Buku yang dipegang Naura pun terjatuh di atas tanah. Tangan gadis itu beralih memegang dada dengan napas yang tersendat.

"Nau? Lo nggak papa?" tanya Areksa dengan wajah panik. Bukan hanya dirinya, tetapi semua orang yang ada di sana pun sama.

Napas Naura kian tersendat. Gadis itu kesusahan untuk berbicara. "O-obat," ujar Naura sebisa mungkin.

Areksa yang paham pun langsung mengambil inhaler yang ada di saku jas gadis itu. "Tarik napas yang dalam. Lo tenang, jangan panik," ujarnya menginteruksi.

Naura pun melakukan apa yang Areksa katakan. Dadanya terasa sesak dan semakin sakit ketika ia menghirup udara.

Dengan cepat Areksa membuka penutup inhaler yang diambilnya tadi. Kemudian ia memasukkan ujung inhaler itu di antara mulut Naura. Areksa menekan ujungnya supaya obat yang ada di dalamnya keluar ke dalam mulut gadis itu.

Ilona yang menyaksikan itu semua hanya mampu diam. Ia melihat bagaimana khawatirnya Areksa saat penyakit asma milik Naura tiba-tiba kambuh. Bagaimana telatennya cowok itu membantu Naura untuk mengendalikan napasnya menjadi normal kembali.

Tidak berselang lama, napas Naura pun kembali berembus normal. Wajah gadis itu terlihat sangat pucat dengan keringat yang menetes dari wajahnya.

"Perasaan lo gimana?" tanya Areksa.

Naura memegang kepalanya yang terasa berputar. "Nggak enak. Pusing."

Ilona berdecih pelan. "Udah tau penyakitan, sok-sok an ikut organisasi. Dasar lemah."

Ilona mengucapkan itu dengan keras membuat yang lainnya pun mendengarnya dengan kelas. Areksa langsung menoleh ke arah gadis itu dengan tatapan tak percaya.

"Lo keterlaluan, Na," ujar cowok itu.

"Gue ngomong apa adanya. Naura kan emang penyakitan. Dikit-dikit kambuh, dikit-dikit pingsan. Udahlah lo keluar aja dari OSIS. Ngerepotin cowok gue aja lo," balas Ilona tanpa pikir panjang.

"ILONA!" bentak Areksa membuat Ilona tersentak kaget mendengarnya.

"Lo sama-sama manusia. Harusnya punya perasaan. Emang dia mau kayak gini? Nggak mau, kan? Gue nggak pernah ngajarin lo buat kayak gitu sama orang lain, Na," murka Areksa.

Naura hanya bisa menundukkan kepalanya. Gadis itu memandang sendu inhaler yang ada di tangannya. Jujur saja, setelah mendengar apa yang Ilona katakan kepadanya, Naura merasa telah menjadi manusia paling merepotkan di dunia.

"Lo lebih milih dia daripada gue, Sa?" tanya Ilona seraya menunjuk Naura dengan jari telunjuknya.

"Gue bakal bela yang bener. Lo salah, Na. Sikap lo udah keterlaluan. Lo terlalu anggep diri lo itu paling sempurna dan selalu anggap remeh orang lain. Perilaku lo tadi bikin gue nggak habis pikir sama jalan pikiran lo," tukas Areksa membuat Ilona tak lagi mampu berkata-kata.

Semua yang mendengar itu hanya bisa diam seraya menyaksikan. Mereka tidak punya hak untuk ikut campur urusan orang.

"Lo—"

"Pergi, Na," usir Areksa.

"Sa?"

"GUE BILANG PERGI!" teriak Areksa dengan urat leher yang menonjol.

Bukan hanya Ilona, Naura yang berada di sampingnya pun terkejut. "Sa, lo berlebihan. Apa yang Ilona bilang emang bener. Gue penyakitan, nggak seharusnya lo marah. Dia cewek lo," ujarnya dengan sorot mata bersalah.

Areksa menggeleng. "Sekali pun itu Ilona, kalau dia salah bakalan tetep gue tegur."

Ilona menatap Areksa dengan mata berkaca-kaca. Dadanya naik turun menahan sesak yang menghujamnya. Untuk pertama kalinya, Areksa membentak dirinya di depan umum.

AREKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang