35

1.1K 40 1
                                    

Aku menggeretakan gigiku marah, melihat di foto yang dikirim oleh Samudra membuatku emosi!
Sangat!

Bukan aku yang Ian ingin ajak ke taman! Melainkan Dinda!

Kebaikan Dinda sama aku ternyata itu hanya sebuah topeng supaya Dinda bisa merebut Ian dariku! Sungguh licik melebihi Aqilla!

Dadaku sesak melihat Ian yang sepertinya sedang berbicara ringan dengan Dinda.

Aku melihat jam yang berada di ponselku yang menunjukan pukul 16.30 WIB.

Aku langkahkan kakiku dengan terburu-buru menyusuri terotoar. Aku yakin foto yang Samudra kirim itu menunjukan taman yang dekat dengan rumahku.

Aku mulai memasuki taman, mencari-cari Ian dan Dinda.
Telah aku cari-cari mereka berdua hingga aku lelah, keringatku bercucuran.

Aku menyeka keringatku, aku lihat kursi taman yang Ian dan Dinda duduki tadi. Sebenarnya mereka kemana? Hampir satu jam aku mengelilingi taman, tapi mereka tidak ada.

Ketika aku akan mendudukan bokongku di kursi taman, tiba-tiba ponselku berdering. Aku keluarkan ponselku dari dalam tas, ternyata notifikasi pesan lagi dari Samudra.

Samudra mengirim sebuah foto lagi. Di dalam foto itu menampakan Ian dan Dinda yang seperti sedang berjalan kesebuah hotel. What?! Hotel?! Ngapain mereka pergi kehotel? Aku tahu hotel ini, letaknya cukup jauh dari taman ini.

Awas kamu Dinda!!!

Saat aku akan memasukan ponselku kedalam tas, ponselku kembali berbunyi menampakan pesan dari Samudra.

Mereka masuk kekamar nomor 79.

Aku menggeretakan gigiku, dengan cepat aku memasukan ponselku kedalam tas dan berlari menuju jalan raya, dan menunggu sebuah angkutan umum.

15 menit aku menunggu, tapi tak adapun satu angkot atau taksi yang lewat.

Matahari sudah mulai tenggelam, itu tandanya sebentar lagi gelap, dan malam akan datang.

Aku menarik nafas dalam. Aku harus menenangkan hatiku, kalo aku terburu-buru dan emosi banjir di diriku, itu akan membahayakan diriku sendiri.

Aku tidak akan pernah melepaskan Ian dari pelukanku untuk orang lain.

Aku mengetuk-ngetukan kaki sebelahku pada tanah, menggeretakan gigi.

Hotel yang didatangi oleh Ian dan Dinda lumayan jauh, apa aku harus berlari-lari kesana? Oohhh... Itu sungguh gila. Tapi, aku akan mencobanya.

Aku mulai berlari menuju hotel itu, baru saja aku berlari 20 menit, aku sudah merasa lelah.

Aku menengok kearah sebelah kananku, hah! Disana ada ojek! Aku akan naik ojek!

Aku menghampiri beberapa tukang ojek itu, "bang! Ojek!"

"Siap neng, kemana?"

"Jalan aja kedepan!" aku naik keatas motor.

Aku menepuk pundak tukang ojek itu, "cepetan dong bang!"

"Iya neng iya."

Aku turun dari motor begitu sudah sampai di tempat tujuan, "Nih!" aku memberikan uang sepuluh ribu pada tukang ojek itu.

"Neng! Neng! Uangnya kurang neng!" aku sebenarnya mendengar ucapan tukang ojek itu tapi aku baikan saja, dan aku segera masuk kedalam hotel itu.

Kamar nomor 79, aku mulai mencari pintu yang menunjukan nomor 79.

Aku meneguk ludahku.

Hingga akhirnya aku menemukan pintu itu, apapun yang aku lihat nanti, aku harus siap.

Aku mulai membuka pintu itu, walaupun sedikit bergetar karna sesuatu yang begitu mengguncang dadaku.

Aku menarik nafasku, apapun yang akan aku lihat didalam aku harus kuat, HARUS!

Aku pejamkan mataku saat aku berhasil membuka pintu kamar hotel itu, kulangkahkan kakiku dua kali dan jantungku berdetak sangat cepat.

Aku perlahan membuka mataku, seketika aku membelalakan mataku kaget dan tak percaya dengan apa yang kulihat.

"IAN?!!!!"

Aku benar-benar tidak yakin deng apa yang aku lihat sekarang.

**

Hallo

Main tebak-tebakan yuk, coba kalian semua tebak apa yang dilihat Viona saat melihat kamar hotel itu.

Pesan
Jangan pernah tunjukan kelemahan kamu pada orang lain, karna kita sama sekali tidak tahu apa yang akan orang lain itu perbuat terhadap kita setelah mengetahui kelemahan kita.

Tandai typo please😁
Beri Vote part ini ok, biar aku lebih semangat.

Salam manis❤

He Is Mine! [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang