14. Palsu

116 96 29
                                    

Kirana selonjoran malas-malasan, membalik halaman bukunya, kembali membaca lamat-lamat tanpa menghiraukan usikan Revan. Kali ini mereka berada di kantin sekolah, menemani Mbak Sekar yang bersiap beres-beres hendak pulang, karena ini sudah waktunya pulang sekolah.

"Hotspot dong." Revan menatap memohon, beralih merayu pada Ando di sebelahnya. "Hotspot dong, Guys ..."

Mendengus, sudah dari 5 menit yang lalu dia merajuk seperti itu. Teman-temannya tidak ada yang menghiraukan, pura-pura tuli takut dimintai hotspot. "Sya, hotspot ..." Tasya menggulir mata bosan, memakan mie yang baru disajikan Mbak Sekar.

"Pake punya gue, Van." Dilon sedang berbaik hati, lagipula jenuh mendengar Revan memohon seperti itu. Dia masih memiliki hati nurani, merasa kasihan.

Revan melotot lebar, mendekat pada Dilon tidak sabaran. "Baik banget, ey!" Dia menyodorkan ponselnya, memuji dengan tampang sumringah. Dilon mengetik sandi, kemudian kembali memberikannya pada si pemilik gawai.

Revan cengar-cengir, memainkan ponselnya dengan hati riang, lanjut bertukar pesan dengan Becca memang hal menyenangkan. "Lancarnya internet Dilon."

"ANJIR VICTORY!" Ando heboh, berlari mengelilingi meja dua kali, lalu terduduk lagi. Dia menepuk-nepuk dada bangga, menatap Dilon rendah. "Tim lo kurang keren, kalah terus!"

Dilon mengendus, bersiap siaga dengan ponsel di tangannya. "Lanjut!" tantangnya.

"Lho, kok pending?" Revan melirik Dilon yang serius bermain game, mencuri-curi pandang pada ponselnya.

"Gue matiin. Lelet."

"Yah ..." Revan menghela kecewa, padahal Becca baru saja akan meneleponnya. "Hotspot dong ..."

"Beli kuota aja nggak mampu." Kirana menatap Revan malas, iris matanya terlihat hampir terpejam. "Sini baca buku aja bareng gue." Dia menepuk bangku di sebelahnya, menyodorkan satu buku.

"Males. Pake punya Mbak Sekar aja, ah." Revan beranjak, mendekati Mbak Sekar yang tengah mencuci piring-piring kotor. Terlihat dia memasang wajah melas, sebelum akhirnya Mbak Sekar menyuruh membantu terlebih dahulu baru memberikan hotspot.

Kirana menggeleng tidak minat, berdecak pelan, mengalihkan atensi pada Tasya yang tengah ber-selfie dengan Shella. "Kalian tau nggak ada orang-orang fake di snapgram?"

Tasya dan Shella menoleh. "Tau-tau." Tasya mengangguk-angguk, menyorot serius manik pekat itu.

"Kemarin ada cowok nembak gue." Kirana mulai bercerita, menopang dagunya. "Mukanya dia ganteng banget."

"Ngibul lo, Kir. Mana ada cowok ganteng mau sama lo." Ando asal nimbrung, jari-jari tangannya bergerak lincah memainkan game MOBA.

Tidak menghiraukan, Kirana melipat kedua tangannya lalu tidur seperti biasa. Padahal baru tadi dia mengganti buku baru, namun telah selesai telak dibaca. Memang rutinitasnya di sekolah hanya membaca buku dan tertidur.

Memang deh Kirana ini.

"Terus, Kir?" Tasya dan Shella nampak masih penasaran, Kirana kalau bercerita seringkali tidak lengkap. Terputus-putus sampai membuat si lawan bicara gagal paham.

Kirana mengambil napas, menyorot datar dengan kepala masih di atas meja. "Bentar, gue capek."

Tasya mendengus, kembali menyuap mienya lahap. Heran sendiri padahal Kirana tidak melakukan apapun sejak tadi. Dia mengambil botol, meminumnya, lalu menoleh pada Kirana yang nyaris terlelap. "Dia ganteng-ganteng fake gitu maksud lo?"

