menyentuh aspal. Pening, tidak berdaya, ingin menjauh saja. Ana benci perasaan ini. Sangat.

Dengan kesadaran yang semakin menipis, suara yang memanggil namanya seolah lagu pengantar tidur.

***

Bayangan itu kian bertambah jelas. Asap muncul entah dari mesin mobil bagian mana, bersamaan dengan percikan alur listrik bertegangan kecil. Suara suram yang memanggil namanya menyeruak diruang dengar. Berapa kali pun, suara itu tak bisa mengalihkan seorang gadis yang sedang menikmati pening karena darah masih mengalir.

Saat itu, perasaan yang sama kembali terasa. Sangat jelas seakan mendorong tubuhnya ke bawah, makin lama makin menutup saluran napas. Terlalu menyesakkan untuk diingat, tapi juga terlalu indah untuk dilupa.

Ada seseorang berdiri jauh di depan sana, seseorang yang selama ini ia cari hatinya tapi bahkan raganya pun enggan ditemukan. Mulanya buram, kini bayangan itu makin jelas. Membuat degup jantungnya berdetak lebih cepat.

Satu langkah, dua langkah ... senyum hangat itu masih sama.

Tiga langkah, empat langkah ... netra meneduhkan itu masih ada.

Lima langkah, enam langkah ... raut wajahnya meredup. Menyirat kesedihan yang bahkan kata tidak dapat mengungkapkan.

Sampai ia melihat asap hitam dari balik tubuh orang itu, begitu pekat hingga terlihat kontras dengan pakaian serba putihnya. Lalu sepasang tangan muncul dari balik asap, sejajar dengan lehernya. Perlahan jari-jari yang seakan kelaparan mencekik orang itu. Tangan orang itu meraih-raih udara— kearah Ana— seakan minta diselamatkan. Tetapi lambat laun, ada senyum kecil sebelum tangan itu melahap habis. Pasrah. Ia ingin bergerak, tapi tak bisa. Ia ingin menolong tapi tak punya kendali. Tangan-tangan itu mencengkeram wajahnya, lalu diseret dan hilang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Halu(an)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang