Laki-laki dewasa, bertubuh jangkung, berambut hitam, baju hitam dan mata yang tajam. Menatapnya dingin.

"Siapa kamu? Kapan kamu masuk ke kamar ku?" Raka bangkit dari duduknya, menatap tidak kalah tajam lawan bicaranya. Ia tidak menyadari seseorang masuk ke kamarnya.

"Astaga lihat tubuhmu. Kau benar-benar menyedihkan." pria itu menatap remeh Raka.

"Ibu yang mengirimmu ke sini?" tanya Raka.

Lagi-lagi pria itu terkekeh pelan. "Ibu mu tidak sepeduli itu pada mu bocah."

Raka terdiam sebentar. Pria itu benar. "Keluar." ucap nya dengan dingin.

"Kau akan menyesal jika mengusir ku sekarang."

Raka mengerutkan keningnya. Siapa orang dihadapannya ini? Pikirnya. "Apa mau mu?" Raka menatapnya kesal.

Pria di hadapannya tersenyum sinis, sebelum membuka mulutnya. "Apa kau percaya dengan iblis, nak?"

"Apa?" Raka bertanya, memastikan pendengarannya.

"Katakan keinginan mu?"

Raka mengkerutkan keningnya. Apa orang ini gila pikirnya.
Lagi-lagi pria di depannya kembali terkekeh.
"Aku bukan orang gila." Katanya.

Apa ia bisa membaca pikiranku? Begitu pikir Raka, dengan muka yang cengo.

"Ya. Aku bisa tahu apa isi hatimu. Semua itu terlihat jelas dari raut wajahmu." ucap pria itu yang membuat Raka membuka mulutnya semakin lebar.

"Dan aku juga tahu keinginan terbesarmu." pria itu kembali berujar. Dengan senyuman lebar. Raka merinding dibuatnya.

"A-apa maksudmu?"

Pria itu menghela nafasnya. "Aku tidak memiliki banyak kesabaran." ucapnya. Lalu menjentikkan jari. Dan voila! Ajaib. Luka di tubuh Raka hilang. Tanpa bekas sedikitpun.

Raka terjatuh. Kakinya lemas. Ia tidak bisa mencerna apa yang baru saja terjadi. Dengan suara gemetar Raka bertanya. "Se-sebenarnya k-kau ini apa?"

"Apa kau tertarik pada ku bocah?" Pria itu berjalan mendekati Raka yang masih terduduk.
"Kalau kau ingin tahu aku siapa, kau harus membayarnya." lanjutnya.

"P-pergi." dengan wajah pucat pasi, Raka mengumpulkan keberanian untuk mengusir seseorang-Ah, Raka bahkan tidak yakin makhluk di hadapannya ini orang.

Raut wajah pria itu berubah menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Tidak ada senyuman remeh lagi di wajahnya, melainkan diganti dengan raut wajah marah.

"Sudah ku bilang kan? Kau akan menyesal bila mengusirku." ucapnya.

Ctek! Pria itu kembali menjentikkan jarinya. Sesaat setelahnya, hembusan angin yang entah berasal dari mana berhembus ke sekeliling Raka. Raka melihat sekilas kondisi kamarnya yang berhamburan akibat tiupan angin, sebelum ia menutup mata dan berpindah ruang.

Raka membuka matanya setelah tidak merasakan lagi tiupan angin yang membuat matanya sakit.
Apa yang ia lihat sekarang sungguh tidak pernah ada dalam pikirannya.

Sosok laki-laki yang memiliki wajah yang sama dengannya berlari meninggalkan orang-orang di belakangnnya. Tangannya terangkat ketika mencapai garis finish.
Terdapat peluh di wajahnya, namun senyum manis tidak hilang dari sana. Suara mc memenuhi stadion. Laki-laki itu berlari ke arah orang tua nya, memeluk mereka. Orang tua itu,  juga memiliki wajah yang sama seperti orang tua Raka. Sangat sama. Perbedaan dari mereka hanyalah, laki-laki itu bahagia bersama orangtuanya, dan Raka tidak.

Raka terdiam di tempatnya. Ia berkali-kali menampar dirinya dengan keras, agar ia terbangun dari mimpinya.

"Itu kan kenginan mu?" pria yang Raka lihat di kamarnya tadi, berdiri di samping Raka.

"Apa ini? Kau siapa! Apa yang kamu lakukan padaku!?"

"Aku?" pria itu terlihat berpikir sebentar. Sebelum kembali menyeringai. Kali ini menampakkan giginya yang runcing. Raka terkesiap di buatnya.

"Aku Dewa, yang akan menolong mu."

"K-kenapa? Kenapa kau mau menolong ku? Apa peduli mu? Apa mau mu?

"Kau." jawab pria itu.

Raka hanya diam, ia tidak mengerti dan tidak tahu harus menjawab apa. Orang di depannya ini membuatnya takut.

"Jiwa mu." lanjutnya.

"Tidak, Aku tidak butuh hal seperti ini! Aku tidak butuh bantuan mu!"

Raka kembali merasakan hembusan angin itu. Ia berpindah lagi. Kali ini ia melihat sosoknya yang lain yang lebih terlihat dewasa dengan balutan jas.  Sedang memprensentasikan sesuatu di depan orang-orang berjas, sepertinya mereka orang penting. Di saksikan saudara-saudara nya yang lain dan orang tuanya yang terlihat bangga.

"Kau tahu aku mampu melakukan apapun. Kau hanya perlu ikut dengan ku setelah kau mati."

Raka terdiam melihat pemandangan di depannya. Ia memikirkan ucapan pria yang berdiri di sampingnya.
Ia hendak menyetujui ucapan pria itu, tapi bagaimana jika...?

"Sebenarnya siapa kau? Bagaimana caranya kau melakukan semua ini? Bagaimana aku bisa percaya dengan ucapanmu."

"Sudah ku bilang bukan? Kau harus membayarnya jika ingin tahu siapa aku."

"Dengan apa aku membayar?"

"Jiwa mu."

Gigi Raka bergeletuk. Ia menatap tajam lawan di depannya.
"Kembalikan aku ke rumah." ucapnya dengan penuh tekanan.

Dan wush. Pria dengan tubuh jangkung itu menghilang. Kini di depan Raka berdiri sosok tinggi besar berjubah hitam. Mata merahnya menatap Raka tajam. Ia menyeringai menampilkan gigi nya yang lebih tajam dari yang terakhir Raka lihat. Kuku tajamnya mencengkram dagu Raka.

Tubuh Raka bergetar, wajahnya pucat pasi. sungguh, ia tidak pernah merasa ketakutan seperti ini dalam hidupnya bahkan saat Reno memukulinya.

"Aku yakin cepat atau lambat kau akan datang kepadaku." ucap sosok di depan Raka. Suaranya terdengar seperti geraman hewan buas.

Bruk!
Sosok itu menghempas tubuh Raka. Raka terhempas, ia merasa seluruh tubuhnya sakit. Dan hilang kesadaran.

Raka membuka matanya. Hal yang pertama ia lihat, Nic yang sedang melakukan sesuatu di atas perutnya.

"Lo udah sadar? Gimana perasaan lo? Ada yang sakit? Lo butuh apa?" tanya Nic.

"Air." jawab Raka dengan suara serak.

Nic berdiri keluar kamar. Raka menatap sekelilingnya. Ia berada di kamar kecil berdinding kayu, beralaskan lampit yang terbuat dari anyaman rotan. Raka baru menyadari ia tidak sendiri di kamar ini. Tidak jauh darinya, Saras berbaring.

"Sar." panggilnya. Raka mendudukan dirinya, mengesot mendekati Saras. Ia memegang perutnya yang terasa sangat sakit.

"Lo tidur?" Saras tidak menjawab ia masih betah memejamkan matanya.
Sebenarnya apa yang terjadi? Di mana ia? pikir Raka, melihat sekelilingnya.

Tidak lama Nic masuk bersama Sharon yang membawa makanan di tangannya.

"Gimana keadaan lo Rak, udah baikan?" tanya Sharon meletakkan sepiring nasi beserta lauknya di depan Raka.

Raka meminum air yang di bawakan Nic sebelum menjawab.

"Gue kenapa? Kita di mana?"

Nic dan Sharon saling berpandangan mendengar pertanyaan Raka. Dengan raut yang tidak dapat Raka jelaskan.

Serendipity Where stories live. Discover now