Kirana mendongak, iris malasnya terlihat enggan terbuka, sorot mata suntuknya nampak tidak bergairah. "Hm. Kek gitulah," jawabnya parau.

"Apa sih?" Shella tidak paham, termenung bingung seperti orang dungu. "Jelasin yang bener kek," imbuhnya mengernyit.

Tasya memposisikan tubuhnya menghadap Shella, menarik napas sebelum membuka mulut. "Jadi si Kirana ditembak sama cowok. Terus si cowoknya itu fake. Pake pict orang." Shella mengerti, manggut-manggut paham.

"Siapa bilang?" Kirana bertanya, ikut bingung. "Kapan gue ngomong dia pake pict orang?"

Tasya kian tidak paham. "Maksud lo fake gimana sih?" Dia sedikit kesal, mengerucutkan bibir mencibir keki.

"Hm ... gimana, ya?" Kirana nampak berpikir, mengetuk-ngetuk meja dengan ekspresi menerawang. "Gue nggak yakin itu foto dia. Soalnya ganteeeng banget."

"Sekarang banyak yang pake muka orang terus ngaku-ngaku itu mukanya. Goblok juga sih, mana mungkin nggak ketahuan itu fake, 'kan? Orang yang dia pake mukanya seleb." Shella terkekeh pelan, menyesap jusnya perlahan. Dia kembali menyorot lurus. "Jadi, lo nggak yakin itu muka asli, ya?"

"Hm." Kirana membalas seadanya, menutup iris mata, menikmati angin yang berhembus lewat-lalu.

"Mbak pulang dulu, ya. Jangan kesorean kalian pulangnya, nanti keburu ditutup Pakde." Mbak Sekar tersenyum ramah, berjalan menuju keluar kantin, dibalas anggukan dengan jempol mengacung oleh mereka. Revan duduk di sebelah Kirana, melambai-lambai pada Mbak Sekar.

"Makasih, Mbak!"

"Sudah hotspot lo?" Kirana menyorot malas.

"Sudah dong. Mbak Sekar baik syekali ..." Revan mulai lebay, mempamerkan sederet giginya senang. Hanya diberi hotspot oleh Mbak Sekar dia merasa bangga. "Kalian pelit. Jauh-jauh lo pada." Dia menggerakkan gerakan mengusir.

"Asal gratis mau lo!" Ando menaruh ponselnya, sedikit kesal karena Dilon berhasil mengalahkannya.

"Memangnya, siapa sih yang nggak mau gratisan?" Revan tertawa sendiri.

"Ando balik, yuk!" Danu berteriak dari pintu masuk kantin, lelaki berkacamata itu nampak berpeluh keringat. "Buruan!"

"Yo!" Ando menenteng tasnya, mengambil ponselnya dan menaruh di saku celana. Baru berdiri dari duduknya, dia menoleh pada Revan. "Sahabat lo ditembak cowok ganteng katanya tuh." Selepasnya, Ando menyusul Danu, merangkul sang sahabat lalu berjalan riang keluar kantin.

Revan menoleh tidak percaya. "Yang bener?"

"Hm."

"Seganteng apa?"

"Yang jelas lebih ganteng dari lo."

"Namanya siapa?"

"Lupa."

"Baru kenal berapa hari?"

Kirana berpikir, "Lima jam yang lalu."

"Anak mana sih?"

"Kepo lo!" Kirana terengah, capek diserang beribu pertanyaan seperti itu. Dia meneguk air di hadapannya, meminumnya hingga tidak tersisa. "Capek. Pelan-pelan dong," lenguhnya.

"Kirana curiga kalo dia fake, Van." Tasya turut menimbrung, prihatin melihat Kirana yang kian lelah.

"Jadi ..." Revan menggantung, memiringkan kepala. "Lo terima nggak, Kir?" tanyanya penasaran.

Kirana menggeleng. "Justru itu."

"Apa?"

"Dia ngajak ketemuan besok sambil nagih jawaban gue tolak atau terima." Jawaban Kirana membuat mereka sontak melotot lebar.

Baru kenalan dan sudah mengajak ketemuan?

"TOLAK!!"

KiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang