TIGA PULUH SEMBILAN

Start from the beginning
                                    

"Ogah!" sentak Ilona.

"Kira-kira mereka mau apa ya ngikutin kita?"

Ilona terdiam dengan berbagai macam pertanyaan di otaknya. "Apa itu orang-orang yang sama?" gumamnya bertanya-tanya.

"Apanya?" tanya Seano tidak mengerti.

Ilona tertawa garing. "Enggak apa-apa."

"Jangan bikin gue mikir lo!" balas Seano.

"Dibilangin nggak ada apa-apa. Nggak usah kepo, ya, Boncabe."

"Sinting," cibir Seano pelan.

****

"Makasih, Be. Kapan-kapan kita keliling dunia buat cari es krim yang bentuknya kambing." Ilona menyerahkan helm kepada Seano. Gadis itu tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit.

Seano memutar bola matanya malas. "Ogah."

Ilona mendelikkan matanya. Dua detik kemudian senyumnya mengembang miring. Tatapan matanya mengarah kepada kaki Seano yang menapak di atas tanah untuk menahan motor. Tanpa rasa kasihan sedikit pun, Ilona langsung menginjak kaki cowok itu dengan kuat.

"AARRGGHH, SETAN LO!" pekik Seano kesakitan.

Tidak ingin kena imbasnya, Ilona pun lari terbirit-birit menuju rumahnya. Tangannya melambai-lambai untuk meledek Seano yang terlihat kesakitan. "DADAH, JELEK! BESOK-BESOK KALAU JANJI HARUS DITEPATI, YA!!"

Ilona terkikik geli. Tanpa menunggu balasan dari Seano, gadis itu langsung masuk ke dalam rumahnya yang terlihat gelap. Hari sudah malam dan tiga anggota keluarganya sepertinya tidak pulang hari ini.

Tangan Ilona meraba-raba dinding untuk mencari letak saklar lampu. Setelah menemukannya, buru-buru gadis itu menyalakannya. Seketika ruang tamu di rumahnya berubah menjadi terang benderang. Tepat saat itu juga, Ilona memekik kuat.

Jantungnya berdebar kencang ketika melihat Areksa yang ternyata bersandar di tembok. Ilona meneguk ludahnya susah payah melihat cowok itu.

"Eksa?" panggil Ilona pelan.

Cowok yang hanya memakai kaos hitam polos itu masih menundukkan kepalanya. Rambut Areksa terlihat acak-acakan. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana.

Ilona mendekat secara perlahan karena tidak kunjung mendapat sahutan. Tangannya itu ia lambaikan di depan Areksa. Berharap cowok itu merespon dirinya.

"Sa? Sejak kapan lo di sini?" tanya Ilona.

Areksa mengangkat pandangannya untuk menatap wajah Ilona. Kedua mata cowok itu terlihat memerah. Aura yang dipancarkan pun tidak terlihat seperti biasanya.

Saat Areksa melangkah maju, Ilona justru bergerak mundur sampai akhirnya gadis itu menubruk sofa ruang tamu yang ada dibelakangnya.

Bau alkohol menyeruak kuat di penciuman Ilona saat Areksa semakin dekat dengannya. Gadis itu tidak lagi bisa bergerak karena Areksa telah mengunci pergerakan tubuhnya. Cowok itu merangkul pinggang Ilona dengan posesif.

"Mau hukuman apa, hm?" Areksa membenamkan wajahnya di ceruk leher Ilona. Napas cowok itu terasa hangat karena Ilona dapat merasakannya melalui permukaan kulit lehernya.

"Sa? Lo mabuk, ya? Sejak kapan lo doyan sama yang begituan?" tanya Ilona masih terkejut. Selama ini, Areksa selalu menjauhi minuman yang satu itu. Bahkan rokok saja cowok itu tidak berani mencobanya.

"Sejak tadi," balas Areksa dengan suara yang terdengar serak. Detik berikutnya, cowok itu mendorong tubuh Ilona hingga terbanting ke atas sofa. Senyumnya mengembang miring. Sorot matanya benar-benar terlihat tidak seperti biasanya.

AREKSAWhere stories live. Discover now