Prolog

1.4K 195 24
                                    

Aku hanya manusia biasa. Jika kamu menginginkan seseorang yang sempurna, matilah lebih dulu dan kau akan bertemu malaikat.

- Aura Putih Kencana Wirajata -

***

Bagaimana caranya menjadi cantik?

Pertanyaan itu terus-menerus berada dalam pikiran seorang gadis berumur 13 tahun. Gadis yang setiap malam selalu mengunci dirinya dikamar, berpura-pura sudah tidur dengan nyenyak namun kenyataannya terus terjaga sampai esok paginya.

Seorang gadis yang tersenyum di depan orang tuanya. Bersikap baik-baik saja pada semua orang bahkan saat mereka semua menghujatnya hanya karena fisiknya. Berpura-pura memiliki banyak teman saat sebenarnya kabur ke tempat dimana ia bisa sendiri.

Aura Putih Kencana Wirajata, bahkan namanya saja dijadikan bahan ejekan oleh teman-temannya. Tidak ... apa orang yang sering mengatai dirinya pantas disebut teman?

Sekilas, tidak ada yang salah dengan gadis yang duduk di kelas satu sekolah menengah pertama itu. Hanya saja, disaat gadis sekelasnya bertubuh ramping serta cantik, berbeda dengan Aura. Ia memiliki berat badan melebihi mereka semua. Delapan puluh kilogram, sangat gemuk dibanding anak lainnya. Ditambah lagi ia bersekolah di swasta yang elit dimana orang-orang di sana pandai merawat diri.

Bukan karena Aura tidak mampu untuk merawat diri, hanya saja ... Ia berbeda. Ibunya tinggi, putih,dan sangat cantik. Tidak perlu diragukan lagi karena dia mantan model dan sekarang seorang designer. Ayahnya juga bertubuh tinggi, putih, tampan. Dia berprofesi sebagai pengusaha minyak yang sukses.

Aura tidak kekurangan uang sama sekali untuk merawat dirinya. Sekali lagi ... ia hanya berbeda. Ia tidak bisa memakai bahan-bahan kimia terlalu sering. Kulitnya sangat sensitif. Pertama kali Ibunya membelikan sabun muka untuk anak-anak saat ia mengalami periode pertamanya saja mukanya menjadi memerah dan menimbulkan jerawat.

Sejak itu ia tidak memakai apapun, selain sabun muka dengan bahan herbal. Walau begitu, tetap tidak bisa menghapus jerawat di wajahnya. Bekasnya masih ada sampai membuat kedua pipinya sebagian merah karena itu. Ia ingin menghilangkannya, tetapi karena umurnya masih muda,Ibunya tidak memperbolehkannya melakukan perawatan laser atau ke dokter kecantikan sekalipun.

Begitulah kisah menyebalkan dirinya. Kulit putih yang gampang terbakar ketika di sinar matahari, wajah beruntusan, tubuh gempal. Menyedihkan sekali anak seumurnya. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Jikapun ada itu selalu harus ada imbalannya. Seperti contoh saat pemilihan kelompok untuk tugas, mereka hanya mau satu kelompok dengannya jika Aura membayarnya. Akhirnya tiap ada tugas kelompok, ia harus membayar mereka untuk mau satu kelompok dengannya.

"Ndut, mau satu kelompok sama kita gak? Tapi biasa yah, dananya semua lo yang bayar!"

"Hei, Ndut! Kayanya pipi lo lebih tembem yah? Kayanya tambah lagi nih beratnya."

"Aduh, udah gendut masih aja makan! Inget lemak tuh, dasar rakus!"

"Itu makan siang lo? Astaga, pantes gendut! Ternyata sekali makan aja porsi kuli, guys!"

"Ndut, gue saranin mulai sekarang lo gak usah makan deh. Kelas jadi keliatan lebih sempit karena lo tau!"

Perkataan mereka, ejekan mereka, semua itu ... Aura mengingatnya dengan jelas. Ia tidak pernah melupakan semua itu barang sedetikpun. Ia tidak bisa melakukan apapun. Memang bisa jika ia melawan, tapi hasilnya nihil. Ia justru akan semakin diejek jika melawan.

Berbicara pada orang tuanya? Tidak. Mereka berdua sudah sibuk dengan pekerjaannya. Saat kecil ia sakit-sakitan, ia sudah sangat merepotkan dan membuat mereka berdua khawatir. Aura pernah melihat Ibunya menangis beberapa kali setiap malam bersama Ayahnya ketika membahas tubuhnya yang lemah. Ia tidak ingin itu terulang lagi sekarang.

Tapi ... ini juga sulit baginya. Aura menekuk lututnya, merasakan dinginnya lantai balkon kamarnya malam ini. Ia memandang ke bawah dimana pemandangan perumahan di depannya. Ia menghapus air matanya menggunakan punggung tangan. Sampai kemudian, matanya melirik ke atas dimana pintu kaca balkon rumah depannya.

Aura melihat kamar itu masih diterangi oleh lampu. Seingatnya, rumah itu masih kosong beberapa hari lalu. Ia menyipitkan matanya saat melihat sosok yang berdiri di belakang pintu kaca itu. Mata Aura mengerjap beberapa kali. Ia melihat sosok lelaki yang juga menatapnya dari kejauhan. Matanya kemudian membelalak saat melihat lelaki itu tersenyum walau samar. Setelah beberapa saat, lelaki itu kemudian berbalik dan lampu kamar itu mati.

Dia ... siapa?

***

TBC

Hai!

Senang bertemu kalian lagi di cerita terbaru aku. Bisa dibilang kali ini ceritanya udah mainstream sih. Tapi pastinya akan ada bedanya dari yang lain, ikutin aja ceritanya 😉

Semoga kalian suka di prolog kali ini!

More information,
Instagram :

@puspaw22

@wattpadpus

See ya!
31 Mei 2021.

Move OnWhere stories live. Discover now