Mata Grizella membola sempurna. Sekarang ia sangat yakin bahwa barusan Agler mengatakan yang tidak-tidak pada Tezza. Sontak, Grizella melepaskan pelukannya dengan Tezza. Ia menatap anak sulungnya. Tezza, harus bisa diberi pemahaman.

Dengan pelan, Grizella menyentuh bahu Tezza. "Harus berapa kali Bunda bilang sama Tezza kalau nggak boleh pacaran? Kalau gitu, oke, mulai malam ini nggak usah tidur sama Bunda," ujar Grizella.

Tezza menggeleng kuat. "Nggak mau."

"Kalau nggak mau makanya jangan nakal. Jangan buat hal yang nggak Bunda suka. Ngerti? Dan bunda gak suka Tezza pacaran, masih kecil. Janji nggak gitu lagi?" Tezza mengangguk lesu.

"Iya, Bunda. Za nggak janji," gumam Tezza yang tak dapat didengar Grizella lagi.

Tezza kembali berdiri. Dipandang nya mainan yang cukup banyak didepannya dengan remeh. Anak sepertinya tak pantas main seperti ini, batin Tezza. Lalu bocil itu berjalan kearah luar dengan langkah lunglai. Lebih baik ia menemui Riki saja dan bercerita dengan temannya itu.

Meski Riki jorok karena ingus nya, tetapi percayalah hanya Riki yang selalu ada untuk Tezza. Rumah mereka yang berdekatan membuat Tezza sering main ke rumah Riki. Apalagi, orang tua Riki yang sedang sibuk bekerja meninggalkan Riki dengan pengasuhnya.

"Assalamualaikum. Iki gue datang." Tezza berteriak keras.

"Wa' alaikum calam. Ada apa?" tanya Riki dengan suara cempreng nya. Mukanya pun tampak loyo.

Diseberang sana, di rumah, Grizella memperhatikan gerak-gerik Tezza bersama Riki yang sedang berceloteh didekat pagar rumah. Agler menggelengkan kepalanya melihat tingkah Tezza yang bisa dibilang labil.

"Gue pulang dulu, mau kerja," pamit Agler pelan.

"Hati-hati," sahut Garuda dan Grizella bersamaan.

"Gue juga." Gardha ikut-ikutan.

"Gue juga deh, kita pamit," ujar Gardika.

"Hati-hati semuanya," kata Grizella melambaikan tangan.

Setelah semuanya pamit, Garuda dan Grizella masuk kedalam. Sebelumnya, mereka memastikan bahwa Tezza baik-baik saja bersama  Riki. Kedua bocil itu tengah tertawa bersama.

***

Pagi ini Tezza sudah siap dengan seragam paud nya. Seperti biasa, ia akan berangkat bersama Garuda ke paud. Sebelumnya, ia mencium tangan Grizella dan perut besar Grizella.

"Jangan nakal!"

"Jangan ngomongin cewek aja!"

"Dengerin apa kata guru-guru."

"Iya, Bunda," jawab Tezza mengerucutkan bibirnya sebal. Grizella terlalu cerewet.

"Ayo, pergi."

Garuda sudah berada didalam mobil menunggu Tezza. Dengan cepat, Tezza berlari kearah mobil dan memasukinya. Ia juga sempat melambaikan tangan pada Grizella.

"Abang?"

"Abang?" beo Tezza tak mengerti kenapa dipanggil Abang.

"Iya, kan, sebentar lagi Tezza bakal jadi Abang," sahut Garuda terkekeh.

Senyum Tezza merekah. Ia juga tak sabar menunggu kelahiran adiknya itu. Ia ingin cepat-cepat bertemu dan memamerkan pada seluruh teman nya bahwa ia mempunyai adik nantinya. Ah, membayangkan saja Tezza sudah senang, apalagi kalau adiknya ada disini pasti teman-temannya pada iri.

"Sampai. Ingat kata-kata Bunda. Jangan nakal," kata Garuda mengusap puncak kepala Tezza dan mencium kening anaknya itu singkat.

"Iya, Ayah. Za pelgi dulu."

GARUDA (END) Where stories live. Discover now